IDTODAY.CO – Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) Azmi Syahputra mengatakan bahwa semua oknum yang terlibat dalam kasus buronan Cessie Bank Bali Djoko Tjandra merupakan upaya merintangi penyidikan atau Obstruction of Justice.

Siapapun yang terlibat dalam memuluskan pelarian Joko Tjandra bisa dijerat dengan Pasal 22 UU Tipikor dengan ancaman 12 tahun penjara dan ditambah hukum pemberatan mulai dari pencopotan status kepegawaiannya karena dianggap telah melanggar kode etik.

Tidak cukup sampai disitu saja, menurutnya, kasus tersebut harus ditelusuri dari hulu hingga hilir. Sedangkan para oknum polri yang terlibat dalam skandal tersebut merupakan pengkhianat bangsa.

“Perlu ketegasan negara dalam melawan siapapun yang merintangi proses hukum. Tidak ada alasan apapun untuk mencurangi hukum,” ucap Azmi Syahputra.

Secara tegas Azmi mengatakan, para penegak hukum yang terlibat dalam pembuatan surat jalan bagi Joko Chandra telah bersekongkol melakukan kejahatan terhadap negara.

“Personil birokrasi elite negeri ini memperlihatkan fakta ada pihak di lembaga penting tertentu yang dapat mengatur sejumlah hal yang muaranya menggagalkan atau menghalangi proses hukum atau melindungi orang yang berstatus DPO (daftar pencarian orang) seperti Kasus Djoko Tjandra,” ucap Azmi.

Baca Juga:  Sakit Keras, Brigjen Prasetyo Utomo Tak Hadiri Upacara Pencopotan Jabatannya

Persekongkolan terkait kejahatan terhadap negara harus disisir melalui pengurusan segala keperluannya seperti pengurusan surat jalan bagi seorang DPO. Hal tersebut terlihat pada produk surat dari para pejabat pada unit lembaga terkait pada pada kurun waktu sekitar April 2020 sampai Juli 2020.

“Jika disisir hulu dan hilir, ini jelas banyak tindakan yang diperankan dari berbagai pihak, tidak hanya semata produk surat jalan dari insitusi kepolisian, Sekretaris NCB Interpol Indonesia. Namun ada juga koordinasi dengan imigrasi, ada juga dari pihak kejaksaaan, bahkan sampai pada tingkat di kantor kelurahan untuk buat KTP,” terangnya.

Azmi menilai, skandal surat saksi tersebut harus ditelusuri secara detail dan objektif karena peristiwa tersebut telah membuka betapa kebobrokan dalam birokrasi Indonesia sudah mengakar kuat dan menunjukkan buruknya interkoneksi antar sistem instansi.

“Karena keinginan yang sama dari semua, dan sengaja para pihak memilih “berdiam diri” untuk curang dan mengabaikan kewajiban yang mestinya memproses hukum orang yang berstatus DPO (buron), ini malah berpihak pada orang yang berstatus buron yang jelas nyata perilakunya telah merugikan uang negara,” kesalnya.[brz/qds]

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan