Napi Bebas, Rakyat Cemas

Anita Ummu Taqillah (Foto: Dok. Penulis)

Oleh: Anita Ummu Taqillah (Komunitas Setajam Pena)

Negeri ini kembali digegerkan dengan kabar yang kurang bersahabat ditengah wabah Covid-19. Ketika masyarakat dihimbau untuk stay at home, namun pemerintah justru membebaskan 30 ribu lebih narapidana (napi) dengan dalih untuk menghemat anggaran. Sungguh, hal ini sangat disayangkan. Bahkan memunculkan banyak tanya dan rasa was-was serta kecemasan di masyarakat.

Seperti dilansir Kompas.com (05/04/2020), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang dipimpin oleh Yasonna H. Laoly sudah menandatangani Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19 pada 30 Maret 2020 bagi 30 ribu narapidana. Permenkum HAM ini menjelaskan bahwa napi yang bebas berdasarkan aturan itu hanyalah napi pidana umum dan napi anak-anak. Seperti napi kasus pencurian, penipuan, pemerkosaan dan lain-lain.

Tentu kebijakan itu mendapat kecaman dan kritikan keras dari publik dan sejumlah kalangan. Karena sebelumnya, ada rencana bahwa program asimilasi dan integrasi ini juga akan diberlakukan  bagi napi korupsi, narkotika dan pelanggaran berat lainnya. Maka, wajar jika publik merasa was-was dan cemas. Tak hanya was-was dengan ancaman kematian wabah namun juga ditambah kecemasan karena bebasnya para napi.

Baca Juga:  Istiqomah Dalam Ketaatan Pasca Ramadhan

Meskipun pemerintah mengklaim, dengan adanya pembebasan napi ini telah menghemat dana 260 miliar. Namun hal ini tidak sesikitpun meredakan kecemasan publik. Justru hal ini memunculkan banyak pertanyaan lagi. Andai benar pembebasan napi dengan alasan penanggulangan Covid-19, akankah uang tersebut dialokasikan pada satgas penanganan Covid-19 seperti pengadaan APD atau digunakan untuk mengurusi masyarakat yang terdampak  wabah ini? Publik sangat meragukan, meskipun Menkumham telah membantah hal itu, sungguh banyak masyarakat yang sudah tak percaya. Karena publik sudah terlanjur lelah dan bosan dengan janji-janji manis rezim saat ini.

Dan, apabila para napi dibebaskan, bukankah sangat mungkin ketika mereka keluar akan semakin memperburuk keadaan? Ditengah wabah ini, keadaan ekonomi sudah memburuk, perekonomian macet, dan banyak orang kehilangan pekerjaan. Lalu, ketika napi bebas dan terhimpit ekonomi, bisa saja mereka akan melakukan tindak kriminal lagi. Hal inilah yang juga menambah kecemasan masyarakat.

Terbukti seperti diberitakan di beberapa media, bahwa napi yang bebas telah melakukan kejahatan lagi. Salah satu berita itu adalah seperti yang dilansir Kompas.com (12/04/2020), belum genap sepekan menghirup udara bebas, dua orang residivis bernama M Bahri (25) warga Gundih, Surabaya dan Yayan (23) warga Margorukun, Surabaya, kembali diamankan polisi. Mereka terpaksa ditangkap karena terlibat dalam kasus penjambretan yang terjadi di Jalan Darmo Surabaya, Kamis (9/4/2020). Kanit Reskrim Polsek Tegalsari, Ipda I Gede Made Sutayana saat dikonfirmasi mengatakan, dua pelaku penjambretan yang berhasil ditangkap tersebut diketahui merupakan seorang residivis. Mereka baru saja keluar dari Lapas Lamongan setelah mendapat program asimilasi dari pemerintah.

Beginilah ringkihnya jerat hukum dalam sitem kapitalis demokrasi yang diemban negeri kita saat ini. Ditengah pandemi Covid-19 mereka justru sibuk bagaimana memanfaatkan kesempatan untuk membebaskan napi. Justru solusi ini telah terbukti menimbulkan masalah baru. Hal ini sangat berbeda dengan sistem Islam. Ketika Islam diterapkan secara menyeluruh dalam sebuah negara, maka sistem sanksi terhadap para napi tindak kejahatan akan dijerat sesuai syariat, yaitu bersumber dari Kitabulloh dan Sunah Rasulullah saw.

Dalam kitab Nidzamul Uqubat fiil Islam, Abdurrahman Al Maliki menjelaskan bahwa fungsi uqubat dalam Islam adalah sebagai zawajir (pencegah) karena ketegasannya dan jawabir (penebus) karena hukum Allah lah yang dijalankan. Artinya dengan ditegakkan uqubat Islam maka kejahata akan dapat diredam, karena setiap orang akan berfikir berulang-ulang untuk melakukan kejahatan, sehingga sangat minim jumlahnya. Sementara bagi para pelaku kejahatan yang benar-benar menyesali perbuatannya, ingin bertaubat dan menebus kesalahannya dengan ampunan Allah, uqubat Islam memberikan jaminan sanksi badan yang diterimanya di dunia akan menghapuskan sanksi hukum atas kesalahannya di akhirat kelak.

Baca Juga:  Geliat Ambisi Pindah Ibu Kota di Tengah Wabah

Dalam sebuah hadist Rasulullah mengingatkan: “Barang siapa diantara kamu melakukan satu kesalahan yang mewajibkan hukuman Had , lalu dipercepatkan hukuman tersebut , maka hukuman Had itu adalah penghapus dosanya. Jika tidak maka urusannya terserah kepada Allah.”(HR Imam Bukhari). Begitulah solusi dalam Islam terkait pelaku kejahatan. Apalagi yang amat sangat rakyat butuhkan saat ini bukanlah pembebasan napi. Rakyat hanya ingin bagaimana pemerintah memberi pelayanan yang maksimal dalam penanganan wabah Covid-19 ini dengan benar dan tepat. Bahkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai ahli pun telah memberi arahan solusi lockdown, namun tak diterapkan.

Wallahu a’lam bishshawab.

*Tulisan ini adalah ‘Surat Pembaca atau Opini‘ kiriman dari pembaca. IDTODAY.CO tidak bertanggung jawab terhadap isi, foto maupun dampak yang timbul dari tulisan ini. Mulai menulis sekarang.

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan