IDTODAY.CO – Gaya komunikasi Mensos Tri Rismaharini yang sering emosi dan marah-marah menunjukkan ketidakdewasaan dalam mengejawantahkan kepemimpinan yang demokratis.

Sikap emosional Mensos Tri Rismaharini mengenai pendataan Program Keluarga Harapan (PKH) di Gorontalo menunjukkan ketidakdewasaan itu.

Oleh karenanya, wajar bila aksi marah-marah Mensos Risma tersebut membuat Gubernur Gorontalo Rusli Habibie tersinggung.

“Gaya eratik dan meledak-ledak lebih cocok digunakan dalam pola kepemimpinan autokratik, bukan dalam ruang demokrasi yang matang dan dewasa,” kata Direktur Eksekutif IndoStrategic, Ahmad Khoirul Imam dalam keterangannya yang diterima redaksi, Senin pagi (4/10).

Baca Juga:  Dampak Corona, Risma: Sebetulnya Yang Paling Terimbas Adalah UMKM Yang Kecil Sekali

Aksi Mensos Risma yang meledak-ledak itu kontradiktif dan berpotensi menimbulkan kegaduhan serta keterbelahan di tengah masyarakat.

“Dalam ruang politik masyarakat yang plural Indonesia, gaya komunikasi Mensos Risma berpotensi membelah masyarakat dan menciptakan kegaduhan yang tidak sepatutnya terjadi,” kata Umam.

Terlebih, mantan Walikota Surabaya itu bukan kali pertamanya marah-marah di ruang publik. Sehingga, akan sulit bagi masyarakat untuk bisa menyukai apalagi simpatik dengan kemarahan yang dianggap sebagai simbol ketegasan.

“Sebaliknya, kemarahan berlebihan yang diulang-ulang, justru berpotensi dianggap sebagai bentuk kepongahan dari ‘drama queen’ yang belakangan sudah mulai muncul dalam ruang opini publik,” tandasnya.

Gubernur Gorontalo Rusli Habibie sebelumnya mengaku tersinggung dengan sikap Menteri Sosial Tri Rismaharini yang marah-marah kepada warganya.

“Saya alumni STKS, tahun 80-an sudah kenal Menteri Nani Soedarsono, para Dirjen, tapi tidak ada yang sikapnya begitu. Saya tersinggung, saya enggak terima,” kata Rusli.

Baca Juga:  Edy Rahmayadi: Aksi Sujud Risma Itu Lebay

Sumber: pojoksatu.id

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan