IDTODAY.CO – Unilever perusahan multinasional menjadi sorotan publik. Latar masalahnya, perusahan pemilik 400 merek dagang ini terang-terangan mendukung LGBTQI. Hal itu diketahui dari akun instragramnya. Logo satu warna jadi warna pelangi.

Sungguh menyedihkan, jika Unilever yang beroperasi di 190 negara (www.wikipedia.org) ini menjadi pendukung LGBTQI. Bisa kita bayangkan di Indonesia saja Unilever memiliki sekitar 35 jenis produk. Pendapatan yang diperoleh perusahan ini tentu luar biasa besar. Apabila benar Unilever mendukung LGBTQI maka dana umat Islam yang membeli produk Unilever dipakai untuk mendanai LGBTQI juga. Relakah jika uang kita dipakai untuk mendanai LGBTQI? Pastinya tidakkan? Maka wajar jika kemudian warga net hingga MUi bersuara boikot produk Unilever.

Unilever Indonesia memberikan reaponnya. Disampaikan oleh Sancoyo Antarikso Direktur Governance dan corporate affairs Unilever Indonesia bahwa sebagai perusahan multinasional, Unilever meyakini adanya keberagaman dan lingkungan yang inklusif. Ia menambahkan bahwa Unilever akan berbuat sesuai dengan norma, nilai, budaya yang ada di Indonesia (www.idtoday.com)

Akar  LGBTQI

Meluasnya perilaku LGBTQI bersumber dari penerapan ideologi kapitalisme dengan asas nya sekulerisme. Kehidupan sekuler melahirkan paham liberal-kebebasan-. Manusia bebas mengurus dirinya tanpa ikatan aturan agama. Muncullah kebebasan beragama, kebebasan berperilaku, kebebasan kepemilikan, kebebasan berpendapat. LGBTQI ini buah dari  kebebasan berperilaku.

Dalam kaca mata kapitalis-sekulerisme, kebebasan individu harus dijamin dan dilindungi. Walau perilaku itu dari sudut agama terlarang. Hak asasi manusia mengalahkan hak Tuhan sebagai pencipta manusia. Tidak aneh jika kemudian LGBTQI berkembang di negara Barat. Bahkan Amerika Serikat dan negara barat lainnya telah menginjinkan pernikahan sesam jenis. Tidak mengherankan juga jika Unilever yang berkantor pusat di Belanda ikut mendukung LGBTQI.

Menyelesaikan LGBTQI

Nabi Luth menghadapi umat yang berpenyakit penyuka sesama jenis. Sekarang dikenal dengan istilah LGBTQI yang mencakup semua perilaku penyimpangan seksual. Yang dilakukan nabi Nuh waktu itu adalah mendakwahi umatnya. Yang berakhir dengan diturunkanya azab kepada umat nabi Luth. Allah subhanahu wa ta’ala membalikkan bumi kaum sodom dan menghujani mereka dengan batu. Kisah ini bisa dibaca dalam QS. Al Ankabut: 28-35.

Adapun saat ini, seruan boikot Unilever yang mendukung LGBTQI adalah peringatan bagi perusahan tersebut. Karena diuar Unilever masih ada banyak organisasi yang mensponsori pelegalan LGBTQI. Upaya ini bersifat pencegahan supaya tidak  semakin berkembang LGBTQI. Adapun upaya penghapusan LGBTQI diperlukan penghapusan sistem kapitalisme-sekuler-liberal dari muka bumi ini. Ibarat pencuri, ia bisa mencuri karena ada kemauan dan kesempatan. Demikian pula  dengan LGBTQI ini. Bisa Berkembang dan ada karena ada kemauan secara personal dan difasilitasi oleh sistem kapitalisme yang mendunia.

Karena sesungguhnya, Allah subhanahu wa ta’ala mencipatakan dimuka bumi ini dua jenis manusia. Yaitu laki-laki dan perempuan. Dan fitrah -qadar- yang Allah subhanahu wa ta’ala berikan pada setiap individu adalah berpasang-pasangan yakni laki-laki dengan perempuan. Bukan dengan sesamanya. Allah subhanahu wa ta’ala yang menitipkan naluri nau’ (naluri untuk melestarikan spesies manusia) dimaksudkan untuk mengembangbiakkan manusia. Bukan untuk pelampiasan nafsu syahwat. Oleh karena itulah Islam mengharamkan LGBTQI dan memberikan hukuman mati bagi mereka yang tidak mau bertaubat.

Baca Juga:  Namanya Juga Perwakilan Rakyat!

Mengembalikan pelaku LGBTQI kepada keadaan normal memang bukan hal mudah. Karena obat fundamental untuk menjadi normal adalah iman kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Rehabilitasi akan mudah sampai tujuannya jika iman ini sudah ada pada mereka. Iman inilah yang memudahkan seseorang untuk menjauhi perbuatan maksiat dan kembali ke jalan yang benar. Selanjutnya dukungan sistem yang benar. Sistem yang menutup pintu maksiat. Itulah sistem Ilahi. Sistem Allah subhanahu wa ta’ala dengan penerapan syariah Islam secara kaffah. Tentunya, dalam bingkai sistem Islam  yang berdiri diatas manhaj kenabian. Wallahua’lam bis showwab.

Penulis: Puji Astutik, M.Pd.I
Seorang pendidik tinggal di Trenggalek Jawa Timur

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan