Oleh: Nahdoh Fikriyyah Islam
Dosen dan Pengamat Politik

Selama pemerintahan rezim Jokowi, pembangunan infrastruktur  kian meningkat. Sebab investor asing terus berlomba menanamkan investasi mereka di Indonesia. Hasilnya, terlihat banyak pembangunan gedung-gedung baru, perusahaan swasta lokal maupun internasional. Tk kwtinggalan pembangunan jalan-jalan tol, jembatan-jembatan, hingga proyek raksasa calon ibukota baru. Kapitalis berebut untuk memberikan sumbangan pembangunan kepada pemerintah Indonesia. Mulai dari Negara China hingga Amerika sangat bergairah memberikan tawaran bantuan kepada pemerintah.

Seperti diketahui, Indonesia butuh dana yang fantastis untuk pembangunan infrastruktur khususnya ibukota negara baru di Kalimantan Timur. Dana yang dibutuhkan mencapai ratusan triliyun rupiah., yaitu sekitar 650 Triliun.  Sementara hutang Negara saja untuk luar negeri tertotal melebihi 5000 Triliun rupiah. Darimana pemerintah akan mendapatkan dana sebesar ratusan trilyun untuk membangun ibukota Negara baru? Jalan  atu-satunya yaitu menarik investor dan memanamkan investasi mereka lagi di mega proyek ini. Keterlibatan China, Amerika, Hongkong, dan Negara-negara lainnya untuk menanam investasi di proyek ibukota Negara baru adalah hasil keputusan pemerintah sendiri dan hal itu dipublikasikan pada rakyat melalui kabar media. Sehingga masyarakat dapat mengetahui betapa pembangunan infrastruktur di masa Jokowi adalah hasil investasi asing. Lalu, adakah salah dengan investasi asing yang terus melejit tertanam di Indonesia?

Investasi Asing : Antara Prestasi Dan Frustasi

Siapa yang tidak senang jika negaranya mengalami kemajuan fisik? Fitrahnya manusia pasti senang melihat keindahan dan kemegahan. Apalagi bicara bangunan atau gedung. Semua pasti gembira melihat jalan tol ditambah demi mengurangi kemacetan di kota-kota sebesar. Sehingga bisa mengurangi polusi udara juga kemacetan. Semua tentu senang melihat banyak tempat perbelanjaan maju dan modern karena terawat dan bersih, bebas becek dan juga bau. Semua juga tentu sangat senang jika anak-anak pergi ke sekolah dengan melintasi jembatan-jembatan yang kokoh dan juga lebar. Mereka tidak perlu harus dihanyutkan dengan plastic oleh bapaknya, tidak perlu lagi membuka baju seragam menyebrang sungai, tidak perlu lagi menangis karena ketakutan mendaki bukit dan kelelahan sebelum sampai ke sekolah. Semua tentu senang jika kemudahan hidup terwujud melalui banyaknya pembangunan infrasturktur. Jika maslahatnya telah dirasakan masyarakat secara umum apalagi khusus di daerah-daerah yang memang membutuhkan, tentulah dapat dinilai sebagai bentuk prestasi pemerintah.

Baca Juga:  Ugal-ugalan Dalam Kelola Negara, Faisal Basri: Pemerintahan Jokowi Seperti Titah Raja

Namun fakta berbicara sebaliknya. Pembangun digencarkan bukan di wilayah yang membutuhkan atau bukan yang kebutuhannya mendesak. Misalnya seperti di Jakarta dan sekitarnya, peningkatan pembangunan infrstruktur justru malah memberikan dampak lingkungan yang semakin buruk. Banjir semakin meluas tidak terkendalikan. Sebab wilayah ibukota telah rata tanpa hutan lagi dengan pembanguna gedung-gedung pemilik modal. Jalan tol dibangun juga dengan bayaran tarif yang melangit tetapi juga tetap rawan macet ada hari-hari tertentu. Kalaupun ada jembatan yang dibangun di daerah-daerah kecil,umurnya tidak panjang. Sekedar selesai, beres. Soal kejujuran dan kualitas, no complain!. Pembangunan infratsuktur hanya sekedar kerjar tayang dan target pengusaha serta pemegang tender proyek. Walhasil, rakyat juga yang gigit jari. Jika menuntut perbaikan, wow…memakan waktu bertahun-tahun. Bisa-bisa ditahan dulu sampai periode pemimpin berikutnya. Soalnya, dana sudah habis. Dapatkah ini diesebut prestasi?

Belum lagi bicara rencana tatanan infrastuktur calon ibukota Negara baru yang konon akan megah melebihi Dubai. Bahkan Presiden telah berkunjung ke Canberra untuk melihat langsung tata kota yang menurut Presiden sangat bagus dan  bisa menjadi inspiring bagi ibukota Negara baru. Megahnya seperti Dubai, rapi dan keteraturannya meniru Canberra.Wow! Amazing idea! Kira-kira siapa yang akan membangun ibukota baru secanggih itu? Dananya? Ya, selain investor yang membantu, Presiden mengatakan Indonesia bisa menjual sebagian lahan di Kalimantan untuk mencukupi biaya pembangunan ibukota baru. Lahan seluas 180 ha dianggap terlalu luas sehingga jika dijual akan membantu dana pembagunan ibukota baru sekitar 460T rupiah. Cara ini dianggap presiden sebagai alternatif mengurangi tanggungan APBN untuk pembangunan ibukota baru.  Solusi surprise Presiden! Kalau misalnya tanah itu dijual 2jt/meter, siapa yang mampu beli?

 Meskipun Presiden mengatakan bahwa tanah yang akan dijual bukan kepada perusahaan tetapi kepada individu dan dengan syarat harus mampu membangun tanah tersebut setelah ia beli. Presiden seolah-olah ingin mengibuli rakyat. Adakah orang yang mampu beli tanah semahal it terus langsung sanggup membangunnyaa kalau bukan kapitalis (pemilik modal) juga?  Ok, mungkin mereka akan membeli bukan pakai nama company atau holdingnya, tapi nama pribadinya. Bukankah sama saja? tetap tanah air tergadaikan kepada sawasta maupun asing. Jika nanti yang beli adalah individu pengusaha asing dari Eropa, Amerika, China, Australia dan Negara-negaa Lainnya, berarti sama saja dengan menjual tanah Indonesia ke pangkuan asing pemilik modal.

Apa sesungguhnya yang diinginkan oleh rezim begitu  berhasrat membangun infrastruktur dan ibukota baru? Secara keuangan negara, jelas Indonesia tidak mampu melakukannya jika tanpa pemodal. Meskipun berbagai penyangkalan-penyangkalan diucapkan oleh pemerintah . Jika memang tidak mampu membangun infrastruktur dan ibukota Negara baru, untuk apa dipaksakan? Memang tidak terlihat secara kasat mata, namun melalui berbagia informasi yang diberikan dan juga dengan menarik kesimpulan dari banyaknya peristiwa pembangunan inraftsukrtur serta hubungannya dengan tekanan kapitalis untuk Indonesia, sesungguhnya pemerintah kini dalam kondisi frustasi. Tekanan menimpa rezim, hingga cara apapun termasuk menjual setiap jengkal tanah bahkan menggadaiakan BUMN kepada asing terus ditawar-tawarkan. Dan rezim tidak punya solusi selain itu. Bukankah ini bentuk nyata dari frustasi rezim?

 Frustasi Akibat Kapitalis? Beralihlah pada sistem Islam          

Jelas sudah bahwa kapitalis adalah ideologi penjajah yang ingin menguasai aset-aset suatu Negara yang bukan Negara mereka. Negara-negara besar seperti Amerika, China, Australia dan Eropa adalah pemain ideologi kapitalis yang berlomba mencari mangsa ke negerai-negeri lain khususnya negeri kaum musimin. Sebab mereka tahu, bahwa potensi SDA negeri kaum muslimin melimpah ruah dan sangat menjanjikan untuk masa depan Negara dan msyarakat mereka. Apalagi negeri-negeri muslim hari ini tidak punya kekuatan ideologi yang diterapkan sebagai benteng dan pertahanan dari rongrongan kapitalis penjajah. Bahkan negeri muslim juga turut mengadopsi ideologi kapitalis. Sehingga mereka juga menjalin kerjasama. Namun apakah yang didapat dengan kerjasama yang disepakati?

Prinsip kapitalisme adalah perang menang-kalah. Artinya hanya akan ada satu pemenang dalam pertandingan. Bagi yang kalah, bersiaplah jadi mangsa.  Indonesia juga bak Negara mangsa dihadapan kapitalis dan merupakan sasaran empuk yang menjanjikan. Dengan mengikat Indonesia menyetujui banyak kerjasama dan perjanjian-perjanjian ekonomi, politik, pendidikan, dan sebagainya membuat Indonesia tidak bisa berkutik dihadapan Negara-negara kaya pemilik modal tersebut. Perjanjian ekonomi telah melahirkan UU PMA dan juga jalan mulus masuknya investor dari segala penjuru Negara kapital. Hutang terus ditawarkan, bantuan pembangunan terus digencarkan, tetapi semua syarat dengan kepentingan mereka saja. Kelak, Indonesia akan dikuasai penuh Negara kapitalis dan rakyat hanya jadi jongos-jongos kasar di tanah sendiri. Bagaimana tidak? Jika hutang dengan mereka telah diatas batas limit dan tidak mampu dibayarkan pemerintah? Bukankah setiap hutang juga ada anggunannya? Tentu anggunannya bukan ringan, pulau pun tergadai. Hutang yang harus dibayar meliputi bunga dan induknya.

Baca Juga:  Kemenkeu Cetak Rekor Nominal Tertinggi USD Bonds Sepanjang Sejarah

Hutang yang diambil bukan hanya sekedar dari perjanjian ekonomi, namun juga transaksi politik hasil pemilu/pilkada. Dana-dana kampanye yang dipakai oleh para calon pemimpin tidak lepas dari pinjaman-pinjaman pemilik modal. Bayangkan berapa calon anggota dewan mulai dari daerah hngga pusat tiap 5 tahun? Bagi yang tidak punya modal/kurang modal, siapakah yang menutupi kalau bukan pemodal? Harga demokrasi dalam pemilu/pilkada itu tidak main-main, tergantung dapil yang ingin diraih. Belum lagi kasus mahar-mahar partai yang sudah tercium baunya ke permukaan. Semua memerlukan baiya yang sangat mahal. Pasca pemilu/pilkada, bukankah balik modal yang harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum mengambil untung? Maka bagi pemodal tergantung pilihan mereka dengan apa dibayarkan. Apakah kembali modal yang dipinjamkan atau meminta imbalan secara legal melalui aturan-aturan siluman yang akan bermunculan. Lihat saja RUU Omnibus law sekaramg., jika dulu ada UU Migas, UU PMA, dan lainnya.

Dari hulu ke hilir Indonesia kini tergadai. Maka tidak ada jalan lain menyelamatkan negeri ini dari frustasi akibat investasi asing selain kembali kepada Islam. Islam menjamin kemajuan dan kesejahteraan bagi manusia tanpa investasi asing. Bahkan Islam tidak akan membuka peluang asing untuk menanam saham dalam Negara. Sebab semua aset Negara dan SDA nya dikelola Negara sendiri dan dkembalikan kepada kepentingan dan kebutuhan rakyat. Investasi hanya akan dibuka dari masyarakat sendiri untuk saling menolong yang tidak mampu. Misalnya membuat kerjasama usaha dalam betuk syirkah maupun mudharabah. Juga akan da zakat yang aktif dikelola Negara untuk mereka yang berhak. Sehingga tidak ada celah sedikitpun masuknya investor asing dengan ribanya. Kemjuan infrtruktur akan dibangun dari pendapatan Negara seperti jisyah, fai dan juga ghanimah yang disimpan di baitul maal.  Karena itulah harta kekayan Negara. SDA adalah milik rakyat yang harus dikembaikan kepada rakyat degan mudah dan murah, bukan dijual ke asing dan menyiksa rakyat pribumi. Tanpa syariat Islam dalam bernegara, maka Indonesia akan terus dalam cengkaraman investasi kapitalis swasta dan asing. Sampai negeri ini terjual secara keseluruhan. Apakah semua harus menunggu itu terjadi? Atau bergerak dan berjuang menyelamatkan pertiwi tercinta dengan syariat Islam yang mulia? Islam datang untuk membawa rahmat bagi Indonesia dan juga makhluk seluruh alam. Wallahu a’lam bissawab.

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan