Mau Longgarkan PSBB? Baca Nih Jeritan Tenaga Medis RI

Foto: Work From Home (Screenshot Instagram @rsud.moewardi) Work From Home (Screenshot Instagram @rsud.moewardi)

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) meminta pemerintah untuk berpikir ulang dalam rencana kebijakan pelonggaran pembatasan sodial berskala besar (PSBB).

Kebijakan itu dikhawatirkan berpotensi makin meningkatkan kasus positif virus korona di Indonesia. Apalagi, kemarin, Rabu (13/5) kasus baru virus ini mencapai puncak tertinggi dengan penemuan 689 terinfeksi positif.

“Covid-19 ini problem medis, kesehatan sehingga dalam lakukan intervensi, referensinya di bidang kesehatan. Saat ada upaya kebijakan terkait atau berkaitan covid-19 harus juga liat indikator-indikator kesehatan. Pertama parameter epidimiologi, kedua medis,” kata Wakil Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi kepada CNBC Indonesia, Kamis (14/5).

Parameter tersebut berkaitan dengan masalah testing dan tracing. Ia menilai pelonjakan kenaikan angka kasus kemarin karena kemampuan dan kecepatan testing serta jumlah sampel yang diperiksa makin banyak dan juga semakin cepat. Artinya, lonjakan itu bukan karena penyebaran yang makin luas tapi pendeteksian yang lebih rapi.

Namun, itu bukan menjadi pembenaran alasan pemerintah untuk melonggarkan PSBB. Pasalnya, jumlah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan Orang Dalam Pemantauan (ODP) pun masih besar. ODP ada sekitar 161 ribu dan PDP sekitar 32 ribu. Angka tersebut belum bisa dipastikan positif atau tidaknya.

Baca Juga:  Gegara Tak Ada Pemasukan Saat PSBB, Seorang Dosen Nekat Curi Ratusan Handbody

“Kami belum dapat apa yang jadi referensi dilonggarkannya PSBB. Belum ada yang bisa kita katakan bisa. Kalaupun satu wilayah turun kasus. Tapi turun kasus nggak bisa 1-2 hari (lalu dilonggarkan). Tapi paling ngga 1-2 minggu detelah turun ngga ada kasus baru,” sebutnya.

Pelonggaran PSBB berpotensi membuat angka kasus baru positif korona melonjak tajam. Adib menilai tentu mengkhawatirkan, terutama bagi rumah sakit daerah yang dalam kondisi normal pun sudah kesulitan dalam hal fasilitas kesehatan. Apalagi ditambah kondisi pandemi Covid-19.

Meski dibayangi oleh kesulitan, namun Adib menyadari bahwa ada sejumlah faktor lain yang mempengaruhi alasan wacananya pelonggaran wilayah.

“Kami lihat yang dominan dalam upaya antisipasi itu terkait dampak ekonomi, sosial, politik. Ini jadi dominan dalam intervensi kebijakan. Tapi kami harus ingatkan, bicara covid terkait medis. Jadi tetep intervensi berbasis dari referensi medis,” akui Adib.

Sumber: CNBC Indonesia

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan