Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, menilai wajar para pengusaha menolak lulusan pelatihan daring (online) program Kartu Prakerja yang digagas Presiden Joko Widodo. Ia menyebut persoalan mendasar program itu adalah tatakelola, pelatihan yang diberikan tidak berdasarkan pada kebutuhan lapangan.

“Terlebih lagi pelatihan yang diberikan mengikuti kesediaan penyedia pelatihan, bukan pada aspek kebutuhan industri. Sehingga tidak ada integrasi antara industri dan program prakerja,” kata Dedi kepada Indonesiainside.id, Ahad (3/5).

Selain itu, kata dia, terdapat aroma pemaksaan program di waktu yang tidak tepat, padahal pemerintah telah memiliki badan latihan kerja. Semestinya badan itu diperbaiki, sehingga tidak ada tumpang tindih pelatihan berujung kekisruhan sebagaimana yang terjadi hari ini.

“Sangat masuk akal, pengusaha miliki sense detail soal pekerja, tidak bisa hanya dengan sertifikat menyimak video lalu dianggap layak Dengan segala kompleksitas persoalan, dihentikan akan lebih baik,” kata Dedi.

Dedi menilai materi pelatihan dalam program Kartu Prakerja sangat mudah ditemukan secara gratis di laman media sosial, seperti YouTube. Sehingga, efektifitas program itu dipertanyakan karena terkesan hanya menggugutkan janji kampanye Jokowi.

Selain itu, Dedi juga mengendus terdapat praktik tindak pidana korupsi dalam program itu. Indikasinya bisa terlihat melalui pemilihan mitra pelatihan tanpa melalui tender. Di sisi lain, dari Rp20 triliun anggaran untuk program itu, sebanyak Rp5,6 triliun diberikan kepada penyedia jasa pelatihan, padahal materi yang disajikan tak inovatif.

Baca Juga:  Soal Kartu Prakerja, MAKI: Kalau KPK Cukup Bukti, Pemerintah Bisa Dituduh Korupsi !

“Sejak awal diumumkan adanya kartu prakerja dengan rekanan vendor pelatihan, sangat mungkin adanya rasuah, lebih lagi jika dilakukan tanpa tender terbuka, lebih lagi ada keterlibatan stafsus Presiden sebagai penyelenggara, jelas ini bukan program yang baik, sarat korupsi itu sangat mungkin mengemuka, untuk itu KPK perlu menjadikan prioritas pengusutan,” ucap Dedi.

Bagi Dedi, dana sebesar itu lebih baik dialihkan menjadi bantuan sosial (Bansos) dan bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat terdapat Covid-19 dan pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) serta dirumahkan. Itu lebih baik daripada pelatihan daring dengan hasil tak jelas.

“Dalam momentum darurat, yang diperlukan warga negara adalah untuk hidup saat ini juga, akan sangat bermanfaat memberi bantuan langsung yang bisa menopang hidup, memberi kail panjing memang bijaksana, tapi tidak dalam kondisi darurat,” tutur Dedi.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, menyatakan belum mampu menyerap orang-orang yang menyelesaikan sertifikasi pelatihan daring program Kartu Prakerja

“Belum (diskusi). Sebanyak asosiasi coba bergerak supaya ada kebutuhan tertentu yang disiapkan. Untuk menyerap kami belum busa tahu industri sedang survival mode,” ucap dia.(EP)

Sumber: indonesiainside

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan