Fadli Zon: Rakyat Merasa Tidak Diajak Pemerintah Dalam Memutuskan Apa Yang Dibutuhkan Rakyat

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/2/2020).(Foto: KOMPAS.com/Haryantipuspasari)

IDTODAY.CO – Politikus Partai Gerindra Fadli Zon menilai pemerintah tidak melibatkan rakyat sebagaimana mestinya terkait pemutusan kebijakan penting.

Demikian juga, Fadli Zon mengaku dirinya semaksimal mungkin menjalankan tugas sebagai anggota DPR sebagai perwakilan suara rakyat. Karenanya, dia menyayangkan bila setiap kritikan anggota DPR di reduksi dan diwakilkan oleh Fraksi setiap partai di parlemen.

Pernyataan tersebut disampaikan Fadli Zon dalam diskusi ‘#ReformasiDikorupsi #MosiTidakPercaya Di Mana Partai Politik Kita? Kamis (22/10).

“Saya berusaha semaksimal mungkin untuk memfungsikan sebagai perwakilan rakyat sekaligus tentu di dalam partai, bagian dalam perjuangan partai, Gerindra dalam hal ini, supaya koridor nya itu jelas mana yang merupakan daulat rakyat mana yang merupakan daulat partai,” katanya sebagaimana dikutip dari Merdeka.com

“Ketika kita disumpah menjadi anggota DPR, kita disumpah memperjuangkan aspirasi rakyat dan memperjuangkan kepentingan rakyat, itu sumpah pertama menjadi anggota DPR,” imbuhnya.

Baca Juga:  Dugaan WNI Diperbudak China, Fadli Zon: Pemerintah Harus Tuntut Pihak China

Lebih lanjut, Fadli mengatakan setiap fraksi partai di DPR merupakan perpanjangan partai politik. Karena itulah, fraksi merupakan tempat para kader partai mencari solusi terkait perbedaan sikap yang terjadi diantara mereka.

Menurutnya, Sejauh ini pun, tidak ada masalah di Gerindra mengenai keinginan mengkritik apalagi kritikan itu mempunyai suatu dasar.

“Yang kita sayangkan semua masukan dan kritik itu direduksi, kalau semua praktik dan masukan itu direduksi hanya jadi perwakilan, dan diwakilkan oleh cuma segelintir orang misalnya cuma ada suara fraksi dan tidak ada suara kedaulatan anggota itu akhirnya bisa terbentuk oligarki,” urainya.

Fadli Zon mengatakan, Indonesia sangat berpotensi menjadi oligarki apabila semua keputusan dalam bernegara hanya diambil oleh Presiden dan 9 ketua umum parpol.

“Itu kalau diteruskan lagi ke puncak kita ini memang akan menjadi negara oligarki yang cuma hanya beberapa orang saja yang memutuskan, cukup presiden dan 9 ketua umum partai, itu menurut saya akan menjadi korban adalah masyarakat,” urainya.

“Karena ketika bersepakat apapun, mungkin niatnya untuk memperbaiki kondisi dan mendukung rakyat, tapi rakyatnya tidak merasa di ajak apa yang sebetulnya dibutuhkan oleh rakyat,” pungkasnya.[merdeka/brz/nu]

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan