Kebijakan Kontroversi, Pepesan Kosong Demokrasi

Demonstrasi Mahasiswa,(Foto: pinterpolitik.com)

Oleh: Irma Ismail
(Aktivis Muslimah Balikpapan)

20 Oktober 2020 adalah tepat setahun kepemimpinan Jokowi-Makruf Amin. Beberapa catatan penting terkait kebijakan yang telah ditetapkan menjadi sorotan utama. Dilansir dari Kompas.com 20/10/2020, setidaknya ada beberapa undang-undang kontroversial yang disetujui pemerintah dan DPR meskipun menimbulkan polemik, yaitu revisi UU Minerba(mineral dan batubara),  revisi UU MK (Mahkamah Konstitusi) dan terakhir ini omnibus law UU Cipta Kerja . Peneliti dari Auriga Nusantara, Iqbal Damanik menyatakan pengesahan revisi UU Minerba menegaskan keberpihakan pemerintah terhadap korporasi tambang batu bara. Revisi UU MK yang dikebut DPR dan Pemerintah dalam waktu tujuh hari kerja, juga menimbulkan polemic di masyarakat. Revisi omnibus law UU Cipta kerja, di anggap sebagai undang-undang  yang cacat baik dari segi formil maupun materil. “Ini praktik yang sangat buruk, bahkan UU Ciptaker ini yang terburuk dalam proses legislasi selama ini”’ ungkap pakar Hukum Tata Negara, Bivitri  Susanti pada Sabtu (17/10/2020).

Revisi UU KPK pun tak luput dari perhatian masyarakat. Pertama kali rencana revisi UU ini muncul di DPR tahun 2015, namun berbagai penolakan berbuntut  penundaan usai Presiden bertemu dengan DPR. Kejadian ini berulang tahun 2019 tapi ditunda lagi, hingga akhirnya di sahkan 17 September 2019, sebulan sebelum pelantikan periode kedua Jokowi.(cnnindonesia.com 20/10/2020).

Pengesahan revisi undang-undang ini bukannya berjalan mulus. Penolakan terjadi dimana-mana, sejumlah pihak menilai bahwa point-point dalam undang-undang tersebut hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu. Dalam UU Minerba, ada soal penghapusan sanksi bagi pihak yang mengeluarkan izin usaha pertambangan hingga penghapusan kewajiban untuk melaporkan hasil minerba dari kegiatan eksplorasi dan study kelayakan. UU MK, ada soal jabatan hakim yang dapat diberhentikan dengan hormat apabila berusia 70 tahu, Begitu juga omnibus law, bahkan unjuk rasa sudah dilakukan sejak pengajuan revisi ini ke DPR hingga ketok palu dilakukan pada tengah malam Senin 5 Oktoer 2020, sejumlah poin di anggap banyak merugikan kaum pekerja/buruh termasuk mempermudah TKA masuk ke Indonesia.

Baca Juga:  Kriminalitas Semakin Marak Karena Sistem Yang Rusak

Jika DPR yang di katakan sebagai bentuk representatif dari aspirasi masyarakat, lantas kenapa penolakan berbagai UU terjadi begitu massif dan dari kalangan mana saja, dari masyarakat biasa hingga kaum intelektual ? lantas DPR ini bekerja untuk siapa , untuk rakyat atau golongan ?  sebuah pertanyaan satire yang terus dipertanyakan, meski secara teori semua sudah paham, untuk apa DPR itu ada yaitu mewakili rakyat.

Indonesia adalah negara dengan  sistem demokrasi. Demokrasi sendiri berasal dari bahasa Yunani, Demos dan Kratos. Demos artinya rakyat, kratos artinya pemerintahan (Wikipedia). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), demokrasi bermakna pemerintahan rakyat, kekuasaan tertinggi di tanga  rakyat, pemerintahan dijalankan langsung oleh wakil-wakil rakyat yang dipilih rakyat dalam sebuah pemilihan umum. Fungsi wakil rakyat salah satunya adalah  menetapkan undang-undang, yang berasal dari usulan DPD atau Pemerintah

Dalam proses penetapan sebuah UU, tidak jarang terjadi tarik ulur dari partai politik yang ada, baik partai pendukung ataupun yang oposisi. Adanya kepentingan kapitalis tidak bisa di elakkan, mengingat sebagai sebuah negara penganut ekonomi kapitalis, dimana para pemegang modal ini melalui perorangan atau organisasi bisa ikut membiayai pencalonan wakil dari parpol, meski dengan budget yang di batasi. Dari Beritasatu.com 28/11/2018 disebutkan bahwa ada mekanisme pendanaan sebuah partai, yaitu bantuan negara, iuran anggota dan sumbangan pihak luar yang tidak mengikat. Nah, sumbangan dari pihak luar inilah yang ditengarai berasal dari para pengusaha atau pemilik modal. Kepentingan mereka sangat jelas sekali terkait dengan eksistensi usaha mereka dalam sebuah wilayah/daerah. Ada kompensasi yang diterima parpol jika nanti lolos dan masuk ke kursi dewan yang berimbas kepada perseorangan ataupun pemilik modal ini.

Maka aroma kepentingan para pengusaha akan selalu tercium di saat pengesahan sebuah RUU menjadi UU. Wakil rakyat hanya sebatas mewakili rakyat, tapi tidak dengan kepentingan dan aspirasi rakyat. Kalaupun ada suara wakil yang dirasa mewakili rakyat, belum tentu akan tersalurkan jika masih memakai suara mayoritas atau voting, akan tenggelam meskipun bersuara lantang. Dari sini sebenarnya sudah nampak jelas bahwa yang ada itu adalah kepentingan siapa di balik Parpol itu, karena menyangkut masa depan Parpol itu sendiri. Maka akan selalu muncul kontroversi dalam setiap kebijakan yang di ambil sepanjang masih memakai sistem demokrasi, dimana kepentingan yang ada bisa berubah setiap waktu, bahkan bisa mengikuti pasar dunia sebagai efek dari pengelolaan sistem ekonomi kapitalis.

Hal yang jauh berbeda dengan sistem pemerintahan Islam. Dalam sistem pemerintahan Islam, keberadaan Majelis Umat sebagai perwakilan dari masyarakat di wilayahnya adalah untuk mengawasi jalannya roda pemerintahan, bagaimana kebijakan dan pelayanan pemerintah kepada rakyat, apakah kebijakannya sesuai dengan Alqur’an dan asunnah ataukah tidak. Karena dalam Islam kekuasaan diberikan oleh rakyat melalui baiat in’iqod yang dengan baiat ini akan menjadikan seorang Khalifah di tengah kita, dan diberikan mandat untuk menjalankan syariat Allah secara Kaffah, karena kedaulatan itu ditangan syara. Maka manusia sekalipun Khalifah tidak mempunyai hak untuk membuat hukum selain dari yang Allah sudah tetapkan.

Dari sini akan jelas bahwa, penetapan sebuah hukum dalam sistem pemerintahan Islam bukan untuk kepentingan siapapun, tetapi semata-mata demi kemaslahatan bagi kita manusia. Karena sesungguhnya hukum Allah itu sesuai dengan fitrah kita sebagai manusia, aturan yang juga mencangkup bagaimana manusia memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam dengan baik dan  benar,  memenuhi kebutuhan dasar manusia. Dan pastinya setiap aturan yang ada akan dirinci oleh para Mujtahid, seorang Ahli Agama yang  bersandarkan kepada Alqur’an dan Assunnah, sebagai Rahmatan lil’alamin bagi semua manusia, baik beragama Islam ataupun tidak.  Maka kembali kepada Islam kaffah akan menghantarkan kepada kehidupan yang penuh kebarokahan. aamin(*)

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan