Ditanya Soal Fatwa MUI Tidak Harus Diikuti, Mahfud MD: Fatwa Hanya Pendapat

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD/RMOL

IDTODAY.CO – Menko Polhukam Mahfud Md dan Anggota DPR RI Fraksi PKS Tifatul Sembiring saling balas komentar di Twitter. Hal ini berawal dari pertanyaan Khairil Anwar Notodiputro diakun Twitter pribadinya @kh_notodiputro terkait fatwa MUI, Rabu 24 November 2021.

Dalam cuitannya, ia mengatakan bahwa Mahfud MD pernah mengatakan bahwa suatu fatwa tidak harus diikuti karena merupakan pendapat. Akun @kh_notodiputro bertanya ke Mahfud apakah ucapannya itu benar atau tidak. Mahfud MD kemudian menjawab.

“Tidak salah, Prof Khairil. Sejak dulu sampai dengan sekarang fatwa MUI atau fatwa siapa pun tak harus diikuti. Jangankan fatwa MUI, fatwa MA yang lembaga peradilan negara saja tak harus diikuti. Yang mengikat kalau dari MA adalah vonisnya, bukan fatwanya. Tapi kalau pihak-pihak sepakat memakai fatwa ya dibolehkan,” ujar Mahfud dalam akun Twitter-nya @mohmahfudmd.

“Kalau dalam hukum Islam, fatwa hanya pendapat hukum berdasar istinbath dari Qur’an dan/atau Sunnah. Setiap orang punya pendapat yang sering saling berbeda. Maka lahirlah berbagai pendapat dalam aliran-aliran fikih, seperti Hanafi, Syafii, Maliki, Hambali. Kita tak harus ikut Maliki tapi boleh kalau mau,” sambungnya.

Baca Juga:  Soal Teror MIT Ali Kalora di Sigi, Mahfud MD Minta Masyarakat Tak Terprovokasi

Kemudian, pengguna akun Twitter lain juga menanyakan mengapa ada sertifikasi halal. Mahfud MD pun menjawab sertifikasi halal itu bukan fatwa MUI.

“Sertifikasi itu bukan fatwa, tapi penanda barang yang halal menurut MUI yang kewenangannya untuk menandai diberikan oleh UU. Kalau orang Islam tak memilih barang yang halal menurut MUI, itu tidak ada sanksinya. Orang Islam makan daging babi saja tidak ada sanksi hukumnya. Ya, dosa saja,” ucap Mahfud.

Ucapan tersebut kemudian dikomentari oleh Tifatul Sembiring. Dia mengatakan, sesuatu yang sudah difatwakan oleh ulama harus diamalkan.

“Fas aluu ahladz dzikri inkuntum laa ta’lamuun. Tanyakan pada ulama, jika engkau tak mengerti. Nah kalau sudah difatwakan, ya amalkan dong. Kalau nggak, ngapain nanya? Wamaama’nafatwa,” tulisnya melalui akun @tifsembiring.

Kemudian dibalas lagi oleh Mahfud. Menurutnya fatwa itu macam-macam dan berbeda-beda sehingga bisa dipilih mana yang diikuti.

“Loh fatwanya kan macam-macam dan beda-beda. Misal, soal ucapan Natal, Bunga Bank, Memilih Pimpinan antara fatwa MUI, NU, Muhammadiyah sering beda-beda. Jadi boleh ikut atau tak ikut yang mana saja. Itu maksudnya,” ucap Mahfud, dilansir dari Detik pada Jumat 26 November 2021.

Baca Juga:  Sebut RUU HIP Usulan DPR, Mahfud MD: Soal Mau Dicabut Atau Tidak Itu Bukan Urusan Pemerintah

Lalu dijawab lagi oleh Tifatul. Ia mengatakan orang yang bertanya tentang sesuatu kepada ulama harus mengikuti fatwa yang dikeluarkan ulama untuk menjawab pertanyaan itu.

“Maaf Prof, fatwa itu dikeluarkan ulama kan jika ada yang bertanya tentang suatu masalah agama. Lalu dijawab, tentu yang bertanya harus ikuti itu. Setuju, pendapat ulama itu beda-beda. Silakan minta fatwa kepada ulama yang diyakini. Lalu ikuti. Sesuai perintah Al-Qur’an. Wallahu Alam bisshowwab,” ujar Tifatul.

Kemudian dibalas lagi oleh Mahfud dan ia mengaku setuju dengan pendapat Tifatul soal fatwa mesti diikuti, namun bukan secara yuridis.

“Setuju, Ustaz Tif. Secara etis (bukan secara yuridis) jika minta fatwa mestinya fatwanya diikuti. Tapi itu etis saja, tidak harus. Selain itu, banyak fatwa MUI, NU, Muhammadiyah, dan lain-lain yang dikeluarkan bukan karena ditanya tapi hanya merespons kontroversi di publik. Misal soal Porkas dan memilih pemimpin,” ujar Mahfud.

Baca Juga:  Mahfud Bicara Soal Politik Uang di Pilkada Langsung dengan Lewat DPRD

“Prof Atho’ Mudzhar dulu menulis disertasi (sudah dibukukan) tentang fatwa MUI. Setelah Nabi wafat, para sahabat Nabi dulu jika dimintai fatwa saling tunjuk untuk menjawab. A menunjuk B terus ke C, D, terus menghindar dan saling tunjuk hingga akhirnya kembali ke A lagi. Banyak pesan dari ibrah ini,” sambung Mahfud.

Lebih lanjut Politikus PKS tersebut mengaku membiasakan diri patuh terhadap ulama.

“Muwaffaq Prof. Poin saya lebih kepada membiasakan nunut ulama. Mohon maaf, semoga berkenan. Semoga Allah karuniai kesehatan, Prof,” cuitnya.

Akhirnya Mahfud pun menganggap perbedaan antara dirinya dengan Tifatul memberi pemahaman ke masyarakat. Mahfud menutup perdebatan soal fatwa MUI ini dengan pantun.

“Saya berkenan dan suka, Ustaz Tif. Diskusi kita memberi pemahaman kepada masyarakat tapi tidak dengan cara menggurui. Cari parkiran muter-muter, tomat dimakan bersama sate, tukar pikiran lewat Twitter, Umat paham tanpa merasa didikte. Wajah dengan air mata bahagia, tertawa berguling di lantai, pantun saya benarkah Salami alaik,” tulis Mahfud dengan emoji tertawa dan tangan terlipat.

Sumber: terkini.id

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan