Oleh: Nahdoh Fikriyyah Islam/Dosen dan Pemgamat Politik

Pasca dikeluarkannya status darurat sipil Senin kemarin oleh pemerintah pusat, masyarakat dan beberapa pengamat serta aktifis terkaget-kaget. Bagaimana tidak? Menangani wabah harus pakai UU darurat sipil adalah langkah yang gegabah. Namun, protes yang diajukan kepada pemerintah pusat akhirnya segera dikaji ulang dan diganti menjadi menjadi darurat kesehatan.  Setidaknya sedikit lebih logis bukan?

Tidak cukup dengan mengganti status darurat, kini muncul banyak pernyataan-pernyataan baru yang kelihatannya semakin nyeleneh. Salah satunya adalah ide pembebasan para napi ditengah kondisi pandemic. Alasan pemerintah melalui Kemenkum dan HAM, bahwa kondisi sesak di lapas dapat menjadi sarana tercepat bagi penyebaran corona. Demi menghindari hal tersebut, kebijakan memberikan potongan masa tahanan kepada Napi dirasa sangat perlu.

Disamping itu, Napi yang diprioritaskan itu mereka yang berusia belia. Sebab mereka akan terjaga jika dipulangkan ke rumah masing-masing. Apalagi mereka dikonfirmasikan tidak sedang dalam pantauan kesehatan. Tetapi pertanyaannya adalah, apakah cara ini efektif menangkal penyebaran bagi Napi yang lain? Dan adakah hubungan pembebasan Napi tersebut dengan pencegahan dan penurunan angka penderita covid-19?  Jika tidak, ada apa dibalik kebijakan tersebut?

Ide Pembebasan Napi Bukan Ide Murni Pemerintah

Semua masyarakat paham bahwa pemerintah sedang bekerja untuk penanganan kasus wabah corona ini. Segenap upaya dikerahkan, segala usaha dilakukan. Mulai dari penyediaan alat rapid tes, APD bagi tenaga kesehatan yang bertugas, intensif tambahan bagi paramedis juga dokter, sampai kepada pemberlakukan UU darurat situasi kesehatan. Tentu semua penuh perjuangan dan boleh diberikan apresiasi.

Namun sangat janggal, jika kelanjutan cerita pencegahan penularan atau penyebaran virus dikaitkan terhadap kebijakan pembebebasan Napi. Para Napi diberikan potongan hukuman bagi yang akan menyelesaikan hukumannya per desember tahun ini. Hampir setahun artinya mereka memotong masa tahanan para Napi tersebut. Waw, lumayan juga lo!

Jumlah napi dan anak yang akan dibebaskan juga tidak sedikit, sebanyak 30.000 dari lapas/rutan/LPKA seluruh Indonesia.  Sumut mendapatkan jatah sekitar 4700 napi dan anak, Jawa Timur sekitar 4300 dan Jawa Barat swkitar 4000.  Napi dan anak yang akan dibebaskan tersebut tidak terkait dengan kasus terorisme, narkotika, korupsi, kejatan HAM berat dan kejahatan transnasional terorganisasi Negara asing. Tetapi belakangan ini, koruptor juga diperjuangkan agar dapat dibebaskan. Serius?

Berarti, diluar kategori yang diasingkan, ada beberapa kategori kejahatan yang akan dibebaskan. Tetapi yang bagaimana ya? Pembunuh? Begal? Perampok? Pemerkosa? Wow!! Bukankah ini juga kejahatan Berat? Mereka inikah yang dapat potongan hukuman? Mengerikan sekali bukan? Harusnya ditindak tegas,malah dibelas kasihan.

Kebijakan pembebasan ini dilakukan berdasarkan surat keputusan yang baru dikeluarkan Artinya, bukan karena ada UU pidana yang telah melegalkan hal demikian. Dan kelihatannya, kebijakan tersebut bukanlah dilakukan semata-mata hanya di Indonesia saja. tetapi juga oleh Negara-negara lain. Seperti Amrika, Canada, Inggris,  Iran, serta Jerman. Artinya, kebijakan pembebasan napi sudah merupakan langkah global.

Tujuan Negara-negara tersebut adalah untuk membebaskan sel-sel sehingga area karantina dapat diatur untuk narapidana yang tertular penyakit. Selain itu, pelaku kejahatan seksual dan kejam tidak masuk daftar pembebasan. Langkah Negara-negara tersebut dengan alasan strateginya cukup logis. Dan memang meraka adalah Negara-negara yang bekerja professional dalam menangani persoalan dalam negerinya sebagai cerminan Negara maju.

Lain halnya dengan Indonesia. Alasan pengeluaran Napi bukan untuk memetakan dan menyusun napi agar rapi dan terpisah antara yang terinfeksi dan sehat. Bahkan dikabarkan semua napi yang akan dibebaskan bersih dari virus. Lalu kenapa dibebaskan? Kan lebih aman mereka disana sementara waktu ketimbang dikeluarkan karena wabah sedang berlangsung?

Baca Juga:  China Akan Buka Pangkalan Militer di Indonesia: Apa Implikasinya Bagi Indonesia?

Seandainyapun pembebasan itu adalah kesepakatan global, harusnya Indonesia juga mengemukakan tujuan yang sama. Bukan malah membuat alasan yang penuh tanda tanya. Dan rasanya lebih tepat mengatakan jika pembebasan Napi di Indonesia adalah modus untuk mengurangi beban anggaran memenuhi kebutuhan para Napi. Seperti yang disampaikan oleh Direktur pembinaan narapidana dan latihan kerja Produkasi direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Yunaedi, Negara bisa menghemat sebesar Rp.260 Miliyar. Mengurangi amggaran adalah alasan yang paling masuk akal.

Belum lagi jika koruptor ikut dibebaskan. Wow, wabah jadi keuntungan besar bagi mereka. Jadi, meskipun idenya global tetapi tujuannya ternyata tergantung masing-masing Negara. Malah Indonesia sangat mengambil keuntungan. Belum lagi dampak pembebasan Napi tersebut yang harus tetap diwaspadai. Apalagi jika mereka mengulangi kejahatannya selepas masa tahanan ditengah pandemic sekarang. Akhirnya, niat mencegah corona, malah nambah masalah krimimal.

Masalah Bertambah, Solusi Tak Kunjung Tuntas                       

Semakin hari semakin  kelihatan rusaknya sistem kapitalis yang diadopsi Negara ini. mengurus satu masalah wabah saja tidak becus. Ok, langkah–langkah pemerintah tetap diapresiasi. Tetapi disisi lain ada kebijakan yang justru mengundang masalah baru. Kenapa pemerintah tidak fokus pada wabah saja dan karantina? Kerjasama dengan paramedis, militer , dan juga para ilmuwan untuk menyelesaikan wabah ini dengan tuntas dan benar.

Untuk pembebasan Napi rasanya tidak perlu disegerakan.  Tetapi Negara malah mengambil kesempatan untuk mendapat keuntungan dari wabah. Para Napi juga mendapatkan hal yang sama, menuai keuntungan juga. Betapa lucunya negeri ini menangani wabah, banyak kebijakan yang tidal berkorelasi langsung dengan masalah utama. Harusnya yang utama itu adalah segera menutup penerbangan dan pintu-pintu masuk orang Asing khususnya mereka yang berasal dari Negara pembawa virus atau terinfeksi banyak seperti China, Amerika dan Italia atau Eropa.

Baca Juga:  “MANA 349 TRILYUN, TUAN TUAN DAN PUAN PUAN?”

Langkah penutupan itu sangat diharapkan. Sangat kontroversi sekali jika Napi dibebaskan, masyarakat dilarang mudik, dilarang kumpul-kumpul meskipun sehat. Namun pembawa virus terus diizinkan masuk. Pribumi justru malah dianggap jadi penyebar dan terus ditekan. Sementara korban yang terus berjatuhan juga adalah pribumi.

Sudah cukuplah kesalahan sistem kapitalis ini dipertahankan. Mengurus wabah saja tidak mampu, apalagi mengurus yang lebih besar. Dan itu sudah terbukti nyata pada masalah-masalah besar lainnya. Seperti LGBT, human trafficking, pemerkosaan, pedofil, korupsi dan sebagainya. Semuanya semakin menganga bukan berkurang.

Masalah terus bertambah, dan solusi yang ditawarkan tak kunjung menuntaskan persoalan hidup yang terus beekembang. Oleh karena itu, hanya Islam lah satu-satunya solusi jitu untuk menuntaskan semua persoalan hidup bangsa ini. Islam punya cara menyelasaikm masalah wabah. Islam punya solusi menyelsakkan kasus kriminal, Islam punya solusi menyelesaikan masalah keluarga, perempuan, bahkan sampai kepada pengangkatan seorang pemimpin Negara.

Islam sebagai problem solving seharusnya diadopsi oleh Indonesia untuk mengakhiri ketidakmampuan kapitalisme menyelesaikan persolan hidup yang selalu berujung tambal sulam. Semoga Islam akan segera tegak kembali untuk menyelamatkan dunia dari kerusakan kapitalisme. Wallahua a’lam bissawab.

*Tulisan ini adalah ‘Surat Pembaca atau Opini‘ kiriman dari pembaca. IDTODAY.CO tidak bertanggung jawab terhadap isi, foto maupun dampak yang timbul dari tulisan ini. Mulai menulis sekarang.

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan