Jubir FPI Sebut yang Berwenang Memberi Instruksi Turunkan Baliho HRS Gubernur DKI Bukan TNI

Inisiator Habib Rizieq Shihab Center (HRS Center) Abdul Chair Ramadhan. (Foto: Istimewa)

IDTODAY.CO – Juru Bicara Habib Rizieq Shihab, Abdul Chair Ramadhan menyayangkan pernyataan Pangdam Jaya yang meminta anggotanya menurunkan baliho Rizieq. Sebeb, menurutnya, yang berwenang dalam memberikan instruksi menurunkan baliho Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) itu, bukan TNI melainkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

“Perintah pencopotan baliho Imam Besar HRS oleh Pangdam Jaya sangat disesalkan dan layak dipertanyakan. Di sini tidak ada alas hak berdasarkan peraturan perundang-undangan. Kewenangan itu ada pada Satpol PP yang notabene berada di bawah Gubernur DKI Jakarta,” kata Abdul. Seperti dikutip dari jpnn.com (21/11/2020).

Baca Juga:  KIB Minta Maaf, MUI Apresiasi Partisipasi FPI Tegakkan Kamtibmas

Ia melanjutkan, sepanjang pemasangan baliho tidak bertentangan dengan peraturan yang ada, maka keberadannya adalah sah dan tidak dapat dikebiri.

Menurutnya, pengebirian terhadap saluran ekspresi pikiran dan sikap sesuai dengan hati nurani sama saja dengan tindakan persekusi dan kriminalisasi terhadal hak asasi manusia.

 “Terlebih lagi, konten baliho Imam Besar HRS sama sekali tidak mengandung unsur delik. Tidak ada narasi yang bersifat tercela atau melawan hukum. Dalam hal suatu konten yang diduga mengandung perbuatan pidana, seperti ujaran kebencian, permusuhan maupun pengahasutan atau provokasi, maka itu pun harus melalui serangkaian proses hukum,” jelas Abdul.

Baca Juga:  FPI Pertanyakan Pernyataan Pangdam Jaya Sebut Prihatin Ucapan Kotor Habib: Kotornya di Mana?

Terkait proses hukum, kata Abdul, TNI pun tidak boleh terlibat di dalamnya. Apalagi sampai turun mencopot langsung baliho Rizieq di sejumlah tempat. Dia juga menanyakan di mana letak permasalahan konten dalam baliho itu.

 “Apakah gagasan Revolusi Akhlak Imam Besar HRS dipersepsikan sebagai perbuatan yang membahayakan persatuan nasional, setidak-tidaknya bertentangan dengan hukum pidana? Apakah pula kepulangan Imam Besar HRS diposisikan sebagai ancaman terhadap eksistensi negara? Bukahkah konstitusi telah menjamin kebebasan berpendapat dan berekspresi dalam menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nurani melalui saluran apa pun atau dalam hal ini baliho,” jelas dia.

Saat ini, lanjut Abdul, merupakan era demokratisasi dan supremasi sipil, di mana keberlakuan pemusatan kebenaran oleh rezim tidak absolut. Dia menambahkan, titah penguasa bukan satu-satunya sumber kebenaran.

“Kondisi demikian tidak sesuai dan bertentangan dengan konstitusi, UU Hak Asasi Manusia dan Konvensi Internasional,” jelas Abdul.[jpnn/aks/nu]

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan