IDTODAY.CO – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Jimly Asshiddiqie menyindir Yusril Ihza Mahendra yang menjadi kuasa hukum eks kader Demokrat mengajukan judicial review (JR) AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung.

Menurut Jimly, partai politik (parpol) adalah pilar utama dan saluran daulat rakyat. Bahkan parpol disebut secara tegas dalam UUD sebagai peserta Pemilu dan mengusung calon presiden.

Status parpol juga sebagai lembaga publik (negara) dalam arti luas yang punya aturan internal, yakni anggaran dasar (AD) sebagai pelaksana UU.

Jimly mengatakan, meski tidak disebut sebagai peraturan perundang-undangan, putusan judicial review jadi inovasi baru.

Kalau judicial review yang diajukan oleh kader Demokrat dikabulkan, maka judicial review untuk AD parpol lain juga bisa.

Anggota DPD RI lantas menyindir etika Yusril yang menjadi advokat. Padahal, dia masih menjabat sebagai Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB).

Baca Juga:  Demokrat-Gerindra-PDIP Kompak Serang Sri Mulyani: Bu Menteri Seringlah Main Keluar, Tekor Tak sampai 10 Tahun

“Tapi perlu diingat juga tegaknya hukum dan keadilan harus seiring dengan tegaknya etika bernegara. Meski UU tidak explisit larang advokat jadi ketum parpol, tapi etika kepantasan sulit terima, apalagi mau persoalkan AD parpol orang lain,” sindir Jimly.

“Meski hukum selalu mesti tertulis, kepantasan dan baik-buruk bisa cukup dengan sense of ethics,” tambahnya.

Lebih jauh Jimly menjelaskan, parpol merupakan lembaga negara dalam arti luas, status dan perannya ada di UUD. Apalagi kalau jadi dibiayai APBN, pasti jadi objek pemeriksaan BPK.

Maka AD parpol sebagai implementing regulation kewenangan mengatur atas delegasi UU, tidak boleh langgar UU.

“Pengadilan harus bisa nilai hal ini, tentu tergantung hakimnya,” imbuhnya.

Dikatakan Jimly, lembaga negara dalam arti luas itu bisa disebut juga lembaga publik yang sangat penting sehingga harus diatur dalam UUD45.

“Maka status parpol sekarag bukan lagi cuma badan hukum privat yang biasa dipahami, tapi juga badan hukum publik dengan tangung jawab politik kenegaraan. Wewenangnya untuk mengatur materi AD juga ditentukan UU,” tandas Jimly.

Otto Hasibuan Pernah Soroti Advokat Jadi Pengurus Parpol

Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (peradi) 2005-2015, Otto Hasibuan pernah meneyoroti advokat yang menjadi pengurus partai.

Menurut Ott, advokat yang menjadi pengurus dan anggota partai politik menjadi tidak independen.

Advokat bisa saling menghujat dan mengkritik hanya karena berbeda partai politik.

Praktik semacam ini dinilai tidak baik bagi independensi dan integritas seorang advokat.

Baca Juga:  Omnibus Law Uji Formil di MK, Yusril Ihza Mahendra: Bisa Saja Dibatalkan Seluruhnya

“Advokat tidak lagi independen sebagai penegak hukum,” ucap Otto.

Berdasarkan pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No 18 Tahun 2003 tentang Advokat disebutkan bahwa advokat adalah penegak hukum yang berkedudukan sejajar dengan penegak hukum lain seperti polisi, jaksa, dan hakim.

Jika penegak hukum memiliki independensi dalam proses penegakan hukum, maka advokat pun seharusnya indenpenden.

“Independensinya itu penting bagi advokat,” tegas Otto.

Pasal 20 Undang-Undang Advokat menyebutkan “advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan kepentingan tugas dan martabat profesinya”.

Disebutkan pula advokat dilarang memegang jabatan lain yang meminta pengabdian sedemikian rupa sehingga merugikan profesi advokat atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan tugas profesinya.

Sumber: pojoksatu.id

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan