IDTODAY.CO – Pernyataan Presiden Joko Widodo dalam Sidang Paripurna Kabinet Indonesia Maju (KIM) yang digelar di Istana Negara terkait penyerapan anggaran Kementerian kesehatan yang masih di angka 1,53% dari total Rp 75 triliun yang dianggarkan dalam APBN 2020 mendapat tanggapan dari Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan.

Dahlan Iskan mengatakan memang sulit menganalisa apa yang sebenarnya menjadi penyebab rendahnya penyerapan anggaran tersebut. Pernyataan itu disampaikannya saat menjadi pembicara di Indonesia Lawyer Club (ILC) yang disiarkan TVOne, Selasa (30/6) malam.

“Itu apa enggak salah? Kan sudah ada Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang NOmor 1/2020). Terus terang saya agak sulit menganalisis, apalagi kita tahu satu-satunya yang menghambat pencairan anggaran dalam keadaan normal itu, tender,” ujar Dahlan sebagaimana dikutip dari Jpnn.com.

Lebih lanjut Dahlan Iskan bercerita saat menjadi menteri di era pemerintah SBY. Saat itu menurutnya, setiap tahun penyerapan anggaran di sepanjang Januari sampai Juni memang sangat rendah. Akan tetapi Juli- September mulai meningkat dan terus naik hingga pergantian tahun.

“Waktu saya jadi menteri, anggaran itu kan berlaku sejak 1 Januari, tetapi untuk proses tender (penyerapan anggaran) itu memakan waktu. Persiapan tender itu baru Maret. Mungkin Aprril-Mei baru ada keputusan (pemenang tender) dan Juli baru dilaksanakan,” urainya.

Baca Juga:  Presiden Lemah Dan Kurang Tegas Dalam Penanganan Covid-19

Situasi tersebut jelas berbeda dengan keadaan saat ini yang telah memiliki Perppu Nomor 1/2020 yang memberikan kemudahan dalam membelanjakan dana anggaran negara.

“Dengan perppu sapu jagat itu kan boleh enggak tender. Bisa lewat penunjukan langsung. Jadi, apanya yang kurang? Presiden bahkan juga berjanji akan kembali mengeluarkan peraturan, jika dirasa masih kurang,” katanya.

Kemudian, Dahlan Iskan memberikan percontohan terkait penyebab rendahnya penyerapan anggaran meskipun presiden Jokowi telah mengeluarkan perppu Corona.

Hal tersebut dimungkinkan karena perbedaan pandangan antara pejabat politik dengan para birokrat. yakni, antara menteri dan presiden dengan para birokrat setingkat dirjen, direktur dan para pejabat lainnya.

Baca Juga:  Beberapa Dugaan Pelanggaran Konstitusi oleh Presiden Jokowi: Lebih Berbahaya dari Richard Nixon dan Layak Dimakzulkan

“Jadi, cara berpikirnya agak berbeda. Pejabat politik itu ingin sebuah kebijakan cepat (dilaksanakan), tetapi dalam pikiran para birokrat tetap ada peluang (dalam sebuah kebijakan) terjadi pelanggaran yang berisiko hukum,” tegasnya.

Lebih lanjut, Dahlan Iskan menegaskan, pelanggaran terhadap prosedur pelaksanaan bisa menjerat birokrat sebagai koruptor. Demikian pula, para birokrat tersebut akan dijerat apabila melakukan tindakan diluar anggaran yang telah direncanakan sebelumnya.

“Dalam pikiran birokrasi, lebih baik dimarahi atasan daripada masuk tahanan. Sekarang, bagaimana cara presiden meyakinkan birokratnya, bahwa kebijakan yang diambil tidak akan masalah,” tegas Dahlan.[jpnn/brz/nu]

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan