Hipokrisi Penguasa

Djumriah Lina Johan

Oleh: Djumriah Lina Johan
(Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Sosial Ekonomi Islam)

Aksi Presiden Joko Widodo blusukan malam hari di perkampungan di Sempur, Bogor, untuk memberikan bantuan langsung sembako kepada warga pada Minggu (26/4), memicu kritikan. Jokowi dinilai pencitraan karena urusan bagi sembako harusnya tak perlu presiden turun langsung. Lagi pula aksi itu bisa memicu kerumunan warga di tengah wabah corona.

Namun, politikus PDIP, Arteria Dahlan, menilai, dalam aksi blusukan Jokowi ada gaya khas kepemimpinan yang sudah lama melekat. Arteria lalu membandingkan Jokowi dengan kisah sahabat Nabi Muhammad, Umar bin Khattab. “Kalau dalam perspektif keislaman, kita punya gaya kepemimpinan egaliter sebagaimana telah dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Tidak bermaksud menyamakan, tapi ada kemiripan-kemiripan dalam hal kepemimpinan mereka,” ucap Arteria kepada kumparan, Jumat (1/5).

Statement politikus di atas tentu menimbulkan kegaduhan. Sebab, menyamakan antara gaya kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab dengan Presiden Joko Widodo tentu adalah salah satu bentuk delusional. Alasannya, ada dua faktor yang membedakan kedua penguasa tersebut. Pertama, sistem yang diterapkan. Dan kedua, karakter masing-masing pemimpin.

Baca Juga:  Tenang dan Sabar Hadapi Corona, Cukupkah?

Pertama, sistem. Berbicara mengenai kepemimpinan maka kita juga akan membahas sistem yang diterapkan negara tersebut. Khalifah Umar bin Khattab, tercatat di dalam tinta sejarah sebagai salah satu sahabat Rasulullah saw dan terpilih menjadi Khalifah kedua setelah wafatnya Abu Bakar Ash Shiddiq. Khalifah adalah sebutan khas untuk pemimpin negara Islam yakni Khilafah.

Di dalam sistem Khilafah, Khalifah diangkat melalui baiat berdasarkan kitabullah dan sunnah Rasul-Nya untuk memerintah sesuai dengan wahyu yang Allah turunkan. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 48, “Karena itu, putuskanlah perkara di antara mereka menurut apa yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.”

Dengan demikian, amat sangat kontras-lah kepemimpinan Khalifah Umar dengan Presiden Jokowi. Umar bin Khattab memerintah berdasarkan hukum Allah dalam naungan sistem pemerintahan Islam sedang Jokowi dengan hukum buatan manusia yang mengadopsi sistem pemerintahan demokrasi sekuler.

Apalagi jika menengok ke belakang, bagaimana alerginya rezim akan dakwah syariah Khilafah. Bahkan tak segan-segan untuk membubarkan organisasi yang gencar menggaungkan penegakkan Khilafah dan menangkap para aktivis dakwah serta mengkriminalisasi ulama yang bersebrangan dengan penguasa. Maka, di mana letak kemiripannya?

Kedua, karakter pemimpin. Ibarat bus yang membawa penumpang, jika mesinnya bagus tetapi drivernya ugal-ugalan maka kecelakaan tak dapat dihindarkan. Walhasil, sopir dan seluruh penumpang akan tewas di tempat. Dengan demikian, selain memiliki sistem yang baik, dibutuhkan pula karakter pemimpin yang kapabel.

Khalifah Umar bin Khattab terbukti menjalankan pemerintahan dengan baik. Selain karena sistemnya yang berasal dari Al Qur’an dan Assunnah. Juga karena karakter Umar ra yang beriman, bertakwa, serta amanah dalam memimpin kaum Muslimin. Umar bin Khattab tak segan memanggul sendiri gandum untuk rakyatnya yang kelaparan sehingga harus merebus batu. Tidak berhenti sampai di situ, Umar ra bahkan memasakkan gandum tersebut.

Baca Juga:  Islamofobia, Bahaya Laten Bagi Kaum Muslimin di Dunia

Khalifah Umar juga tak merasa malu maupun marah kala seorang wanita mengkritik kebijakannya mengenai pembatasan mahar. Umar justru berkata, “Wanita itu benar dan Umar yang salah.”

Hal ini jelas berbanding terbalik dengan rezim sekarang yang malah represif dan antikritik. Regulasi pun dibuat agar tak ada rakyat yang berani menghina presiden dan pejabat pemerintahan.

Dengan demikian, penyamaan gaya kepemimpinan Khalifah Umar dan Presiden Jokowi hanya karena blusukan di malam hari, nyatanya merupakan pembodohan publik. Jika memang pemimpin negeri ini ingin mengadopsi gaya kepemimpinan Umar, sudah selayaknya mengganti sistem negara ini menjadi sistem pemerintahan Khilafah yang menerapkan syariat Islam secara kaffah. Inilah yang diingatkan oleh Rasulullah SAW kepada kaum Muslimin, “Berpegang teguhlah kalian kepada Sunnahku dan Sunnahnya Khulafaur Rasyidin.” Wallahu a’lam bish shawab.

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan