Menkopolhukam: Tidak Mungkin Korupsi Dianggap Budaya Indonesia

Menkopolhukam Mahfud MD dalam wawancara khusus dengan Kompas di Kantor Redaksi Kompas, Menara Kompas, Jakarta, Kamis (30/1/2020). Kabar terbaru Menkopolhukam Mahfud MD memberikan tanggapannya, Sabtu (25/4/2020), terkait kasus penangkapan aktivis Ravio Patra yang akhirnya dilepas polisi karena diduga WhatsApp yang diretas. (Foto: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

IDTODAY.CO – Dalam Sarasehan Online bertema Kembali Pancasila Jati Diri Bangsa, yang diselenggarakan oleh Dewan Guru Besar UGM pada Jumat (3/7), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan, tidak mungkin korupsi dianggap sebagai budaya Indonesia. Menurutnya, budaya merupakan produk akal budi, baik hasil daya cipta, rasa, dan karsa manusia yang baik.

Pada kesempatan itu pula, Mahfud menyebut bangsa selama ini mengklaim, budaya Indonesia adalah budaya adiluhung, budaya yang hebat, dan berperadaban tinggi.

Baca Juga:  Sindir Mahfud MD, Pengamat: Sebaiknya Menggunakan Bahasa Yang Mengayomi

“Budaya merupakan produk akal budi manusia yang baik sehingga tidak mungkin korupsi dianggap sebagai budaya Indonesia,” ujar Mahfud. Seperti dikutip dari Republika.co.id (05/07/2020.

“Maka itu korupsi tidak bisa disebut budaya melainkan harus dipandang sebagai kejahatan yang jika berkembang di dalam masyarakat harus diluruskan melalui politik kebudayaan dan politik hukum,” katanya.

Mahfud dalam kesempatan yang sama menyimpulkan bahwa kebiasaan yang buruk seperti perilaku koruptif tidak boleh dianggap sebagai budaya. Sebab, menurutnya, jika itu dianggap budaya, maka berarti kita tunduk dan pasrah alias bersikap fatalistik terhadap kenyataan. Padahal kebudayaan itu bersifat dinamis, bisa diarahkan atau direvitalisasi melalui politik kebudayaan.

Baca Juga:  Mahfud MD Jamin Tak Akan Bubarkan Al Zaytun, Perlakuan ke FPI Disorot: Ini Fakta Bahwa Kedzaliman Itu Nyata

“Kita bisa mencatat, ketika dunia politik didominasi oleh para negarawan dan politisi yang bersih maka negara kita relatif bersih dari korupsi,” kata dia.

“Ketika perekrutan politik berhasil menjaring orang-orang yang bersih dan tegas, maka korupsi bisa diminimalisir, seperti yang terjadi pada awal-awal kemerdekaan sampai akhir 1950-an dan pada periode-periode lain saat institusi-institusi negara dikendalikan dengan politik bersih,” kata Mahfud.[republika/aks/nu]

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan