Oleh: Djumriah Lina Johan
(Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Sosial Ekonomi Islam)

Kementerian BUMN buka-bukaan mengenai mafia alat kesehatan (alkes) dan obat-obatan di Tanah Air. Masalah mafia ini sebelumnya disorot Menteri BUMN Erick Thohir. Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menjelaskan, persoalan kesehatan yakni health security telah menjadi perhatian lama Erick Thohir. Sebab, untuk urusan kesehatan ini masih tergantung impor. “Beliau melihat ada di urusan kesehatan ini, kita itu alat kesehatan saja sampai lebih dari 90% itu dari impor, bahannya impor. Kemudian obat-obatan, bahan baku dan obat-obatan 90% impor,” kata Arya dalam video pesan singkat, Jumat (17/4/2020).

Bukan itu saja, Erick juga melihat mafia besar baik global maupun dalam negeri yang membuat Indonesia hanya sibuk berdagang. “Di sini Pak Erick melihat ada mafia-mafia besar, baik global dan lokal yang bergabung dan sebagainya yang akhirnya membuat bangsa kita hanya sibuk berdagang bukan sibuk memproduksi. Jadi ini jelas dari perintah Pak Jokowi dan arahan Pak Jokowi ke Pak Erick Thohir memberantas mafia dengan membangun industri lokal, industri farmasi sehingga kita bisa produksi sendiri apa kebutuhan kita,” terangnya.

“Inilah yang dijadikan Pak Erick sebagai dasar kenapa beliau mengatakan bahwa selama ini mafia di alat kesehatan dan bahan baku obat, dan obat-obatan menguasai bangsa kita,” sambungnya. (Detik.com, Sabtu, 18/4/2020)

Baca Juga:  “MANA 349 TRILYUN, TUAN TUAN DAN PUAN PUAN?”

Tekanan yang kuat dan terus menerus yang dilakukan mafia global di balik impor alat kesehatan dan obat-obatan memverifikasi bahwa :

Pertama, negara ini secara de facto tidak memiliki kemandirian. Sebab, dalam urusan penyediaan alat kesehatan dan obat-obatan saja harus bergantung dengan impor. Adanya fakta bahwa industri lokal dan perguruan tinggi negeri mampu menciptakan dan memproduksi alkes dan obat-obatan semakin menguatkan analisa di balik impor ada tekanan global. Maka upaya untuk melawan mafia global jelas merupakan delusi.

Kedua, dominasi kapitalisme global sudah menggerogoti sendi-sendi kehidupan negeri ini. Melalui utang, bantuan, dan investasi yang berasal dari luar negeri menghasilkan ketergantungan Indonesia pada korporasi besar. Walhasil, kedaulatan negara tergadai. Sehingga tak mungkin rasanya negeri ini mampu melawan mafia di balik impor alkes dan obat-obatan.

Ketiga, untuk melawan kekuatan global dibutuhkan kekuatan absolut yang tidak mampu ditekan oleh para pemburu rente dunia, yakni Khilafah. Khilafah terbukti selama hampir 14 abad mampu berdiri kokoh bagai cadas di lautan luas. Ia mampu membawa kesejahteraan rakyat dan mampu melawan kekuatan ekonomi global.

Tercatat dalam tinta sejarah tentang masa kegemilangan peradaban Islam di bawah naungan negara Islam tersebut, hampir di setiap kota, termasuk kota kecil sekalipun, terdapat rumah sakit. Berikut dengan tenaga kesehatan semisal dokter, perawat, bidan, dan lain-lain yang berkualitas lagi memadai. Di samping tercukupinya peralatan medis dan obat-obatan yang dibutuhkan.

Di Cordoba saja yang luasnya lebih sedikit dari Provinsi Banten memiliki lebih dari 50 rumah sakit. Bila Cordoba dibagi menjadi 7 kabupaten, maka setiap kabupaten terdapat 7-8 rumah sakit. Indonesia yang luasnya 2.000 kali luas Cordoba hanya memiliki 1.320 rumah sakit (DepKes, 2009), 1/76 jumlah yang dimiliki Cordoba, idealnya 100.000 rumah sakit.

Tidak hanya itu, rumah sakit keliling tersedia untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan individu masyarakat di pedesaan, jauh dari perkotaan, atau kesulitan mendatangi rumah sakit di perkotaan. Rumah sakit ini diangkut sejumlah unta, bahkan sampai empat puluh unta. Para dokter rumah sakit keliling mengunjungi satu per satu, dari rumah ke rumah. Demikian pula para bidan yang memberikan pelayanan bagi ibu-ibu hamil dan bersalin.

Lebih jauh lagi, di kota-kota besar terdapat sejumlah rumah sakit yang didesain untuk pelayanan pasien dan pendidikan. Seperti RS Al Dhudi, di Baghdad, didirikan Adhdu Daulah Ibnu Buwaih, 371 H. Luar biasa, rumah sakit ini mampu memberikan pelayanan kepada 4.000 pasien per hari, bandingkan dengan RSCM, rumah sakit rujukan nasional, hanya mampu memberikan pelayanan maksimal 2.000 pasien per hari.

Baca Juga:  Jokowi tak Mikir Bahaya China atau Agen China?

Selain itu, rumah sakit-rumah sakit Khilafah benar-benar didesain untuk kesembuhan pasien. Ruangan pelayanan yang nyaman, sejuk, asri, dan beraroma segar. Para pasien dilayani oleh tenaga kesehatan yang kompeten, profesional, berpegang teguh pada etika kedokteran Islam yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.

Di samping itu yang tidak kalah spektakulernya adalah keberhasilam upaya preventif Islam. Hal ini tergambar dari peristiwa bahwa dokter yang dikirim Kaisar Romawi selama setahun berpraktek di Madinah kesulitan menemukan orang yang sakit.

Maka dengan kekayaan, kekuatan, kekuasaan, kejayaan, dan kedaulatan Khilafah tak akan ada korporasi dan negara lain yang mampu menekan daulah. Justru sebaliknya, mereka akan segan dengan dominasi daulah bahkan berharap untuk dibebaskan seperti apa yang pernah terjadi di masa lampau di Spanyol.

Dengan demikian, sejatinya negeri ini dan dunia secara keseluruhan membutuhkan Khilafah agar ketenangan, kesejahteraan, kemakmuran, dan keberkahan dapat teraih sebagaimana yang telah Allah SWT janjikan. Wallahu a’lam bish shawab

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan