Oleh: Nahdoh Fikriyyah Islam
Dosen dan Pengamat Politik

Polri Ingatkan Pemda Tidak Bertindak Semaunya Dalam Penanganan Corona. Sebagaimana diberitakan banyak sekali daerah di Indonesia yang mengambil kebijakan untuk menutup daerahnya dari akses orang luar. Lockdown lokal demikian mereka mengistilahkan. Kebijakan mandiri tersebut mereka ambil sebagai langkah antisipatif dari penyebaran virus Corona akibat kedatangan para pemudik dan TKI dari luar negeri.

Menanggapi hal tersebut Kaopspus Aman Nusa II penanggulangan COVID-19 Mabes Polri, Komjen Pol Agus Andrianto mengharapkan  kepala daerah bisa bekerjasama dengan pemerintah pusat. Agus meminta kepala daerah sebagai pelaksana kebijakan pemerintah pusat untuk bisa berkomunikasi dan berkoordinasi dengan baik demi optimalisasi penanganan Corona di daerahnya masing-masing.

Agus menegaskan bahwa pemerintah pusat selalu men-support pemerintah daerah terkait pengadaan dana penanggulangan Corona. Semua APBD tidak terlepas dari dukungan dan supply dana dari APBN. Agus berharap pemerintah daerah tidak bertindak layaknya seorang raja kecil yang bisa berbuat seenaknya sendiri titik setiap keputusan harus dikoordinasikan dan bersinergi dengan pemerintah pusat. (Idtoday.co. 05/04/2020)

Sebagai aparat penegak hukum dan pelindung rakyat, seharusnya kepolisian mementingkan keselamatan dan keberlangsungan hidup rakyat serta menjaga stabilitas keamanan di tengah-tengah masyarakat. Bukan menggertak Pemda yang telah melakukan banyak upaya untuk mengantisipasi penyebaran wabah covid-19.  Segala kemampuan dikerahkan dan segala kebutuhan dipenuhi di daerah oleh Pemda setempat. Lalu, dimana salahnya? Apa maksud Polri mengeluarkan statemen  demikian? Coba dianalisis dari beberapa Poin berikut.

Baca Juga:  Ketika Rakyat Ditimpa Musibah, Perwakilannya Dapat Hadiah?

Pertama, sejak Gubernur Jakarta mengumumkan banyaknya korban yang terinfeksi covid -19,  lockdown alias karantina tidak kunjung disetujui secara resmi. Bandara terus dibuka dan pendatang luar negeri terus ramai berkunjung ke Indonesia melalui penerbangan Soekarno-Hatta.  Hal tersebut tentu membantu penyebaran virus dari para pendatang yang tidak terdeteksi membawa wabah. Hingga Anies merasa perlu untuk memberlakukan lockdown. Dimana salahnya?

Kedua,  selain Jakarta memang terdapat beberapa daerah yang memberikan reaksi cepat untuk menutup daerahnya dari pendatang luar, khususnya dari pulau Jawa dan luar negeri apalagi China. Seperti Garut, Irian Jaya, Kaltara dan lainnya. Daerah ini betul-betul menutup semua akses bagi pendatang. Bahkan penduduk setempat dilarang keluar untuk sementara waktu. Baik pelabuhan dan Bandara ke luar daerah sementara ditutup. Jika ada yang masuk, harus melalui pos pemeriksaan kesehatan yg telah diletakkan di pintu-pintu masuk daerah. Apanya yang salah?

Ketiga, Kenapa Pemda selangkah lebih sigap?  Sebab faktanya, Pemda lebih terlihat peduli pada masyarakatnya. Menunggu kebijakan pusat untuk menutup pintu masuk penyebaran wabah dari luar daerah dan luar negeri, ibarat menunggu bulan di siang hari. Entah kapan pastinya!  Pemda memang memanfaatkan dana yang ada di APBD untuk memenuhi kebutuhan mendesak para medis dan sebagian dianggarkan untuk sembako bagi masyarakat tidak mampu selama karantina. Hingga warga terjamin hidupnya. Bukankah cara ini sudah benar? Lalu, kenapa  Polri melakukan sewot terhadap Pemda?

Keempat,  statemen Polri dengan menyinggung bahwa dana daerah berasal dari APBN seolah-olah menyiratkan sebuah ancaman. Dengan maksud yang tersirat, Pusat bisa berbuat sesuatu pad Pemda dalam hal anggaran daerah jika Pemda tidak mengikuti arahan Pusat. Kenapa harus diancam seperti itu?  Dan apa wewenang Polri menasehati Pemda? Pemda tetap lebih berhak mengatur daerahnya berdasarkan UU yang ada dan tidak perlu ada himbauan demikian dari Polri.

Pemda di sebagian tempat telah berupaya melakukan antisipasi untuk menekan angka penyebarana virus di daerahnya. Dengan demikian, sebenarnya pengeluaran daerah tidak akan membengkak dibandingkan jika daerah mengikuti arahan Pusat dan terus membiarkan orang lalu lalang ke daerah. Berapa biaya yang akan ditanggung daerah jika harus menanggulangi pengobatan pesakit asing yang masuk ke daerah?  Bukankah lebih boros?

Posisi Pemda saat ini sungguh dilema. Ketika Pemda hadir dengan bijaksana dan cekatan saat musibah justru dianggap mengangkangi pusat. Dan  giliran aset daerah dirampok para investor asing,  Pusat juga  yang kini  berkuasa penuh dan Pemda harus tunduk. Jadi, untuk apa tetap ada UU otonomi daerah?  Dan kenapa dulu saat pembentukan UU otda tidak terpikir akan melahirkan raja-raja kecil di daerah?

Pengurusan rakyat yang tumpang tindih dan tidak jelas adalah wajah demokrasi kapitalis. Memberlakukan kebijakan otonomi daerah tetapi mengebiri wewenangnya di saat tertentu. Saat keuntungan sangat menggiurkan Pusat, maka Pemda ditekan untuk diam. Begitulah pemikiran batil kapitalisme yang membuat perpecahan di dalam negeri. Pusat sebagai pemangku kebijakan mutlak dianggap lebih berkuasa dan mendominasi di semua daerah. Tapi giliran urusan rakyat,  Pusat serahkan ke daerah. Giliran aset daerah sangat menjanjikan bagi Pusat, Pusat meminta Pemda untuk bungkam!.

Baca Juga:  Asimilasi Kriminal, Gagal Jamin Rasa Aman

Kondisi ini akan terus berlanjut selama sistem kapitalisme diadopsi. Perseteruan dan dilema kekuasaan akan terus jadi polemik antara Pusat-Pemda. Sangat berbeda jika Negeri ini mengadopsi sistem pemerintahan Islam. Sistem pemerintahan yang sentralisasi dan semua tanggung jawab penuh seorang kepala Negara. Daerah hanya diurus oleh perwakilan Khalifah untuk mengurus warga sebatas urusan yang diamanahkan.       Administrasi kenegaraan akan diberlakukan desentralisasi sebagai strategi kemudahan bagi rakyat. Namun kebijakan pengurusan rakyat tetap memberlakukan aturan Pusat yang telah diadopsi oleh Negara, yaitu syariah Islam. Perkara teknis dan administrasi, perwakilan daerah seperti Gubernur, Bupati, Walikota boleh mengambil langkah yang dirasa memberikan maslahat dan mempermudah penyelesaian masalah. Sehingga antara Pusat dan daerah tidak akan dirundung kebingungan akan wewenang dan juga dilemma kekuasaan. Saatnya Indonesia melirik pemerintahan Islam sebagai alternatif solusi bagi seluruh permasalahan negeri. Wallahu a’lam bissawab.

*Tulisan ini adalah ‘Surat Pembaca atau Opini‘ kiriman dari pembaca. IDTODAY.CO tidak bertanggung jawab terhadap isi, foto maupun dampak yang timbul dari tulisan ini. Mulai menulis sekarang.

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan