Harapan Kosong Kesetaraan Gender

Harapan Kosong Kesetaraan Gender

Oleh: Rini Ummu Ihya (Pemerhati Sosial)

Perayaan Hari Perempuan Internasional tanggal 8 Maret 2020 baru saja digelar. Tak terkecuali di Indonesia. Namun, perjuangan perempuan untuk mendapatkan keadilan kian suram. Kiprahnya di sektor publik tak juga menggenjot nasib perempuan. Faktanya, semakin banyak perempuan terhinakan.

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat, sepanjang 2019 terjadi 2.341 kasus atau naik 65 persen dari tahun sebelumnya sebanyak 1.417 kasus. Komisioner Komnas Perempuan mengatakan, kasus kekerasan terhadap anak perempuan yang paling banyak terjadi adalah inses, kekerasan seksual dan kekerasan fisik. (nasional.tempo.co, 6/3/2020)

Komnas perempuan juga mencatat, kekerasan terhadap perempuan lewat dunia siber meningkat sebesar 300 persen. Kenaikan itu dikarenakan perempuan banyak menjadi korban intimidasi, berupa penyebaran foto dan video porno. Persoalannya adalah belum ada perlindungan hukum dan keamanan dalam internet untuk perempuan. (nasional.kompas.com, 6/3/2020)

Kejahatan siber terhadap perempuan di ranah komunitas, juga banyak dilaporkan. Yang mengemuka adalah pinjaman online yang mengintimidasi korban perempuan. Dipaksa membayar utang dengan cara pelecehan seksual. Mulai dari meminta membayar dengan layanan seksual atau meminta mengirimkan foto dan video porno, kemudian disebar untuk memaksa. Bila suami yang berutang, diminta menjual istrinya sebagai pengganti pinjaman.

Demikian peliknya permasalahan perempuan dalam kehidupan. Berbagai upaya dan gerakan memperjuangkan kaum perempuan. Namun, apakah cukup diselesaikan dengan kesetaraan gender?

Baca Juga:  Belajar Di Rumah Di Tengah Pandemi

Kebebasan Berperilaku

Hari perempuan internasional adalah perayaan untuk memperingati perjuangan perempuan dalam menuntuk hak-haknya. Sejarah perayaan ini diawali pada 1908, ketika 15.000 perempuan melakukan demonstrasi di kota New York, menuntut jam kerja lebih singkat, upah lebih baik dan hak memilih. Perayaan ini diusulkan Clara Zetkin dalam konferensi perempuan pekerja internasional di Kopenhagen, Denmark pada 1910.

Mulanya Hari Perempuan Internasional dirayakan pada 1911 di Austria, Denmark, Jerman dan Swiss. Perayaan ini menjadi resmi pada 1975 ketika PBB mulai memperingatinya. Hari Perempuan Internasional telah menjadi hari untuk merayakan seberapa jauh perempuan berperan dalam kehidupan sosial, politik dan ekonomi.  Secara politik, hari ini para pejuang hak-hak perempuan diarahkan untuk menuntut kesetaraan gender. Dengan alasan bahwa permasalahan ketidakadilan terjadi karena tidak sejajar antara laki-laki dan perempuan.

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Harapan kosong pun terjadi, permasalahan perempuan tak bisa diselesaikan dengan kesetaraan gender. Beragam kebijakan dan gerakan mengangkat kesetaraan, tidak menyurutkan jumlah dan jenis persoalan yg dihadapi perempuan.

Cara pandang liberal yang memberi solusi masalah dengan kesetaraan, justru menghasilkan masalah-masalah baru. Berupa konflik, persoalan disharmoni dalam keluarga dan masyarakat.

Kesetaraan gender dalam ekonomi misalnya. Dengan mendorong perempuan untuk bekerja. Otomatis meninggalkan tugas pentingnya mengurus rumah tangga. Bila kebahagiaan diukur hanya dari capaian materi semata. Akhirnya menghasilkan perempuan gila kerja. Bagi yang lajang, lupa menikah. Bagi yang berstatus menikah, anak dan suami tak menjadi perhatian utama. Muncullah konflik dan ketidakharmonisan dalam keluarga. 

Baca Juga:  Dilema Otoritas Pemda Di Bawah Tekanan Kebijakan Pusat

Kasus-kasus kekerasan terhadap anak-anak disebabkan terkikisnya peran ibu. Terutama pola asuh dan pendidikan. Ibu yang sibuk bekerja menyerahkan pendidikan anak pada pihak ketiga. Pada pengasuh anak atau yang lebih celaka diserahkan pada televisi dan gawai. Informasi baik dan buruk akan masuk dalam memori anak tanpa penyaringan. Akibatnya, anak-anak dapat menjadi korban kekerasan dan pelaku kejahatan. Masih segar dalam ingatan, terjadi kasus pembunuhan anak perempuan 5 tahun oleh gadis 15 tahun, akibat terinspirasi film berbau kekerasan.

Kesetaraan gender juga telah menjerumuskan perempuan pada kehinaan. Misi kesetaraan gender sesungguhnya adalah mengeksploitasi perempuan dan budaya hidup bebas (liberal). Demi melanggengkan pundi-pundi uang para kapitalis. Dengan dalih kesetaraan gender, perempuan dijadikan komoditas. Tubuhnya dipamerkan untuk menghasilkan uang. Sebagai bintang iklan berbagai macam produk jasa/ barang. Tak jarang anak perempuan pun jadi korban. Hilang masa indah anak-anak, karena harus sibuk bekerja menjadi bintang iklan/film. Kondisi seperti ini tak menjadi perhitungan para pegiat gender.

Selain pola asuh, kekerasan terhadap perempuan disebabkan abainya pemerintah dalam mengurus rakyatnya. Misalnya, di bidang sosial maupun budaya. Pemerintah tidak menyaring informasi dan budaya asing yang berbahaya. Konten pornografi, kekerasan, budaya gaul bebas dll mudah diakses oleh siapa saja. Tak heran bila kasus sosial terus mencuat setiap tahunnya. Sek bebas, sek sejenis, aborsi dll.

Di bidang ekonomi, pemerintah gagal menciptakan ekonomi yang baik untuk rakyatnya. Karena kekayaan alam Indonesia dikelola oleh swasta, bukan negara. Kebutuhan vital rakyat, seperti pendidikan dan kesehatan tak dapat dibiayai negara. Rakyat harus bekerja keras mencukupi kebutuhan hidupnya. Dalam situasi seperti ini, lagi-lagi perempuan didorong untuk bekerja. Baik rela atau terpaksa untuk membantu roda ekonomi keluarga.

Di bidang hukum, pemerintah gagal mencegah dan menindak kejahatan. Liberalisasi budaya dilegalkan. Konten merusak moral di media elektronik dan cetak bergentayangan. Penindakan kejahatannya, ala kadarnya. Tak sampai menyentuh persoalan.

Perempuan dalam Pandangan Islam

Islam memandang sama antara kedudukan laki-laki dan perempuan. Allah dwt berfirman dalam Surat Al-Hujurat (49): 13, artinya: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.”

Takwa diartikan menjalankan semua perintah Allah swt dan menjauhi semua larangan-Nya.

Kesetaraan gender yang diusung dunia Barat, bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam. Kesetaraan gender mendorong perempuan untuk hidup bebas tanpa aturan. Menentang perintah dan larangan Allah swt. Para muslimah seharusnya menolak ide kesetaraan gender. Selain berdosa dihadapan Allah swt, juga dapat menimbulkan malapetaka.

Perempuan pada masa pemerintahan Islam (khilafah) tak pernah mengalami penindasan, seperti di dunia Barat. Sudah saatnya kaum muslimin dipimpin oleh aturan Islam. Agar rahmat Allah Swt dapat kita rasakan. Aamiin.

Wallahu a’lam bisshawab.

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan