LOCKDOWN SOLUSI WABAH CORONA?

NELLY, M.Pd (Foto: Dok. Penulis)

Oleh: NELLY, M.Pd
Aktivis Peduli Negeri, Pemerhati Masalah Sosial

Di tengah wabah pandemi corona yang semakin parah dengan jumlah korban hingga 830 orang lebih yang positif dan yang meninggal dunia  sudah mencapai 73 orang lebih. Namun hingga kini pemerintah belum berencana akan mengambil langkah karantina total atau lockdown. Tim pakar Gugus Tugas Penanganan Virus Corona atau COVID-19, Wiku Adisasmito, mengatakan langkah pembatasan gerak ini bisa berpengaruh besar terhadap roda ekonomi masyarakat.

Menurut Wiku jika lockdown diberlakukan akan memiliki impikasi ekonomi, sosial, dan impikasi Keamanan. Oleh karena itu kebijakan itu belum bisa diambil pada saat ini, kata Wiku dalam konferensi pers di Kantor BNPB, Jakarta Timur, Rabu, 18 Maret 2020.

Saat ini, ia mengatakan langkah paling efektif yang bisa diterapkan adalah social distancing atau menjaga jarak sosial antar masyarakat. Kesadaran untuk menjaga jarak, menjaga kebersihan diri, dan melakukan etika batuk atau flu, dapat secara efektif menghambat penyebaran Virus Corona.

Sejumlah negara seperti Cina, Italia, dan Filipina sebelumnya telah mengambil keputusan lock down. Teranyar, Malaysia juga memutuskan mengambil kebijakan yang sama. Sementara itu, hingga saat ini, Pemerintah Indonesia memastikan negara belum mengambil keputusan serupa.

Sementara Presiden Joko Widodo atau Jokowi menegaskan bahwa kebijakan lockdown baik di tingkat nasional maupun daerah adalah kebijakan pemerintah pusat. Kebijakan ini tidak boleh diambil oleh pemda dan sampai saat ini tidak ada kita berpikir ke arah kebijakan lockdown,” katanya di Istana Bogor pada Senin, 16 Maret 2020..

Tanggapan dari berbagai pihak pun bermunculan, desakan untuk melakukan karantina wilayah atau lockdown untuk menekan angka persebaran Corona atau Covid-19 sudah datang dari berbagai pihak, termasuk mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Selain itu, opsi ini juga datang dari Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI).

Dalam surat pada 14 Maret 2020 lalu, PA PAPDI meminta Ikatan Dokter Indonesia (IDI) merekomendasikan kepada pemerintah untuk melakukan karantina wilayah di daerah yang telah terjangkit Covid-19. Tindakan itu dinilai penting untuk meningkatkan kecepatan dalam membatasi penyebaran Covid-19, (tirto.id).

Padahal pemberlakuan kebijakan lockdown sejumlah negara untuk menangkal wabah virus corona banyak yang berhasil. Salah satu yang telah menerapkan lockdown dan berhasil ialah negara tetangga Malaysia.

Menurut Deputy Director Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai, pemerintah tak mengambil kebijakan itu menimbang aspek ekonomi. Menurutnya, dengan adanya virus corona, ekonomi Indonesia pasti melambat.

Sangat terlihat jelas bahwa pemerintah tidak memiliki kesiapan dalam menghadapi dan mengatasi wabah pandemi saat ini. Dan sungguh pertimbangan dari pemerintah dengan tidak mengambil opsi lockdown patut dipertanyakan. Padahal masalah kasus wabah pandemi sudah darurat dan perlu gerak cepat dari pemangku kewenangan dalam mengatasinya.

Tidak diambilnya opsi lockdown ini disebabkan penerapkan sistem kapitalis sekuler di negeri ini yang ditakutkan akan berimplikasi pada ekonomi, sosial dan keamanan yang tidak bisa ditanggung oleh negara.

Seyogiyanya aspek ekonomi yang mensejahterkan, aspek sosial yang memberi perlindungan kepada warga dan keamanan itu memang tanggungjawab penguasa. Namun dalam sistem kapitalis sekuler seperti yang diteapkan bangsa ini akan banyak pertimbangan. Sebab dari segi ekonomi kita memang sudah melemah, bergantung dengan para kapitalis, jangankan mensejahterakan rakyat, hutang kita saja semakin meroket.

Jika diberlakukan lockdown, maka perekonomian dipastikan akan menurun dan rakyat juga tidak akan bisa tertolong dalam pemberian stimulus baik pangan dan kebutuhan lainnya. Andai saja negara dari awal sudah memberlakukan lockdown dan mengerahkan segenap kemampuan dan potensi negara tentu pandemi ini tidak akan separah ini mewabah dalam negeri.

Baca Juga:  Ketika Polisi Jadi Pejabat

Akibat penerapan sistem kapitalis sekuler justru melahirkan para pemimpin yang abai, lamban dan tidak bertanggungjawab kepada nyawa dan kesejahteraan warganya. Masalah pandemi corona ini harus segera di tanggulangi, jika tidak maka korban akan terus bertambah banyak dan kondisi sosial masyarakat akan guncang dan tidak stabil.

Maka disinilah perlu adanya tindakan preventif dan lockdown adalah salah satu solusi masalah wabah corona. Sebagai negeri muslim terbesar di dunia, maka kitapun perlu menengok dan melihat bagaimana sistem negara warisan kanjeng Nabi yang menerapkan sistem Islam dalam mengatasi pandemi penyakit menular.

Dalam sistem negara yang menerapkan Islam, akan mempersiapkan negara dan umat dalam menghadapi wabah pandemi penyakit menular. Negara dalam sistem Islam akan melakukan lockdown dengan mengerahkan seluruh sumber daya dan potensi negara dan umat. Itu bisa dilakukan karena dorongan takwa dan taat ulil amri yg dimiliki oleh rakyat.

Dalam sistem Islam, negara akan berperan aktif dan totalitas dalam menjaga rakyatnya. Karena negara dalam sistem Islam mandiri secara ekonomi dan tidak tergantung pada negara lain. Negara hadir dan terdepan dalam dalam mengatasi pandemi, sebab, untuk mengatasi wabah penyakit yang sudah menjadi epidemi bahkan pandemi, tidak cukup peran dari segelintir kelompok, komunitas, atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Dalam sistem Islam yang diemban melalui Negara, baik pemerintah maupun rakyat, semua saling mendukung dalam ketaatan pada syariat. Wabah diyakini sebagai musibah yang dapat ditimpakan kepada siapa pun, baik orang yang beriman maupun tidak. Bagi kaum beriman, haruslah meyakini bahwa wabah ini adalah makhluk Allah, tentara Allah. Maka sikap pertama adalah menguatkan keimanan kepada Allah dengan berserah diri kepada-Nya. Tak lupa introspeksi, bertobat hingga terus meningkatkan hubungan kepada Allah. Di samping terus memaksimalkan ikhtiar.

Namun, kunci lain dalam hal ini adalah peran rakyat itu sendiri. Rakyat yang mempunyai pemahaman, standarisasi dan keyakinan yang sama dengan negara, mereka akan mudah diatur. Ketika negara dalam kondisi kesulitan, rakyat dengan suka rela mendukung dan membantu negara.

Termasuk dalam kasus corona ini. Di tengah kondisi darurat dengan beragam tekanan psikologis, rakyat membutuhkan kebijakan yang tepat dan segera. Sebisa mungkin, pemerintah semestinya segera hadir untuk mengatasi wabah ini agar tidak cepat menyebar. Sementara porsi aktivitas dari dan ke luar negeri akan dikurangi untuk sementara. Ini semacam upaya lockdown. Karena bagaimana pun, stabilitas kondisi dalam negeri akan menopang kemampuan dan kekuatan dalam aktivitas politik luar negeri; khususnya dalam hal ini adalah dakwah dan jihad.

Negara diakomodir oleh keyakinan dan pandangan yang sama antara penguasa dengan umat. Agar melahirkan kesatuan menuju kekuatan yang besar untuk menghadapi berbagai tantangan. Krisis dan pandemi bukan baru sekali ini terjadi dalam sejarah kehidupan umat manusia, termasuk di era kejayaan Islam. Tapi, semua berhasil dilalui oleh kaum Muslimin.

Dalam kondisi krisis, umat bahu-membahu menjadi pendukung negara. Mereka bersatu dalam ikhtiar dan tawakal dalam menopang stabilitas negara.

Ini dapat dicapai karena selama ini negara juga mengurus urusan mereka. Negara memberikan apa yang menjadi hak rakyat. Sandang, papan, pangan, pendidikan, keamanan, kesehatan, serta kesejahteraan difasilitasi oleh negara dengan seutuhnya. Inilah kunci utama, mengapa masa keemasan Islam dahulu bisa bertahan hingga lebih dari 13 abad lamanya. Menjadi mercusur dunia dan mampu menaungi 2/3 dunia dengan keberkahan dan rahmat.

Maka sudah saatnya kita kembali mengikuti sebagaimana dicontohkan Nabi dalam mengelola negara hingga mengatasi pandemi corona hingga bisa segera berakhir wabah di negeri ini.

*Tulisan ini adalah ‘Surat Pembaca atau Opini‘ kiriman dari pembaca. IDTODAY.CO tidak bertanggung jawab terhadap isi, foto maupun dampak yang timbul dari tulisan ini. Mulai menulis sekarang.

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan