Human Trafficking, Derita Perempuan Akibat Racun Feminis Produk Kapitalis

Derita Perempuan Akibat Racun Feminis Produk Kapitalis (Foto: Magdalene)

Oleh: Nahdoh Fikriyyah Islam / Dosen dan Pengamat Politik

Jajaran kepolisian Resor Metro Tangerang Kota mengungkap dugaan praktik perdagangan orang atau human trafficking, di kawasan kota Tangerang. Kasus itu terungkap setelah adanya laporan salah satu orangtua korban ke kepolisisan setempat. Pada praktik illegal yang telah berjalan selama dua tahun itu, sebanyak 16 perempuan tercatat sementara sebagai korban tindak pidana perdagangan orang.

Dari 16 orang tersebut menurut Kapolres Metro Tangerang Kota terdapat 10 orang anak di bawah umur. Dalam praktiknya, perekrerutan oleh pelaku dibuka melalaui online. Modusnya adalah sebagai agen penyalur tenaga kerja, baik sebagai baby sitter, asisten rumah tangga hingga tenaga kerja Indonesia.

Pada prosenya, setelah ada yang berminat masuk dalam agen penyalur kerja mereka, para korban akan diseleksi. Dimana pera pelaku akan memilih korban yang muda dan cantik.

Sealanjutnya setelah terkumpul akan dikabarkan kepada rekan perekrut yang ada di Batam. Namun ternyata, setelah sampai di Batam para korban tidak mendapatkan pekerjaan yang telah dijanjikan.

Dari hasil pemeriksaan Kapolres menyebutkan jika mereka dipekerjakan secara paksa,bahkan terdapat dugaan dipekerjakan melayani hubungan seksual. (vivanews.com. Rabu 18/03/2020).

Persoalan human trafficking atau perdagangan manusia tidak kunjung henti terjadi di Indonesia. Pasti ada saja berita tentang kejahatan ini setiap tahunnya. Dan sepertinya tidak ada hukuman yang mampu membuat jera bagi pelaku maupun korban. Benarkah demikian? Sebenarnya apa faktor utama yang menyebabkan perdagangan manusia terus terjadi.

Pertama, korban human trafficking (perdagangan manusia) yang ditangani oleh Kapolres Tangerang tersebut sebenarnya hanya angka kecil. Sebab angka itu hanya terdata setelah adanya korban melapor. Bagaimana yang tidak melapor? Jumlahnya diperkirakan jauh lebih mengejutkan. Apalagi cara perekrutan sudah modern/canggih melalaui online.

Jika situs – situs pencarian tenaga kerja di searching, pasti mudah menemukan agen-agen yang mengaku penampung calon tenaga kerja. Baik dalam maupun luar negeri. Pencarian dan transaksi korban tentu lebih mudah dan cepat. Meski tidak semua percaya otomatis pada setiap situs yang ada, namun para pencari kerja kelihatannya lebih cenderung berani mencoba karena desakan perlunya pekerjaan.

Kedua, seleksi perekrutan calon tenaga kerja dalam kasus human trafficking dikatakan Kapolres berujung pada hasil tes fisik yang cantik dan juga masih sangat muda. Hal ini menunjukkan bahwa market dan needing human trafficking adalah perempuan/gadis-gadis belia. Untuk apa? Seperti yang disampaikan Kapolres, untuk pekerja seks komersial (asusila).

Baca Juga:  Prediksi Pandemi Segera Berakhir, Solusikah Untuk Mendisiplinkan Warga?

Pelanggan jajan yang bekerjasama dengan jasa rekrut biasanya adalah lelaki hidung belang atau pemilik bisnis prostitusi illegal maupun legal. Misalnya bar, kasino atau diskotik-diskotik malam. Sebab penampilan para waitress yang menawan adalah modal utama untuk model-model bisnis tersebut. Mana mungkin laki—laki lebih laku atau yang sudah keriput. Kecuali para lelaki juga dibutuhkan untuk prostitusi LGBT dalam dan luar negeri. Intinya, pekerjaan dari kasus human trafficking yang ditawarkan jauh dari kategori halal (manusiawi), dan selalu identik dengan perempuan.

Ketiga, kasus human trafficking adalah kasus lama dan bahkan tetap menjadi kasus kejahatan yang terus meningkat. Tidak ada bedanya dengan kasus narkoba, pemerkosaan, zina, dan juga korupsi. Kian hari kian merejalela.

Pemerintah memang telah mengupayakan berbagai cara untuk menangani kasus human trafficking di Indonesia, namun faktanya tidak memberikan hasil yang menggembirakan. Beberapa peraturan yang telah diterbitkan pemerintah untuk penanganan human trafficking cukup banyak. Seperti UU Pemberantasan TPPO tahun 2007 yang menyebutkan bahwa mengkriminalisasi segala bentuk kejahatan yang melibatkan perdagangan tenaga kerja dan perdagangan seks dewasa dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

Ditambah peraturan yang dikeluarkan Kementerian Dalam Negeri pada bulan April 2018 yang  mengamanatkan Pemda untuk memuat pemberantasan TPPO dalam prioritas kebijakan. Polri juga sampai membentuk 13 Satgas untun membantu. Bahkan untuk korban anak di bawah umur telah ditegaskan sanksi pada UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Peraturan sebanyak ini, masih jauh dari fektif untuk mencegah dan mengakhiri human trafficking.

Keempat, Jika dibandingkan pengaduan Kapolres Tangerang yang menyebutkan data dua tahun terakhir, ternyata belum seberapa dibandingkan data-data yang ditemukan pihak lain. Misalnya data yang dirilis oleh Kedutaan Besar dan Konsulat AS di Indonesia menyebutkan bahwa Indonesia berada pada tingkat 2 terbesar di dunia dalam kasus kejahatan human trafficking. Khususnya untuk TK luar negeri. BNP2TKI menerima pengaduan sebanyak 4678 tahun 2018 meningkat dari tahun sebelumnya sebanyak 4475.

Data ini baru yang masuk, belum yang terdapat dilapangan tanpa laporan. Hampir setengah dari pengaduan tersebut adalah human trafficking atau sebanyak 2430 kasus.

Baca Juga:  Wabah Corona Merambah Daerah

Lain lagi menurut Direktur Rehabilitasi Anak Kementerian Sosial Cupsanto menyebutkan dari tahun 2016-pertengahan 2019 terdapat 4906 korban perdagangan manusia (human trafficking). Kementeriaan PPPA juga memberikan data fantastis sepanjang 2018 saja, terdapat 297 korban pekerja migrant dan seks komersial. Data-data yang sangat miris,bukan?

Indonesia memang bukanlah satu-satunya Negara yang mengalami praktek human trafficking atau menjadi korban. Beberapa Negara padat penduduk dan kategori miskin femomena ini biasa terjadi. Hanya saja, beda Negara beda penangana, beda perlakuan hukum dan juga sudut pandang budaya setempat. Tetapi yang perlu disepakati bersama adalah, akar permasalahan penyebab human trafficking adalah penerapan kapitalisme disetiap Negara.

Dengan tujuan hidup yang dipropogandakan adalah meraih materi dan keuntungan serta kebahagiaan dengan memuaskan fisik juga naluri. Khususnya Indonesia kategori Negara dengan indeks kemiskinan yang masih memprihatinkan. Bukan sebab Indonesia miskin potensi alam dan manusia. Tetapi lebih kepada kemiskinan yang dibentuk oleh sistem, sebab mengadopsi kapitalisme. Kondisi emonomi terus anjlok dan terus menuju pada kebangkrutan total.

Kondisi sulit demikian tentu membuat manusia semakin keras berfikir untuk mempertahankan hidupnya, dan keluarganya. Ditengah derasnya arus kapitalisme ditambah liberalisme, membuat siapapun akan berfikir untuk mendapatkan income dengan cara –cara yang mudah dan juga menjanjikan. Masuknya paham liberal telah membawa racun feminisme bagi kaum perempuan.

Kandasnya impian serta harapan untuk hidup layak di negeri yang kaya, membuat kaum perempuan nekat dan buta. Iming-iming perbaikan masa depan dan kehidupan telah menjadi alasan kaum perempuan untuk menerima pekerjaan apa saja asalkan mendapatkan materi/uang.

Pada dasarnya perempuan yang mengajukan diri untuk jadi calon tenaga kerja yang menjadi korban human trafficking tidak memiliki keahlian memadai. Bahkan untuk baca dan tulis pun masih ada yang tidak tahu. Tentu sangat menguntungkan bagi pihak calo untuk membodohi mereka. Asalkan modal fisik aman.

Sebagian memang berfikir hanya bekerja dan mendapatkan uang. Tidak semua siap dengan resiko jadi korban human trafficking. Namun jika sudah dijanjikan uang yang banyak, sulit untuk mengelak. Negara juga tidak serius dalam menangani kasus ini. Sebab, jika serius pasti ada perubahan yang signifikan.

Bagi anak di basah umur yang berusia pelajar, kondisi kemiskinan juga menjadi alasan utama untuk mencari kerja. Mereka  menyaksikan sekelilingnya ada teman yang hidup serba berlebih,dan tergiur untuk mengikutinya. Segala cara akhirnya ditabrak.

Baca Juga:  Melakukan Pembohongan Kepada DPR, Sri Mulyani Wajib Diberhentikan

Ada yang keluarga tukang cuci, tapi bisa memiliki handpone terbaru dan shoping tiap minggu di mall. Hanya dari keluarga petani pas pasan misalnya juga ada yang punya anak gadis bergaya bak anak pejabat. Ternyata tanpa sepengetahuan orangtuanya, mereka terlibat kasus human trafficking. Apakah sebagai korban, atau bekerjasama dengan para agen sindikat.

Itulah dampak racun feminisme yang  merasuki kaum hawa. Sudah tidak takut menabrak halal-haram dalam kehidupannya. Ketakutan akan kemiskinan telah membutakan iman juga melupakan akhiratnya. Meskipun menjadi asisten rumah tangga, pada dasarnya dalam tatanan praktek transaksi dapat dikatakana juga bentuk perdagangan manusia. Sebab agen tersebut tetap mendapatkan keuntungan yang besar dari para pelanggannya.

Hembusan racun feminis menghipnotis pikiran perempuan untuk terus bekerja dan mempertahankan hidupnya. Padahal dengan bekerja sebagai TKI/TKW perempuan jauh dari kemuliaannya. Namun feminisme terus mempropogandakan paham mereka agar kaum wanita membebaskan ha-haknya untuk membawa hidupnya kemanapun ia inginkan. Walhasil, kerusakan dan kejahatanlah yang menimpa kaum perempuan karena mengikuti hayalan kaum feminis tersebut.

Lebih dari 25 tahun kaum feminisme menyuntikkan racun kebebasan gender untuk kaum perempuan. Namun tidak ada hasil yang membuat kaum perempuan dimuliaakan dan bebas human trafficking. Semua hayalan kaum feminisme hanya retorika belaka. Sebab faminsime sebenarnya bekerja dibalik keinginan kapitalisme. Merusak kaum perempuan sebagai tiang Negara dan ibu generasi.

Saatnya kaum perempuan di dunia khususnya Indonesia terlebih pada muslimah meninggalkan dan menolak racun-racun feminsime. Tentu dengan meninggalkan paham dasarnya yaitu kapitalisme dan menggantinya dengan Islam.

Islam memiliki aturan hidup bagi kaum perempuan yang mampu memuliakannya dan menjauhkannya dari praktek human trafficking. Bahkan peluang sajapun tidak akan diberikan. Dan telah terbukti selama 13 abad mensejahterakan kaum perempuan. Islam tidak melarang perempuan bekerja di luar rumah. Namun Islam memberikan rambu-rambu jenis pekerjaan yang aman dan memelihara kemuliaan kaum hawa.

Tentunya hal itu akan terwujud jika Indonesia men-shut down kapitalisme dari Negara ini dan memginstall syariat Islam sebagai rule of law dan way of life ditengah-tengah masyarakat. Kelak tidak hanya human trafficking yang akan dibabat, tetapi semua kejahatan kemanusiaan yang tidak adil dan tidak beradab. Wallahua’lam bisshawab.

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan