Din Syamsudin: Ruang Kritik Sudah Tertutup Di Negeri Ini

Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin seusai bertemu Ketua DPR Bambang Soesatyo, Selasa (14/5/2019).(Foto: KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO)

IDTODAY.CO – Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Din Syamsuddin menegaskan bahwa para tokoh KAMI itu hanya melayangkan kritik ke masyarakat. Dia pun heran dengan penangkapan pada aktivis tersebut atas dugaan ujaran kebencian. Menurutnya, bukti-bukti yang disebut oleh polri itu bersifat artifisial.

“Saya mengikuti konpers Mabes Polri, dan saya menilai bukti dan alasan yang dikemukakan bersifat artifisial dan masih bisa dikritisi,” kata Din ketika dihubungi, sebagaimana dikutip dari detik.com, (16/10/2020).

Din menilai apa yang dilakukan ketiga tokoh KAMI itu bentuk kritik kepada pemerintah sebagai koreksi adanya penyimpangan dalam kehidupan bernegara. Din menyinggung ruang kritik sudah tertutup di Indonesia.

“Sayang ruang kritik sudah tertutup di negeri ini. Para tersangka, khususnya tiga tokoh KAMI, mereka sebagai intelektual bersikap kritis terhadap yang dinilainya tidak benar. Pikiran kritis diperlukan untuk mengoreksi penyimpangan dalam kehidupan bersama. Banyak sekali yang berpikiran demikian, mengapa hanya mereka yang dijadikan tersangka? Dan mengapa kaum kritis harus dibungkam,” urainya.

Mantan ketua umum PP Muhammadiyah itu kemudian menyinggung terkait secara bahasa Indonesia yang didirikan atas pemikiran kritis para pendirinya. Menurutnya, pikiran kritis tidak bisa diadili.

“Dalam sejarah kebangsaan Indonesia selalu tampil pemikir/intelektual kritis. Dari dulu mereka dibolehkan, bahkan kadangkala diperlukan. Saya kira hukum tidak dapat mengadili pikiran. Kalau pun perbuatan dapat diadili, apakah gerakan protes lewat demo atau unjuk rasa salah,” katanya.

Baca Juga:  Tegaskan Pentingnya KAMI, Pengamat: Kelompok Seperti Ini Sebagai Penyeimbang Demokrasi

Menurutnya, Polri seharusnya mengadili mereka yang membuat onar dalam aksi demonstrasi kemarin. Bukan malah menangkap orang-orang yang hanya bergerak melalui pemikiran.

“Tentu yang dapat disalahkan adalah yang merusak, apalagi membunuh. Seyogyanya Polri mengusut dan mengejar orang-orang yang merusak, melakukan vandalisme, pada unjuk rasa kemarin. Banyak tersebar di media massa bahwa mereka bukan dari massa buruh, mahasiswa dan pelajar, tapi penyelusup dari luar. Itu yang harus diungkap oleh Polri dan menangkapnya, bukan intelektual kritis,” katanya.

Lebih lanjut, Din Syamsuddin menegaskan bahwa terdapat indikasi diskriminasi dalam penanganan kasus terhadap para aktivis KAMI. Pasalnya, kasus ujaran kebencian Yang dilaporkan lebih dulu sampai saat ini banyak yang belum diproses.

“Juga, kalau dikaitkan dengan UU ITE terutama menyebarkan ujaran kebencian, maka begitu banyak penyebar ujaran kebencian termasuk yang sudah dilaporkan ke Polri, mengapa tidak diproses, ditangkap atau dijadikan tersangka. Ini yang oleh sebagian dirasakan sebagai diskriminasi atau ketakadilan. Ini yang mendorong banyak intelektual kritis tidak tahan diri untuk mengkritik Polri dan rezim pengusaha sekarang ini,” tuturnya.[detik/brz/nu]

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan