IDTODAY.CO – Merebkanya virus corona menyebabkan berbagai kalangan khawatir tidak terkecuali umat Islam. Sejumlah negara menyikapi hal ini beragam. Beberapa kepala daerah juga memberlakukan beragam aturan, mulai yang melarang kegiatan massal sama sekali hingga membolehkan dengan berbagai catatan. Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar menyatakan terkait hal itu, bahwa sejumlah kebijakan dapat saja dilakukan termasuk penundaan kegiatan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama yang harusnya digelar di Pesantren Sarang, Rembang, Jawa Tengah.

“Apa yang terjadi saat ini adalah ujian hidup,” kata Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini, Sabtu (14/3). Sebagaimana di kutip dari NU.OR.ID (15/03/2020).

Baca Juga:  Lonjakan Harian Infeksi Covid-19 di Jatim Tertinggi, Total 4.112 Kasus Positif

Penegasan ini disampaikan Kiai Miftah, pada saat sebelum hadir pada puncak resepsi hari lahir ke-97 NU di parkir utara kantor Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, jalan Masjid al-Akbar Timur No 9 Surabaya.

“Kalau ada anjuran dari pemerintah untuk membatasi jabat tangan, maka silakan hal itu diikuti untuk menghindari mudarat,” kata Pengasuh Pesantren Misfahussunnah, Kota Surabaya tersebut.

Menurutnya, apa yang dilakuan pemerintah dan PBNU yang menunda Munas dan Konbes, tentu dengan banyak pertimbangan. “NU bukan takut. Akan tetapi, menghormati kekhawatiran berbagai kalangan,” tegasnya. 

Walau demikian Kiai Miftah menghimbau kepada masyarakat agar tidak panik dengan tersebarnya virus corona yang demikian menghebohkan. Bahkan menururnya yang harus didahulukan adalah meningkatkan mawas diri dan takut kepada Allah. “Yang justru penting kita harus takut kepada Allah. Jangan sampai ketakutan terhadap penyebaran virus ternyata tidak sebanding dengan ketakutan kepada-Nya,” ujar Kiai Miftah.

Baca Juga:  Cegah Dokter dan Pasien Kena COVID-19, IGD RSUD Bangil Tutup Untuk Sementara

Masih menurut pandangan Kiai Miftah, bahwa hidup senantiasa silih berganti. Ada saatnya menerima nikmat. Namun, sekejap kemudian berubah menjadi bencana. Tugas manusia khususnya warga NU adalah bagaimana menyikapi secara bijak. “Hal itu sebagaimama pergantian siang dan malam,” katanya memberi tamsil.

Lebih lanjut, disampaikan bahwa apa yang terjadi akhir-akhir ini pasti mengandung berbagai hikmah, tidak semua perjalanan hidup selamanya sesuai harapan akan tetapi yang harus ditekankan adalah was-was yang akhir-akhir ini ada sebagai hal yang kecil dibandingkan dengan nikmat yang diterima. “Padahal kita telah menerima milyaran nikmat, sehingga me. Akan tetapi yang harus ditekankan adalah lupakan kebaikan yang sudah ada,” tegas Kiai Miftah.

Oleh karena kesedihan yang melanda perjalan hidup ini hendaknya dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan kesabaran. Dan tidak kalah pentingnya adalah agar menjadikan ujian sebagai sarana untuk menggapai kesuksesan dimasa yang akan datang. “Banyak yang diuji saat muda dengan ujian sehingga sukses karena terbiasa bangkit kala gagal. Pada saat yang sama, banyak kalangan yang tidak pernah susah, justru gagal saat akhirnya tidak mudah bangkit kala mendapat kesempatan menjadi pemimpin,” pungkasnya.

Sumber: nu.or.id
Editor: Ahmad Kamali

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan