Oleh: Tony Rosyid (Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)

RUU HIP dicurigai oleh umat Islam sebagai bentuk upaya menghadirkan kembali komunisme. Apa dasarnya? Pertama, mendorong Pancasila ke Trisila, lalu diperas jadi Ekasila. Kedua, secara sengaja menyingkirkan TAP MPRS No 25 Tahun 1966 dari RUU HIP.

Umat Islam, baik melalui Maklumat MUI, Ormas dan hampir semua elemen umat Islam, tidak saja menuntut pembatalan, tapi juga meminta aparat berwajib untuk mengusut tuntas para oknum dibalik RUU HIP tersebut.

Bantahan berbagai pihak, khususnya dari kader PDIP terkait adanya unsur komunisme di dalam RUU HIP tersebut tak merubah stigma yang sudah terlanjur tertanam di otak umat.

Di tengah gelombang protes terhadap RUU HIP, partai berlambang kepala banteng ini justru memunculkan narasi dan sikap yang dianggap kontra-produktif.

Baca Juga:  PDIP Kritik Parpol Termasuk PKS yang Mendadak Tolak RUU HIP

Pertama, fraksi PDIP tetap bertekat ingin melanjutkan pembahasan RUU HIP. Sekaligus mengkritik sejumlah fraksi yang balik badan dan menolak RUU HIP.

Untuk menunjukkan keseriusannya melanjutkan RUU HIP, PDIP membuka tawaran. Menerima TAP MPRS No 25 Tahun 1966 dengan syarat larangan radikalisme dan khilafaisme juga harus dimasukkan dalam pembahasan RUU HIP.

PDIP juga menawarkan perubahan dari RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) menjadi RUU Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP). Nampaknya PDIP mau menggeser isu HIP dari PDIP ke BPIP. Langkah cerdik.

Kedua, PDIP mengerahkan massa tandingan di sejumlah tempat di saat umat Islam mengepung gedung DPR. Show the power. Sepertinya ingin memberi pesan bahwa PDIP juga punya kekuatan massa. Bahkan muncul ungkapan bahwa kader PDIP berjumlah jutaan. Untuk menunjukkan ini, ada instruksi kepada para kader untuk memasang bendera partai di rumah masing-masing.

Baca Juga:  Ringkus 20 Orang di Sekitar DPR, Polisi: Bukan Pendemo, Tapi Perusuh

Ketiga, terhadap para pembakar bendera, PDIP menuntut adanya pengusutan oleh pihak kepolisian. Meminta kepada seluruh pengurus PDIP se-Indonesia datang ke polres-polres setempat untuk melaporkan para pembakar bendera. Sudahkah ada laporan resminya ke pihak polisi? Belum terkonfirmasi.

Sikap dan langkah PDIP oleh banyak pengamat dianggap blunder. Akibatnya, tidak saja partai pengusung Jokowi ini ditinggalkan oleh semua fraksi di DPR, PDIP juga telah dianggap memancing emosi umat. Sikap dan langkah PDIP seolah memberi energi tambahan kepada umat untuk turun ke jalan. Faktanya, pasca PDIP mengeluarkan sejumlah pernyataan dan mengambil sikap, gelombang massa yang turun ke jalan di berbagai daerah semakin masif. Bahkan dari video yang beredar di medsos, pembakaran terhadap bendera PDIP masih terjadi di daerah.

PDIP, sebagai partai besar, jika tak ingin kehilangan konstituennya dari kalangan umat Islam, mesti mau melakukan evaluasi terhadap sikap dan langkah yang selama ini diambil. Ini bukan soal siapa yang kuat. Tapi ini soal nasib PDIP kedepan, dan demi menjaga keutuhan bangsa.

Jika PDIP tidak mengevaluasi sejumlah sikap dan langkahnya yang oleh banyak pihak dianggap provokatif, ini justru bisa memancing terjadinya demonstrasi besar-besaran. Bahkan diprediksi jauh melebihi 212. (*)

Jakarta, 27 Juni 2020

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan