Reviewer Oleh : Nazar EL Mahfudzi

Mr. Mohammad Roem, dalam bukunya Bunga Rampai Sejarah, mencatat : “A.R Baswedan sebagai orang tidak memandang kasta dan derajad ke kelas satu seperti Belanda, tetapi sebaliknya, AR Baswedan bersatu dengan orang Indonesia..” (inlander).

A.R Baswedan yang nama lengkapnya Abd ar-Rahman Awad Baswedan dilahirkan pada tanggal 11 September 1908 di Kampung Ampel Surabaya. Dia dibesarkan di tengah-tengah keluarga yang taat beragama Islam. Orang tuanya berasal dari keturunan Arab. Kakeknya, Umar adalah orang Arab asli.

A.R Baswedan, disamping mendapat pengajaran dalam keluarganya, juga mengenyam pendidikan sekolah. Dia memulai pendidikannya di Madrasah al-Khairiyah yang dibangun oleh bangsa Arab Surabaya yang berlokasi di dekat Masjid Ampel. Murid muridnya terdiri keturunan Arab dan bumi putra. Dia dikenal rajin belajar.

AR. Baswedan jika pagi hari belajar di Madrasah, sore harinya dia ikut kursus bernama Nederlandsch Verbond yang diselenggarakan oleh Belanda.

AR.Baswedan, setelah dewasa ia pergi ke Jakarta menuntut ilmu di Madrasah al-Irsyad pimpinan Syeh Ahmad Soorkati. Setelah lulus ia kembali ke Surabaya dan belajar di sekolah Hadramaut School mengambil spesialisasi sastra Arab (Suratmin 1989).

Baca Juga:  Front Anti Komunis Harus Dibentuk Kembali

Partai Politik dan Nasionalisme

Pada tahun 1934, AR.Baswedan membuat konferensi dan deklarasi didirikan Partai Arab Indonesia (PAI). Tujuan mendirikan Partai Arab Indonesia (PAI) untuk mengobarkan semangat perlawanan terhadap penjajahan yang mengadu domba antara golongan peranakan Arab dengan serta umat Islam pada umumnya.

Deklarasi Partai Arab Indonesia, pada tanggal 4 Oktober 1934 di Semarang. Dikota itu mereka mencetuskan “Sumpah Pemuda Indonesia keturunan Arab” yang berisi:
(1) Tanah Air Peranakan Arab adalah Indonesia,
(2) Karenannya mereka harus meninggalkan kehidupan menyendiri (Isolasi),
(3) Memenuhi kewajibannya terhadap tanah air dan bangsa Indonesia.

Berdasarkan sumpah tersebut dengan susunan pengurus : Ketua :
A.R. Baswedan (al-Irsyad); Penulis I, Nuh Alkaf (ar-Rabithah);
Penulis II, Salim Maskati (al-Irsyad), Bendahara, Segaf Assegaf (ar-Rabithah); dan Komisaris, Abdurahim Argubi (al-Irsyad).

Partai Arab Indonesia ( PAI ) mempunyai simbol kesatuan dan persatuan dalam perdamaian :

(1) Kita yakin bahwa tanah air kita adalah
Indonesia, tanah yang subur dengan air dan tetumbuhannya. Diantara kita maupun dengan bangsa Indonesia, adalah perikatan dan persaudaraan Islam, ialah Agama menjadi pedoman pergerakan kita, dan persambungan darah, perikatan tanah air dan persamaan nasib.

Baca Juga:  Perempuan Berdaya, Haruskah Setara?

(2) Kita merasa teguh, sebab teguhnya keyakinan kita,

(3) Sementara kita terikat oleh ikatan perserikatan kita, menjadi sesama saudara, dan tidak ada lagi perasaan-perasaan lama yang dahulu mencerai beraikan kita sesama paranakan khususnya, ialah perasaan-perasaan yang tidak semestinya timbul di dalam hati kita putra tanah air ini,

(4) Dan di dalam persatuan kita itu, kita sanggup mempertahankan keyakinan kita. Damai kita, bukanlah damai kelemahan, tetapi damai kesabaran (A.R.Baswedan 1939).

Pengabdian AR Baswedan Terhadap Negara

Pemikirannya tentang kenegaraan dikembangkan melalui pengabdian kepada negara Indonesia.

Pada 1945 dia menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).

Pada tahun 1946 menjabat sebagai Menteri Muda Penerangan.

Pada tahun 1947 sebagai anggota Missi Diplomatik Republik Indonesia.

Pada tahun 1950 menjadi anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat.

Baca Juga:  Lelang Nge-Prank

Pada tahun 1960 sebagai anggota PP. Masyumi,

A.R. Baswedan adalah salah satu diplomat pertama Indonesia dan berhasil mendapatkan pengakuan “de jure dan de facto” pertama bagi eksistensi Republik Indonesia dari Mesir dan
kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia oleh Palestina, Saudi Arabia, Pakistan dan negara-negara Timur-Tengah lainya, sehingga menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menyematkan simbol Pancasila sebagai perisai bangsa yang berdaulat.

Tokoh Nasional terpandang Muhammad Natsir yang saat itu sebagai Perdana Menteri Indonesia, di kancah internasional menjabat Presiden Liga Muslim se-Dunia (World Muslim Congress) dan ketua Dewan Masjid se-Dunia, memberikan penghargaan dan prestasi kepada AR Baswedan sebagai “Perintis Kemerdekaan” dengan Surat Keputusan Menteri Sosial NO. Pol. 34/12/74/PK, tanggal 3 Desember 1974 dan dicatat dalam lembaran sejarah bangsa Indonesia.

A.R Baswedan merupakan contoh yang mengubur dalam-dalam sikap Arabisme
dan sekaligus merupakan potret warga keturunan yang memiliki nasionalisme dan kebangsan sejati dalam mewujudkan dan mencetuskan pertama kali Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan