Menaker Sebut UU Cipta Kerja Buka Ruang Bagi Serikat Pekerja

Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah menyampaikan penjelasan terkait program subsidi pemerintah kepada pekerja dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Dirut BPJS Ketenagakerjaan dan DPR Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (26/8/2020). RDP tersebut diantaranya membahas program subsidi pemerintah kepada pekerja dengan upah dibawah Rp5juta dan evaluasi aturan hukum ketentuan BPJS Ketenagakerjaan untuk membantu peserta selama pandemi COVID-19.ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/aww.(ANTARA FOTO/PUSPA PERWITASARI)

IDTODAY.CO – Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah mengatakan Undang-undang (UU) Cipta Kerja memberikan ruang bagi serikat pekerja atau serikat buruh yang sedang mengalami proses pemutusan hubungan kerja (PHK) untuk memperjuangkan kepentingan anggotanya

Pernyataan tersebut disampaikan Ida Fauziah dalam konferensi pers UU Cipta Kerja, Rabu (7/10/2020).

“Kita sama sekali tidak meniadakan peran serikat pekerja, serikat buruh dalam mengadvokasi anggotanya ketika mengalami persoalan PHK dengan pengusahanya,” tegasnya sebagaimana dikutip dari Beritasatu.com.

Ida pun membantah, UU ini memangkas ketentuan persyaratan dan tata cara PHK. Alasannya, ketentuan dan syarat tata cara PHK tetap diatur sebagaimana Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Baca Juga:  Sindir Konferensi Pers Jokowi persis Airlangga, Rocky Gerung: Ngapain Jokowi Tampil Lagi?

Bukan itu saja, Ida Fauziah mengatakan bahwa UU Cipta Kerja justru semakin mempertegas pengaturan mengenai upah proses sebagai pekerja atau buruh selama PHK masih dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial, hingga adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Penjelasan tersebut sama dengan ketentuan Mahkamah Konstitusi tahun 2011 ketika PHK masih ada dalam proses, maka buruh masih mendapatkan upah dan ini ditegaskan di UU Cipta Kerja.

Lebih lanjut, tidak mengatakan bahwa UU Cipta kerja juga tidak dak serta merta menghapus ketentuan upah minimum yang akan diterima oleh buruh.

 “Jadi banyak yang berkembang bahwa upah minimum dihapus. Jadi upah minimum ini tetap kita atur kemudian ketentuannya tetap mengacu Undang-undang 13 Tahun 2003 dan PP 78 2015 memang selanjutnya tetap diatur Peraturan Pemerintah,” terangnya.

Pada akhirnya, Peraturan Pemerintah (PP) terkait UU tersebut akan mengatur lebih detail formula upah. “Terdapat penegasan variabel dan formula dalam penetapan upah minimum berdasarkan pertumbuhan ekonomi atau inflasi,” tambah dia.

Ida kemudian menegaskan, ketentuan upah minimum kabupaten atau kota juga dipertahankan. Sementara itu, yang baru dalam undang-undang ini ialah penghapusan penangguhan pembayaran upah minimum.

“UU ini, banyak sekali terjadi distorsi informasi terutama yang menyangkut soal ketenagakerjaan. Oleh karena itu, dia pun sangat berharap agar masyarakat khususnya para pekerja untuk membaca secara utuh isi dari UU Cipta Kerja atau Omnibus Law yang sudah disahkan melalui Paripurna DPR, Senin (5/10/2020) kemarin,” terang Ida Fauziah.

Karenanya, Ida Fauziah yang mengatakan sangat penting untuk menjawab kesalahpahaman yang beredar di publik.

Dia kemudian menegaskan bahwa jatuhan ketentuan sanksi pidana ketenagakerjaan dihapuskan merupakan kabar yang tidak benar. Pasalnya Ketentuan tersebut sudah dikembalikan sebagaimana terdapat dalam UU 13 Tahun 2003.

“Dari beberapa hal tersebut, maka bisa diketahui bahwa banyak distorsi yang berkembang di masyarakat yang sesungguhnya jauh dari kenyataannya,” pungkasnya.[beritasatu/brz/nu]

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan