Kontroversi Limbah B3, Penguasa Tega!

Aksi Teatrikal menolak pencabutan FABA dalam daftar bahan berbahaya atau Limbah B3, oleh aktivis peduli lingkungan, di depan Kantor Gubernur Kaltim/Suara.com/Jifran

Oleh: Anggun Permatasari

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan limbah batu bara dari kategori limbah berbahaya dan beracun (B3). Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. PP tersebut adalah aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Kompas.com, 11/4/2021).

Masih dilansir dari laman Kompas.com, 11/4/2021, berdasarkan lampiran 14 PP tersebut disebutkan bahwa jenis limbah batu bara yang dihapus dari kategori limbah B3 adalah fly ash dan bottom ash (FABA). Dengan catatan, dua jenis limbah tersebut bersumber dari proses pembakaran batu bara pada fasilitas pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) atau dari kegiatan lain yang menggunakan teknologi selain stocker boiler dan/atau tungku industri.

Baca Juga: Berniat Bersihkan Masjid Untuk Salat Jumat, Warga Temukan Potongan Kaki Manusia

Banyak pihak menilai bahwa keputusan pemerintah itu sangat merugikan rakyat. Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Andi Akmal Pasluddin salah satu yang menolak keputusan tersebut. Menurut dia, limbah batu bara menimbulkan dampak yang nyata yaitu merusak lingkungan. Dia menambahkan bahwa keputusan tersebut kurang bijak, sebab mengorbankan lingkungan untuk kepentingan bisnis tambang (Kompas.com, 13/3/2021).

Melihat fakta di atas, sudah sepatutnya pemerintah segera menarik keputusan tersebut. Manager Kampanye Perkotaan dan Energi Walhi, Dwi Sawung menilai bahwa aturan tersebut sangat berbahaya. Hal itu dikarenakan SBE bisa bebas digunakan untuk apa saja tanpa melalui proses yang seharusnya (CNNIndonesia.com, 13/3/2021).

FABA juga harus dikembalikan menjadi limbah golongan B3, karena mengancam kesehatan masyarakat. Dwi mengatakan bahwa alasan harus tetap dalam kategori  B3 karena agar pemerintah bisa mengendalikan dampak pencemaran lingkungan dan kesehatan warga. Lagipula, selain jumlah, ada sumbernya yang mengandung radioaktif dan merkuri tinggi yang berbeda-beda. Jadi, kalau mau dimanfaatkan, harus diuji terlebih dahulu. Selain itu, limbah-limbah tersebut mengandung zat karsinogenik atau pemicu kanker.

Kemudian, pemerintah juga harusnya cermat melakukan perhitungan. Alih-alih agar PLTU menghemat biaya pengelolaan limbah hingga 30 persen, tapi malah menimbulkan dampak lingkungan yang merusak. Parahnya, partikel faba mengancam keselamatan rakyat.

Selain itu, sejumlah pengamat melihat justru keputusan tersebut berpeluang menghambatan investasi masuk ke Indonesia. Pasalnya, saat ini investor sangat peduli terhadap isu investasi yang ramah lingkungan alias environmental, social, and governance (ESG).

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan bahwa pemerintah juga kurang transparan mengenai latar belakang pengambilan keputusan tersebut, sehingga menimbulkan persepsi buruk atau reputational risk di masyarakat.

Miris, kebijakan yang merupakan turunan dari UU zalim Cipta Kerja merupakan wujud dari penguasa yang abaikan terhadap nasib rakyat. Penguasa yang harusnya mengedepankan keselamatan dan kesejahteraan rakyat malah hitung-hitungan. Parahnya, penguasa ada di pihak pengusaha. Sangat berbeda dengan bagaimana aturan Islam memerintahkan penguasa melindungi rakyatnya.

Fakta berbicara bahwa Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) justru menyambut keputusan pemerintah mengeluarkan limbah FABA dari kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Apindo Haryadi B. Sukamdani mengatakan memang seharusnya limbah batu bara tidak dikategorikan sebagai B3. Mereka berpendapat, limbah bisa dimanfaatkan menjadi bahan bangunan seperti semen campuran beton (CNNIndonesia.com, 12/3/2021).

Keberpihakan tersebut menyiratkan bahwa kebijakan penguasa mengikuti kemauan pengusaha. Padahal, menurut Kepala Departemen Advokasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi, Zenzi Suhadi, berbagai pihak yang menyebut limbah batu bara dapat dimanfaatkan adalah pandangan yang keliru. Sebab, pelepasan bahan beracun dan berbahaya yang membuat FABA berbahaya, bukan soal bisa dimanfaatkan atau tidak (tempo.co, 13/3/2021).

Zenzi Suhadi juga menyebut bahwa keputusan pemerintah Jokowi lewat peraturan turunan Omnibus Law tersebut membuktikan bahwa undang-undang memang dibuat untuk melindungi para penguasa lingkungan. Beleid ini justru akan mengorbankan hak hidup rakyat, khususnya yang tinggal di sekitar kawasan pembuangan limbah (tempo.co, 13/3/2021).

Baca Juga: Begini Tanggapan BI Soal Video Viral Foto Pahlawan Uang Kertas Di Jadikan Candaan

Polemik ini tidak lain disebabkan negara berlepas tangan terhadap pengurusan rakyat. Dalam sistem kapitalisme, negara hanya berperan sebagai regulator. Siapa menguntungkan, maka dia akan mendapat “panggung”. Penguasa menyerahkan kepemilikan dan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) kepada swasta dan individu. Sehingga, kebijakan akan menyesuaikan keinginan para korporat. Jika menguntungkan mereka akan diambil. Sebaliknya, jika merugikan mereka abaikan, tidak peduli apakah nantinya berimbas buruk pada lingkungan dan masyarakat.

Padahal, dalam pandangan Islam, SDA merupakan milik umum atau milik rakyat dan wajib dikelola negara. Hasilnya akan didistribusikan untuk umat. Ibnu Abbas RA berkata, sesungguhnya Nabi Saw. bersabda: orang muslim berserikat dalam tiga hal yaitu; air, rumput (pohon), api (bahan bakar), dan harganya haram.

Pengelolaan SDA dalam sistem ekonomi Islam juga sangat memperhatikan kelestarian lingkungan. Sangat berbeda dengan sistem kapitalisme yang abai dan zalim. Pemerintahan Islam akan melakukan upaya yang matang dan terencana sebelum dan sesudah penambangan. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan di darat maupun laut. Bahkan, negara yang berpayung pada sistem Islam siap sedia membiayai berbagai riset untuk menemukan metode paling efektif dan aman dalam kegiatan penambangan.

Oleh karena itu, pemerintah harus  segera sadar dan bermuhasabah. Bahwa kepemimpinan yang saat ini mereka emban adalah amanah. Rasulullah Saw. bersabda, “Tidaklah seorang hamba yang ditetapkan oleh Allah untuk mengurus rakyat, lalu mati dalam keadaan menipu mereka, kecuali Allah akan mengharamkan dirinya masuk ke dalam surga” (HR al-Bukhari dan Muslim dari Ma’qil bin Yasar ra.), Wallahualam bishawab.

Baca Juga: Kasihan, Wang Jianlin Sempat Jadi Orang Terkaya Asia, Kini Diambang Kebangkrutan

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan