Bersatu Hadapi Corona, Sudahkah?

Eriga Agustiningsasi, S.KM (Foto: Dok. Penulis)

Oleh: Eriga Agustiningsasi, S.KM
Kota Pasuruan

Mari Bersatu Melawan Corona! Jargon optimisme penyemangat di tengah keputusasaan melawan pandemi COVID-19 yang terus memakan korban. Bahkan himgga detik ini, jumlah kasus postif tembus angka 3000an! Jumlah yang tidak sedikit dalam waktu yang sangat singkat. Bahkan korban meninggal pun mendekati angka 300. Lalu timbul pertanyaan, sudahkah kita benar-benar bersatu menghadapi virus yang berasal dari negeri Tirai Bambu ini?

Jika mengikuti bagaimana rekam jejak sikap negeri kita dalam menagggapi virus yang menyerang sistem pernapasan manusia ini, maka kita akan dapati beberapa sikap dalam merespon hal tersebut, antara lain:

Pertama, sikap panik. Sikap panik ini nyatanya bukan hanya merugikan diri sendiri melainkan juga merugikan orang lain. Mengapa demikian? Masih ingatkah ketika ada kabar datangnya virus ini ke Indonesia, ada sebagian yang panik dan segera bergegas memborong segala keperluan hidup. Mulai dari masker, handsanitizer, bahan-bahan makanan, popok bayi dan barang-barang lain yang sekiranya dibutuhkan ketika mengisolasi diri di rumah. Akibatnya barang-barang yang dibutuhan banyak orang pun menjadi langka, tebatas jumlahnya.

Kedua, golongan orang-orang yang santai, menganggap bahwa negeri yang notabene negeri  beriklim tropis memungkinkan virus tersebut tak dapat bertahan hidup. Bahkan golongan yang kedua ini,ada beberapa orang yang berpendidikan tinggi. Kemudian bagaimana respon mereka? Santai. Tidak ada antisipasi penuh pencegahan penularan COVID-19. Termasuk kegiatan transportasi yang melibatkan mobilisasi penduduk dari satu kota ke kota yang lain, bahkan ada yang justru memberi diskon besar-besaran untuk penerbangan ke luar negeri! Hingga masih dibiarkannya WNA masuk ke bumi pertiwi untuk berinvestasi sebagaimana biasanya.

Baca Juga:  Suara Rasa Kemanusiaan: Keadilan untuk Novel Baswedan

Ketiga ialah golongan orang-orang mencampuradukkan konsep tawakkal (berserah diri kepada Allah) atas qadha (keptutsan Allah yang manusia tidak dapat menghindarinya) atau sering disebut dengan takdir dengan aspek ikhtiar usaha manusia. Nah, ini juga berbahaya, mengapa? Karena tidak akan ada usaha maksimal dalam berikhtiar mencegah penularan virus ini sebagai pemenuhan hak-hak tubuh yang Allah titipkan kepada manusia untuk dijaga kesehatannya. Padahal amanah tersebut kelak Allah mintai pertanggngjawaban atasnya..

Keempat, ada golongan masyarakat yang tetap waspada dan sedari awal mencegah bagaimana pemutus penularan COVID -19 agar tidak masuk ke dalam negeri ini. Golongan masyarakat ini telah mampu membedakan mana wilayah tawakkal mana yang ikhtiar yang akan Allah mintai pertanggunjawaban.

Itulah kondisi di awal munculnya kasus korona sebelum banyak korban berjatuhan di Indonesia.

Kini angka positif yangterinfeksi Virus Corona sudah mencapai angka 3000 an lebih. Bahkan jumlah yang meninggal semakin bertambah setiap harinya. Daerah dengan zona merah semakin meluas. Lalu, dengan kondisi demikian apakah keemnpat golongan masyarakat dalam bersikap tersebut bisa bersatu dengan satu pemahaman bersama-sama memutus rantai penularan COVID-19? Termasuk pemerintah di negeri ini?

Baca Juga:  Womenomics; Produk Kesetaraan Gender Berbalut Pemberdayaan Perempuan

Kebijakan telah dibuat, berbagai pilihan telah dipilih. Mulai dari kebijakan tes massal (rapid test) hingga Pembatasan Sosial Skala Besar (PSSB) yang telah diberlakukan di Jakarta, daerah dengan jumlah yang terinfeksi terbanyak di Indonesia. Tentu mereka ingin bersama-sama menuntaskan dan memutus penularan virus Corona sampai ke akar-akarnya, mengingat korban yang telah berjatuhan sudah mencapai angka yang fantastis. Dengan kondisi demikian, sudahkah masyarakat bersatu untuk melawan Corona?

Jakarta sebagai kota dengan jumlah postif Corona terbanyak di Indonesia, telah memberlakukan PSSB jumat-Minggu ini. Namun hal ini tidak diikuti oleh daerah lain yang kasus positif diatas kertas masih sedikit. Masih terlihat orang berlalu lalang, anak- bermain diluar rumah, muda-mudi asyik nongkrong, dan kegiatan yang mengundang banyak kerumunan. Bahkan tanpa menggunakan APD seperti masker ketika keluar rumah. Tentu sangat sulit untuk memutus rantaipenularan virusini jika antara pemerintah, petugas hingga masyarakat umum tidak satu pemahaman dan satu kesatuan didalamnya.

Gerakan bersama-sama dalam memutus rantai penularan COVID-19 sangat butuh dilakukan. Bahkan juika dilakukan seluruh negara di dunia, maka sangat ampuh menuntaskan pandemi ini. Namun butuh kerja ekstra dalam mengedukasi mulai dari tataran masyarakat hingga pemerintah untuk bersama-sama berkomitmen memutus rantai penularan virus ini. Bayangkan jika seluruh negera di dunia ini bersatu, berkomitmen untuk bersama-sama mengisolasi wilayahnya, maka tiada tempat bagi Corona untuk hinggap di tubuh manusia. Tentu ini bukanlah perkara mudah, namun pernah Rasulullah contohkan di masa kepemimpinan beliau. Solusi yang telah Allah contohkan melalui perilaku Rosulullah. Rasulullah bersabda,

Baca Juga:  Pak Jokowi, Posko Pemenangan Gibran Bikin di Istana Saja

“Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah janganlah kalian memasukinya. Jika wabah terjadi di tempat kalian berada jangan kalian tinggalkan tempat itu” (HR.Al Bukhari).

Ini pun juga dilakukan oleh Umar bin Khatthab saat terjadi wabah Tha’un. Hingga Allah memberikan pertolongannya. Lalu pertanyaannya, siapa yang mau menyatukan persepsi seluruh negeri di dunia ini? Agar pandemi Corona segera berakhir.

Sudah saatnya bersatu, ambil solusi dari Yang Maha Kuasa, Pemilik kehidupan ini. Dialah Allah SWT yang dengan pertolonganNya lah pandemi ini akan berakhir. Bersatu, hadapi Corona!

*Tulisan ini adalah ‘Surat Pembaca atau Opini‘ kiriman dari pembaca. IDTODAY.CO tidak bertanggung jawab terhadap isi, foto maupun dampak yang timbul dari tulisan ini. Mulai menulis sekarang.

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan