‘Bantuan Presiden’ Bukti Jokowi Kena Penyakit Akut Manusia Modern

Presiden Jokowi bagikan sembako di Bogor (Foto: Youtube)

Bantuan paket sembako untuk rakyat miskin dan rentan miskin terdampak wabah corona atau Covid-19 tertunda.

Pasalnya, tas merah putih untuk membungkus paket sembako bertuliskan ‘Bantuan Presiden’ itu belum rampung dibuat.

Hal itu menjadi sorotan tajam dan kritik publik yang menganggapnya sangat aneh.

Kritik pun dilontarkan banyak pihak. Salah satunya datang dari Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun.

Dirinya menilai, fenomena itu semakin menunjukkan bahwa Presiden Jokowi masih mementingkan pencitraan dibandingkan mengatasi penderitaan rakyat.

“Fenomena itu menunjukan bahwa Jokowi terkena penyakit akut manusia modern yaitu haus pencitraan dan hidupnya terombang-ambing, gundah-gulana oleh citra, oleh realitas semu, oleh hyper realitas,” ujarnya kepada RMOL, Rabu (29/4/2020).

Baca Juga:  Momentum HUT RI, Natalius Pigai Minta Jokowi Merenung Soal Kepemimpinan

Karena itu, ia mengaku miris melihat Presiden Jokowi masih melakukan pencitraan. Padahal, Jokowi sudah menjadi presiden dua periode.

“Tentu sebagai akademisi yang mencoba menjaga jarak dari hiruk pikuk kekuasaan citra, melihatnya jadi miris. Masa sekelas presiden dua periode masih haus pencitraan?” tegasnya.

Menurutnya, wajar jika kemudian kritik keras ditujukan kepada orang-orang di sekitar Jokowi.

Yang menurutnya, tidak sanggup bicara jujur mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dibanding pencitraan.

“Saat ini sudah tidak zaman pencitraan ditengah derita rakyat banyak,” tuturnya.

Senada, pakar politik dan hukum Universitas Nasional Jakarta, Saiful Anam, meminta Presiden Jokowi menghentikan pencitraan.

Pasalnya, rakyat lah yang kemudian menjadi korban kelaparan akibat tersendatnya distribusi sembako.

Baca Juga:  Natalius Pigai Nilai Citra Jokowi Sudah Jatuh Dimata Dunia Internasional

“Kalau itu benar, maka sangat memalukan,” ucap Saiful Anam, Rabu (29/4/2020).

Terlebih, uang yang digunakan untuk bantuan itu bukan berasa dari Presiden sebagai kepala eksekutif, malainkan dari pemerintah.

“Maka sudah selayaknyalah tidak perlu cap atau stempel ‘Presiden’,” tegasnya.

Menurutnya, pencitraan yang dilakukan Presiden Jokowi dapat merugikan rakyat lantaran sembako menjadi terhambat pendistribusiannya.

“Saya kira tidak perlu lagi Presiden pencitraan,” sambungnya.

menurutnya, semakin bantuan itu tersendat, maka akan membuat rakyat semakin sengsara.

“Semakin tersendat bantuan yang diberikan, maka makin sengsara rakyat yang menunggu ukuran tangan pemerintah,” tegas Saiful Anam.

Tidak hanya itu, hal tersebut juga bertentangan dengan pernyataan Presiden Jokowi yang menginginkan agar bantuan cepat sampai ke tangan rakyat.

Baca Juga:  Sindir Penetapan Darurat Nasional, Demokrat: Pak Jokowi, Mungkin Ada Definisi Baru?

“Ternyata terhambat oleh atribut Presiden sendiri,” kata Saiful Anam.

Sebanyak 1,3 juta bantuan sosial untuk keluarga miskin dan rentan miskin tengah dipersiapkan oleh Kementerian Sosial.

Nilai bantuan sebesar Rp300 ribu per paket itu akan disalurkan dua kali dalam sebulan itu disiapkan di sejumlah tempat.

Belakangan, pengepakan sempat tersendat karena kantong bertulis ‘Bantuan Presiden’ tidak cukup.

Pengepakan sempat hanya 5 ribu bungkus sehari. Padahal targetnya 20 ribu paket.

Adapun tas bertuliskan “Bantuan Presiden” diambil dari pabrik tekstil di Sukoharjo, Jawa Tengah, Sritex.

Sumber: Pojoksatu.id

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan