Pramugari Cantik Asal Solo Sukses Di Emirates Airlines, Padahal Dulu Ditolak Maskapai Lokal

Anna Silvia, perempuan asal Solo yang kini bekerja sebagai pramugari di Emirates Airline. (Istimewa)

IDTODAY.CO – Anna Silvia, 27, pramugari Emirates Airlines asal Menangan, Serengan, Kota Solo, setelah berhasil bergabung dengan maskapai besar tersebut sejak 2019 lalu. Namun demikian, perjalanannya untuk bisa menjadi bagian dari perusahaan penerbangan ternama tersebut tidak bisa dianggap mudah.

Anna Silvia pernah juga merasakan pahitnya ditolak maskapai lokal di awal karirnya. Dia pun menceritakan kegigihannya berjuang untuk menjadi pramugari maskapai yang berbasis di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), itu.

Baca Juga: Miris, Janda di India “Angkut” Jenazah Suami Dengan Becak Karena Tidak Kebagian Ambulans

Dia merupakan seorang alumnus Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo. Sejak lulus dari SMAN 1 Solo ia memiliki cita-cita mengunjungi tiga kota di tiga negara berbeda. Ketiganya yakni Napoli di Italia, Istanbul di Turki, dan Dubai di UEA.

Soalnya dia menganggap hal itu hanyalah merupakan mimpi belaka yang akan sulit terealisasi di kehidupan nyata. Hal itu diperparah dengan lingkungan keluarganya yang terkenal sangat religius. Bahkan, mereka tidak segan mengejek anak ketika menceritakan keinginannya untuk terbang ke Malaysia.

Lingkungan tempat tinggal seolah mengharuskan gadis seperti dirinya untuk segera menikah maksimal di usia 20-an tahun.

“Dari awal ke luar negeri saya bangun dari nol dan saya membiayai diri sendiri. Meskipun keluarga saya terbilang mampu. Mimpiku adalah tanggung jawabku. Saya tidak ingin jadi beban, saya memutuskan mencari beasiswa sejak di kampus,” papar Anna sebagaimana dikutip dari Solopos.com, Minggu (2/5/2021).

Pramugari cantik asal Solo itu akhirnya bergabung dengan organisasi pertukaran pelajar, AISEC. Dari situ ia berhasil mewujudkan mimpinya mengunjungi Italia pada akhir masa perkuliahan. Selama di Italia pada Mei hingga Juli 2013, ia dibiayai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Kunjungan ke Italia itu pun membuka pandangannya untuk berkeliling dunia. Setelah lulus kuliah, ia mengikuti program work away. Program itu membawanya ke negara impian ke dua yakni, Turki.

Di Istanbul, Turki, ia magang berbagai pekerjaan yang tak biasa ia lakukan. Dari magang itu, ia memperoleh tempat tinggal dan makan gratis meskipun tanpa digaji selama tiga bulan pada September 2016.

Namun, saat travelling ia mampu menekan pengeluaran sangat banyak. “Kunjungan ke dua ke negara impian semakin mendorong saya untuk berkeliling dunia. Saya akhirnya mendaftar jadi pramugari Qatar Airways di Singapura pada 2017,” paparnya.

Perempuan asal Solo itu pun diterima sebagai pramugari Qatar Airways dan bekerja di Qatar. Dari sana ia mencari peluang lain dan mendapat informasi Emirates Airline, maskapai dari negara ketiga di daftar cita-citanya, UEA, membuka perekrutan.

“Saat itu open recruitment di Jakarta, cukup terkejut dengan jumlah peserta yang mencapai 2.000-an orang dari seluruh dunia. Hanya empat orang terdiri dari dua laki-laki dan dua perempuan yang diterima Emirates Airline. Saya termasuk yang berangkat ke Dubai,” ujarnya.

Baca Juga: Disebut Sesat Karena Orasi di Gereja, Gus Miftah: Saya Bersyukur Alhamdulillah

Anna bercerita diterima di Emirates Airline pada percobaan pertama. Padahal saat berusia 18 tahun dara asal Solo itu pernah mendaftar sebagai pramugari di maskapai besar Indonesia, namun ditolak. Ia mengakui kurang persiapan.

“Mimpi itu akhirnya jadi nyata. Padahal sering kali saya disepelekan. Saya berangkat dari Solo, dan merasakan mimpi itu jadi nyata,” paparnya.

Anak ini telah terbang bersama maskapai internasional ternama. Bahkan dia bisa menempuh perjalanan tinggal 80-100 jam dalam sebulan sebelum pandemi covid 19. Saat ini, dia hanya mampu menempuh perjalanan sekitar 40 jam sebulan dengan berbagai negara tujuan termasuk ke tanah air.

Anna mengaku terbang ke Jakarta 3 bulan sekali dengan tugas utama memberikan informasi berbahasa Indonesia kepada para penumpang yang berasal dari Indonesia.

“Kalau pulang ke Indonesia harus tes PCR, hanya di Indonesia dan Australia yang harus PCR. Kalau tiba di Jakarta hanya istirahat 25 jam, itu pun semacam karantina, tidak boleh keluar kamar,” papar Anna.

Baca Juga: Dibayangi Sergapan Buaya, Guru Honorer di Sukabumi Ngajar di Atas Perahu Dalam Keadaan Hamil

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan