Harga Bahan Bakar Minya (BBM) tak kunjung juga diturunkan oleh pemerintah. Hal tersebnut membuat pemerintahan Indonesia dinilai tak pro rakyat karena enggan membantu warganya dalam menghadapi kesulitan ekonomi akibat wabah Corona Covid-19.

“Pemerintah seperti tak berdaya mengendalikan harga BBM dan membiarkan manajemen Pertamina saat ini sangat lemah dan tidak profesional,” kata politikus Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono, Minggu, 10 Mei 2020.

Viral Pengendara Motor Serang Polisi dan Pukul Karang Taruna saat PSBB

Lebih lanjut, dia juga kecewa dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang tidak mampu mengendalikan PT Pertamina (Persero) agar segera menurunkan harga BBM. Padahal, rakyat sangat menantikan turunnya harga BBM.

“Seharusnya bisa memanfaatkan harga BBM murah, khususnya solar, seiring dengan merosotnya harga minyak dunia untuk melindungi usahanya agar tidak hancur, tetapi itu tidak dilakukan Pertamina dan pemerintah terkesan apatis akan kondisi ini,” kata Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur ini.

Saat ini harga minyak mentah dunia turun drastis sejak bulan lalu. Harga minyak mentah Brent untuk kontrak Juni anjlok ke bawah US$20 per barel, begitu pun minyak West Texas Intermediate (WTI) US$12 per barel, bahkan sempat di bawah 0 dollar AS per barel.

Baca Juga:  Soal Isu Reshuffle Kabinet, Demokrat : Hanya Gertak Sambal Presiden

SPBU Pertamina

Dia mengatakan revaluasi harga BBM harus diprioritaskan untuk solar. Baik yang disubsidi maupun nonsubsidi. Sebab, bahan bakar ini digunakan secara luas oleh sektor industri, transportasi, perikanan, pariwisata, pembangkit listrik, dan UMKM.

“Jadi, apabila harga solar murah, dampaknya akan sangat besar bagi perekonomian. Dunia usaha terbantu untuk bertahan hidup menghadapi dampak Corona, sehingga bisa menggerakkan kembali ekonomi dan mencegah PHK massal,” jelas eks Anggota Komisi V DPR itu.

Diskon Pertamina Percuma

Bambang menyebut kebijakan Pertamina yang memberikan diskon berupa cashback pembelian Pertamax Series tidak produktif dan membohongi publik.

“BBM Pertamax lebih ditujukan untuk orang mampu, buat apa diskon. Masyarakat saat ini butuh harga BBM yang transparan dan berdampak luas bagi ekonomi, yakni harga solar yang murah,” ujarnya.

Sebagai negara penghasil energi primer, kata Bambang, Indonesia punya potensi menghasilkan sendiri energi sekunder dengan harga lebih murah, seperti halnya listrik.

Baca Juga:  Singgung Keberadaan Buzzer Dan Jubir Istana, Amien Rais: Politik Jokowi Beresensi Politik Belah Bambu

“Sudah menjadi tugas negara agar semua hasil energi primer bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Tentu saja energi itu harus sesuai dengan harga sebenarnya supaya rakyat menikmati dampaknya guna mempertahankan hidup,” kata Bambang.

Maka itu, Bambang mendesak Presiden Joko Widodo turun tangan serta memperingatkan para menterinya dan Pertamina supaya tidak terjebak dalam permainan spekulan atau kartel minyak.

“Ini kesempatan bagi Presiden Jokowi untuk membuktikan benar-benar pro-rakyat. Jika harga solar turun sesuai harga sebenarnya, berarti Presiden telah berani menyikat kartel energi yang membuat harga BBM mahal,” ujarnya.

Merujuk data Globalpetrolprices.com, harga BBM khususnya solar terus turun sejak akhir Januari. Sebagian besar negara di ASEAN telah menyesuaikan harga solar seiring dengan penurunan harga minyak dunia, kecuali Indonesia.

Malaysia jadi negara paling agresif menyesuaikan harga solar dan menjadi yang terendah di ASEAN, yakni 0,32 dolar AS per liter per 27 April 2020. Sedangkan, Indonesia masih mempertahankan harga 0,67 dolar AS per liter sejak 2 Maret sampai sekarang.

Bambang menyoroti harga solar Indonesia lebih mahal dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya yang bukan penghasil minyak, seperti Filipina, Thailand, Kamboja, Vietnam, dan Myanmar. Indonesia hanya lebih murah dari Singapura dan Laos.

Dia menegaskan Indonesia tidak bisa disamakan dengan negara ASEAN lainnya yang bukan penghasil minyak, termasuk dengan Malaysia yang menjual BBM lebih murah.

“Indonesia termasuk negara penghasil minyak yang cukup besar, bahkan salah satu penghasil gas terbesar Asia,” ujarnya.

Bambang kembali mengingatkan, harga solar yang mahal bisa menghancurkan sektor transportasi berserta sistem konektivitas nasional yang sangat kompleks dan dibangun dengan susah payah. Sebagai negara kepulauan dengan luas 5 juta km2, Indonesia dinilai miliki sistem antarmoda atau konektivitas yang sudah terbangun sedemikian rupa.

Kondisi ini berbeda dengan negara kontinen, seperti Australia atau China. Berikut Perbandingan Harga Solar di ASEAN berdasar data Globalpetrolprices.com per 27 April 2020.

Negara dan Harga (dollar AS/liter).

Singapura 1,15
Laos 0,88
Indonesia 0,67
Filipina 0,59
Thailand 0,55
Kamboja 0,55
Vietnam 0,43
Myanmar 0,36
Malaysia 0,32

Sumber: 100kpj.com

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan