IDTODAY.CO – Staf Khusus Presiden Joko Widodo menjadi “primadona baru” di media sosial. Namanya grab diperbincangkan olehtokoh nasional atas kinerja nya mendampingi presiden Jokowi dalam menjalankan tugas kenegaraan.

Akan tetapi, pembicaraan seputar mereka lebih mengarah pada sorotan atas ulah yang mereka perbuat beberapa hari belakangan. Publik menyoroti, seolah mereka menyalahgunakan wewenang yang dimiliki untuk melancarkan bisnis yang dijalani.

Baca Juga:  Tuding Airlangga Hartarto Begal Digital, Golkar akan Laporkan Rizal Ramli ke Polisi

Misalnya, Stafsus Presiden Andi Taufan Garuda Putra yang berkirim surat ke camat se-Indonesia dengan menggunakan kop Sekretariat Kabinet terkait perusahaanya, PT. Amartha Mikro Fintek (Amartha) agar diikutsertakan dalam giat melawan Covid-19.

Begitu juga dengan Belva Devara yang perusahannya, mendapat proyek sebagai salah satu aplikator Kartu Prakerja. Nilai dari total proyek aplikator itu sendiri mencapai Rp 5,6 triliun.

Baca Juga:  Rizal Ramli ke Jokowi: Rakyat Kenyang di PHP, Orang Asing kan Tak Tahu

Rizal Ramli mengingatkan bahwa amanah dan fatsoen antara menjadi pejabat publik dan pengusaha itu sangat berbeda jauh. menurutnya, kalau memang gemar mencari uang lebih baik jadi pengusaha, bukan jadi pejabat negara.

“Ingat amanah dan fatsoen-nya beda, ngurusin rakyat bukan kantong pribadi. Lebih baik fokus jadi pengusaha sukses, bermanfaat dan dihormati. Daripada tikus yang perlu dikepret,” tutup nya.

Bahkan, menurutnya fenomena Stafsus Presiden yang terkesan menggunakan kewenangan untuk memperkaya perusahaan termasuk sebagai conflict of interest yang sangat tidak pantas dilakukan oleh pejabat publik. “Kalau soal sederhana seperti etika “conflict of interest” aja ora ngerti, ndak usahlah menjadi pejabat negara,” tekannya dalam akun Twitter pribadi sesaat lalu, Jumat (17/4).[brz]

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan