IDTODAY.CO – Terjadi penurunan drastis pengguna ponsel di Negeri Tirai Bambu China dibandingkan beberapa bulan terakhir.

Data yang dirilis 18 Desember 2019 untuk periode November 2019 tercatat ada 1.601 miliar pengguna, sekarang hanya menjadi 1,51 miliar atau turun 21 juta pengguna pada pada Februari 2020.

Sebagaimana diketahui China merupakan lumbung utama virus Corona yang saat ini menjadi pandemic global.

Fakta tersebut menunjukkan kecurigaan bahwa korban virus Corona lebih banyak daripada rilis resmi yang dikeluarkan pemerintah China.

“Rezim China mewajibkan semua warga memakai ponsel mereka untuk mendapatkan kode kesehatan. Hanya mereka yang memiliki kode kesehatan hijau dibolehkan bepergian di dalam negeri saat ini. Mustahil bagi seseorang untuk menghapus akun ponselnya,” kata Tang Jingyuan, pengamat China di Amerika Serikat kepada The Epoch Times 21 Maret lalu, seperti dilansir laman Al Arabiya, Selasa 31 Maret 2020.

Baca Juga:  Wow, China Ciptakan Fusi Reaktor Nuklir Lebihi Panas Matahari

Ponsel warga Cina memiliki Kode Kesehatan

Laporan dari Epoch Times, sejak 10 Maret lalu pemerintah China telah meluncurkan kode kesehatan yang diinstal di ponsel setiap rakyat. Mereka diwajibkan memasang aplikasi tersebut dan mendaftarkan and1 shoes kesehatan mereka masing-masing. Kemudian aplikasi tersebut menunjukkan kode QR dalam 3 warna sebagai indikator kesehatan pemiliknya. Merah berarti positif tertular Corona, kuning berarti berpotensi tertular, dan hijau berarti aman dari Corona.

Penggunaan kode tersebut bertujuan untuk memudahkan pemerintah memetakan jumlah pasien suspek Corona sekaligus juga untuk mencegah penyebaran virus tersebut.

Tak pelak, hilangnya jutaan kode ponsel tersebut menimbulkan kecurigaan.

“Pertanyaan besarnya adalah apakah turun drastisnya angka pengguna ponsel menandakan akun-akun ponsel itu sudah ditutup karena pemiliknya meninggal?” Tulis laporan Epoch Times.

“Saat ini kita tidak tahu seperti apa rincian datanya. Jika hanya 10 persen saja akun ponsel yang ditutup karena si pengguna meninggal lantaran virus, maka angka kematian akan mencapai 2 juta,” ucap Tang kepada Epoch Times.

Sementara itu, minggu lalu Han Xia, Direktur Administrasi Informasi dan Komunikasi Kementerian Industri dan Teknologi Informasi,  mengklaim penutupan kode ponsel tersebut disebabkan banyaknya tempat usaha yang tertutup pada bulan Februari lalu karena ada aturan karantina dari pemerintah.

Tetapi,  Epoch Times menegaskan, “angka kematian di China tidak sesuai dengan situasi sebaliknya yang ada di sana.”

Kecurigaan Epoch Times semakin tinggi ketika membandingkan korban jiwa yang terjadi di China dan Italia.

Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), angka kematian di Italia mencapai 10.781 dari 97.689 kasus, sedangkan di China 3.310 kematian dari total 82.447 kasus positif Covid-19.

Angka tersebut menunjukkan ketimpangan persentase tingkat kematian. Angka korban jiwa di Italia mencapai 11,03 persen dan di China hanya 4,01 persen, meski China memiliki jumlah populasi yang lebih banyak.

Epoch Times menuliskan laporan bahwa “ada tujuh rumah pemakaman di Wuhan yang dilaporkan mengkremasi mayat 24 jam sehari, tujuh hari sepekan, pada akhir Januari lalu” dan “Provinsi Hubei sudah mengerahkan 40 fasilitas krematorium yang masing-masing mampu membakar lima ton sampah medis dan mayat per hari, sejak 16 Februari.” Pada bagian akhir laporan Epoch Times menegaskan pekerjaannya, di sana tertulis, “minimnya data menjadi misteri angka kematian sebenarnya di China. Terhapusnya 21 juta pengguna ponsel bisa menjadi dugaan angka kematian sebenarnya jauh lebih tinggi dari angka yang dilaporkan selama ini.” Tulis laporan Epoch Times. [brz]

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan