IDTODAY.CO – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengaku bahwa kebijakan pembelajaran secara online atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) Bukan Keinginan pemerintah, namun terpaksa dilakukan mengingat kondisi pandemi virus Corona (COVID-19).

“Jadi PJJ itu bukan kebijakan pemerintah. PJJ itu kita terpaksa karena pilihannya antara ada pembelajaran atau tidak ada pembelajaran sama sekali karena krisis kesehatan,” kata Nadiem di SDN Polisi I, Jalan Paledang, Bogor Tengah, Kota Bogor, Kamis (30/7).

Menanggapi pernyataan tersebut, Wakil Ketua DPRD DKI Zita Anjani mengatakan bahwa mas Mentri harus memberikan solusi daripada terus berdalih.

“Pandemi ini memang bukan keinginan pemerintah, tapi solusinya ada di tangan pemerintah, di tangan Mas Menteri lebih tepatnya. Dibandingkan terus berdalih, kalau Mas Menteri berdalih terus, lebih baik Mas Menteri mengundurkan diri. Saya rasa itu lebih gentleman dan terhormat,” kata Zita dalam keterangan pers tertulisnya, Sabtu (1/8/). Seperti dikutip dari detik.com (01/08/2020).

Baca Juga:  Gagal Paham, Baiknya Nadiem di Resuffle!

Zita berharap Nadiem mendatangi langsung rumah-rumah penduduk. Sehingga mengetahui secara langsung betapa beratnya penerapan PJJ tersebut. Banyak anak yang tidak mampu membeli kuota internet. Alih-alih membeli kuota internet, uang untuk makan sehari-hari saja tidak cukup.

“Mas Menteri yang saya banggakan, PJJ memang baik, tapi tidak untuk saat ini. Dengan Indonesia seperti sekarang, kita bisa terapkan metode lain,” kata Zita.

Ia kemudian menyampaikan bahwa ada 62 daerah tertinggal di Indonesia. Center of Reform on Economics (CORE) memperkirakan penduduk miskin bertambah menjadi 30,8 juta jiwa selama pandemi, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyatakan ada 92,99 juta penduduk Indonesia yang gagap teknologi. Dengan kondisi ini, Indonesia belum siap untuk PJJ seperti yang dijalankan selama ini.

“Kalau Mas Menteri merasa kesulitan, tanya ke ahlinya. Sudah banyak pakar dan aktivis pendidikan yang memberi solusi pendidikan selama pandemi,” kata Zita.

Tidak hanya menyampaikan kritikan, Zita juga menawarkan beberapa solusi empat solusi pendidikan tanpa diskriminasi. Berikut empat jenis inovasi pembelajaran Zita:

1. Online Guided Distance Learning. Metode belajar online terpadu dengan bimbingan sekolah/mentor. Seminimalnya harus ada akses gadget, internet, inovasi kurikulum, dan yang terpenting pengawasan orang dewasa. Dapat diterapkan dengan prakondisi, terutama di zona merah yang punya infrastruktur memadai.

2. Support Guided Home Learning. Metode belajar di rumah dengan support dari sekolah/mentor. Khusus untuk yang tidak memiliki gadget dan/atau internet. Metode ini menekankan pada pengawasan orang dewasa, inovasi kurikulum, dan bahan pembelajaran. Sehingga peran orang tua sangat penting di sini. Dapat di terapkan dalam prakondisi.

3. Atau bisa juga terapkan metode Support Guided Community Learning, bagi yang tidak punya gadget atau internet. Dalam metode ini harus ada Inovasi Kurikulum, Bahan Pembelajaran, Fasilitas, dan Guru Pengajar. Sekolah yang datang ke lingkungan anak, bentuk komunitas-komunitas. Guru diterjunkan ke lokasi, bisa gunakan kantor RW, RPTRA, atau lapangan olahraga di lingkungan itu. Dapat diterapkan dalam prakondisi.

4. Terakhir ada New Normal School. Khusus untuk zona hijau, usia di bawah/di atas 17 tahun, dan Boarding School. Yang perlu menjadi catatan, sebelum sekolah di buka, harus pertimbangkan jumlah kasus di sekitar sekolah, simulasi dulu, baru diukur waktu yang tepat untuk buka sekolah.[detik/aks/nu]

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan