Oleh: Rina Rahayu Ramli (Aktifis Remaja Sangatta)

Indonesia saat ini sedang dihadapkan pada pandemi virus corona (Covid-19).  Presiden sudah menyampaikan darurat pandemi awal maret lalu. Untuk mencegah terjadinya penularan yang lebih luas, Pemerintah menerapkan beberapa kebijakan mulai dari Social/Physical distancing hingga PSBB.

Dilansir dari Okezone, Kementerian Perhubungan melarang masyarakat untuk mudik saat lebaran demi mencegah terjadinya penyebaran virus corona (Covid-19). Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi juga mengatakan saat memberlakuan larangan mudik dilakukan akan disiapkan sanksi bagi masyarakat yang masih bersikeras untuk mudik. (Okezone, 27 Maret 2020)

Namun nampaknya kebijakan pemberlakuan larangan mudik ini tidak sinkron antara Presiden dengan Menteri Pehubungan, sebab Pak Presiden Indonesia, Joko Widodo sendiri memberikan pernyataan bahwa mudik dan pulang kampung itu berbeda. Pernyataan ini beliau ucapkan saat wawancaranya dengan Najwa Shihab pada Rabu (22/4/2020).

Jokowi menilai bahwa kegiatan orang yang berbondong-bondong pulang ke kampung halaman itu bukanlah mudik, melainkan pulang kampung. Katanya, pulang kampung dilakukan untuk kembali ke keluarga di kampung karena sudah tidak memiliki aktivitas atau pekerjaan di kota rantau. Sementara mudik, masih kata Jokowi, dilakukan menjelang Hari Raya Lebaran Idul Fitri.

Kamus Besar Bahasa Indonesia sendiri mengartikan mudik sebagai “pulang ke kampung halaman” tanpa keterangan waktu kapan kegiatan itu dilakukan. Dikutip dari BBC Indonesia (27 Maret 2020), Pemerintah telah memutuskan untuk menghentikan sementara penerbangan komersil dan carter baik untuk tujuan di dalam maupun luar negeri mulai 24 April sampai 1 Juni.

Baca Juga:  Panglima Tertinggi Tidak Berduka Cita

Namun sepertinya pemberhentian penerbangan komersi sementara itu tidak berlaku untuk para TKA China. Buktinya ada sekitar 500 TKA China yang masuk ke salah satu Pulau Indonesia yaitu Sulawesi.

Sebelum pandemi covid melanda indonesia, negri ini memang sudah krisis. Banyak plant dan upaya dilakukan untuk menstabilkan masalah ekonomi negara. Salah satunya kerjasama dengan asing yang sudah berjalan, termasuk bolehnya pekerja asing menjadi pekerjanya dalam jumah besar.

Saat pandemi aktifitas perusahaan asing di indonesia masih tetap berjalan, termasuk masuknya TKA ke indonesia. Masyarakat pun dibuat bingung dengan pernyataan bahwa mudik dan pulang kampung itu berbeda. Ditambah lagi ketika di dalam negeri terjadi pemberlakukan PSBB sehingga melarang masyarakat untuk mudik alias pulang kampung. Namun disisi lain, pemerintah malah membiarkan TKA China dengan mudahnya masuk ke dalam negeri.

Mengapa hal seperti ini bisa terjadi?

Sungguh miris fakta diatas memperlihatkan ketidakseriusan pemerintah dalam menanggapi dan mencegah penyebaran virus Corona (Covid-19) ini. Dalam sistem kapitalis, keuntungan sebesar besarnya dan meminimaliskan cost. Efeknya keuntungan material menjadi sangat diharapkan, ‘waktu adalah uang’ itu lah selogan yang sering kita dengar. Fakta dilapangan malah memperlihatkan kebijakan pemerintah ini tidak berpihak pada rakyat.

Dapat dilihat dengan masuknya TKA China, pemerintah beralasan masuknya TKA China ke Indonesia semata-mata hanya karena tujuan ekonomi. Mereka membuat alasan dengan menyebut bahwa roda perekonomian harus tetep berjalan selama masa pandemi ini.

Itulah juga mengapa pemerintah tidak berani menetapkan kebijakan lokckdown, pemerintah beralasan bahwa apabila lockdown diberlakukan maka perekonomian di Indonesia akan mati. Pemerintah juga tidak mampu menanggung beban rakyat apabila lockdown diberlakukan, dengan alasan negara tidak mempunyai dana.

Langkah yang dilakukan pemerintah dalam mencegah penyebaran virus kontradiktif dengan bijakan lainnya, sehingga langkah yag sudah dilakukan tidak mempan dalam menangani pandemi ini, bahkan semakin menambah penyebarannya. Malah kebijakannya yang dikeluarkan rezim kapitalis sekuler ini hanya menguntungkan penguasa dan pengusaha juga menyengsarakan rakyat.

Sistem Islam tidak akan membiarkan rakyat sengsara

Namun berbeda dalam sistem Islam,  solusi untuk menyelasaikan wabah adalah dengan menerapkan kebijakan lockdown (karantina wilayah). Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran virus ke daerah lain yang tidak terdampak virus. Dengan demikian, daerah lain yang tidak terdampak virus akan tetap menjalankan aktivitas seperti biasa dan roda perekonomian bisa tetap berjalan sehingga akan membantu daerah yang terdampak wabah.

Baca Juga:  Mengkudeta Anies Baswedan?

Dalam sejarah, wabah penyakit menular sudah terjadi pada masa Rasulullah SAW. Wabah tersebut adalah kusta yang menular dan mematikan dan belum ada obatnya. Untuk mengatasi wabah tersebut salah satu upaya Rasulullah adalah dengan menerapkan karantina atau isolasi terhadap penderita.

Beliau bersabda: “Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah tersebut. Sebaliknya jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu” (HR.Al-Bukhari).

Dari hadits tersebut maka negara Khilafah akan menerapkan kebijakan karantina dan isolasi khusus yang jauh dari pemukiman penduduk apabila terjadi wabah penyakit menular. Ketika diisolasi, penderita diperiksa secara detail. Lalu dilakukan langkah-langkah pengobatan dengan pantauan ketat. Selama isolasi, diberikan petugas medis yang mumpuni dan mampu memberikan pengobatan yang tepat kepada penderita. Petugas isolasi diberikan pengamanan khusus agar tidak ikut tertular.

Pemerintah juga juga memberikan persediaan bahan makanan kepada masyarakat yang terisolasi. Sehingga masyarakat tidak akan kelaparan. Dan meningkatkan daya imun dirinya.

Demikian begitu seriusnya sistem islam dalam menjaga rakyatnya, ini hanya akan dapat terlaksana jika sistem islam  menjadi pondasi sebuah negri.  Sehingga rahmatan lilalamin akan tersebar ke seluruh negeri.

Wallahu a’lam

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan