Dampak Corona, Kurs Rupiah Melamah Hingga 15.000 Per Dolar AS

Kurs Rupiah Melamah Hingga 15.000 Per Dolar AS. Foto: Investing.com

IDTODAY.CO – Nilai tukar atau kurs rupiah diambang batas wajar, terus melemah mencapai Rp 15.000-an per dolar AS. Sangat jauh menurun bila dibandingkan dengan capaian akhir pekan  sebelumnya.

Memang tidak separah yang terjadi pada akhir 2018, dimana nilai tukar rupiah saat itu hancur sampai diangka  Rp 15.235 per dolar. Saat ini, Kurs rupiah sempat berada di Rp 14.925 per dolar AS.

Kemaren, rupiah ditutup dengan status melemah 155 poin atau 1,05 persen menjadi Rp 14.933 per dolar AS dari sebelumnya Rp 14.778 per dolar AS.

Ibrahim Assuaibi , Direktur PT TRFX Garuda Berjangka mengatakan bahwa, “Pasar kurang merespons surplus neraca perdagangan karena saat ini pemerintah sedang fokus penanganan virus corona yang sudah merebak di seluruh negeri sehingga perlu penanganan yang serius dari pemerintah,” katanya,  sebagaimana dikutip dari Tempo.co, (16/3/2020)

hari ini,  nilai tukar rupiah sempat menguat di awal perdagangan dengan kenaikan 40 poin mencapai Rp 14.738 per dolar AS. Setelahnya rupiah terus melemah sampai tutup.

Baca Juga:  Antisipasi Covid-19, Pemkot Bekasi Larang Minimarket Buka Lebih Dari Jam 20:00

Ternyata, mayoritas mata uang Asia  lainnya juga mengalami nasib serupa tapi tetap rupiah menjadi mata uang paling “tak berharga” di Antara mata uang Asia lainnya. Di peringkat kedua, Baht Thailand berada dikisaran 0,872 persen atau 0,279 poin.

Setelah itu ada ringgit Malaysia yang  juga turun 0,581 persen atau 0,0250 poin. Begitu juga Dolar Singapura melemah 0,296 persen atau 0,0042 poin.

Sementara Won Korea Selatan turun  0,142 persen atau 1,74 poin.

Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra memperkirakan nilai tukar rupiah masih bisa lebih rendah lagi. “Rupiah masih rawan koreksi, soalnya instrumen lain masih melemah terhadap dolar AS. Indeks saham Asia juga sebagian negatif,” ujar Ariston.

Menurut Ariston, upaya The Fed memangkas suku bunga hingga mendekati nol persen dan stimulus moneter tambahan lainnya, belum berefek positif ke pasar keuangan terlebih sektor aset berisiko.  “Karena mungkin perhatian pasar masih tertuju kepada pandemi global virus corona,” tutup Ariston.

Sumber: Tempo.co
Editor: Bahrur Rozy

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan