Oleh: Nahdoh Fikriyyah Islam/ Dosen Dan Pengamat Politik

Pemerintah Kota London (CLC) mencabut gelar kehormatan Aung San Suu Kyi. Hal ini dilakukan karena perlakuan Pemerintah Myanmar terhadap masyarakat minoritas Muslim Rohingya. Dalam sebuah pemungutan suara, anggota badan perwakilan terpilih yang mengelola distrik finansial dan bersejarah Kota London memilih mencabut kehormatan yang diberikan kepada Suu Kyi tiga tahun lalu. Anggota badan ini mencakup wali kota, dewan rakyat Court of Aldermen, Court of Common Council, dan organisasi-organisasi nonmiliter.Langkah Inggris menyusul kehadiran Suu Kyi sebagai pemimpin sipil Myanmar di Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag pada Desember lalu. Di sana Suu Kyi membela negaranya atas tuduhan pembunuhan, pemerkosaan, dan penjarahan terhadap masyarakat Rohingya. Suu Kyi mendapatkan penghargaan yang sudah diberikan sejak Mei 2017.

Kehormatan ini diberikan atas perjuangan tanpa kekerasan selama bertahun-tahun untuk demokrasi dan dedikasinya untuk menciptakan masyarakat yang dapat hidup dengan damai, aman, dan bebas. Mantan perdana nenteri Inggris Winston Churchill, pemimpin gerakan antiapartheid Nelson Mandela, dan fisikawan Stephen Hawking merupakan tokoh yang mendapatkan penghargaan serupa. Aung San Suu Kyi menghadiri sendiri upacara penyerahan kehormatan tersebut selama tur Eropa.Namun, saat itu ia sudah diprotes karena perlakuan Pemerintah Myanmar terhadap warga Rohingya . Ia berpendapat Mahkamah Internasional tidak memiliki yurisdiksi untuk mengadili militer Rohingya. Ia mengatakan, operasi militer itu konflik internal. Menurut dia, jika ada pelanggaran hak asasi manusia pun, hal itu tidak sampai ke tahap genosida. (republika.co.id. Jumat 06/03/2020)

Setelah sekian lama, Suu Kyi bisa diproses terkait kasus pelanggaran HAM yang ia dan pemerintahannya lakukan terhadap etnis Rohingya yang ada di Arakan, Myanmar. Namun, proses hukum yang diberikan kepada Suu Kyi sangatlah tidak adil. Kenapa?

Pertama, CLC (Inggris) hanya mencabut gelar kehormatan Suu Kyi bukan mencabut jabatannya sebagai penguasa Myanmar. Sebagai Negara yang punya power di dunia disamping Amerika, ternyata Inggris tidak berkuku di hadapan anak angkat AS tersebut. PBB memang belum memutuskan kasus Rohingya sebagai kasus kejahatan perang (genosida). Suu Kyi tahun lalu baru dilapokan oleh Presiden Gambia sebagai pelaku kejahatan kemanusiaan terhadap etnis muslim Rohingya. Namun sidangnya hingga hari ini belum sampai pada tahapan keputusan. Kasus Suu kyi seperti diundur-undur dan didiamkan oleh PBB.

Baca Juga:  Liga Dunia Muslim: Ahmadiyah Adalah Suatu Kelompok di Luar Islam

Kedua, apalah arti pencabutan gelar kehormatan oleh Inggris terhadap Suu Kyi. Sebab gelar manusia HAM tidak otomatis membuatnya menjadi manusia yang berperasaan, melainkan buas seperti serigala. Selama kasus pembantaian yang ia lakukan belum diputuskan bersalah (tersangka) oleh sidang internasional, maka ia akan tetap terus membusungkan dada dan merasa tidak bersalah. Hingga kepalanya masih bisa terangkat sombong di hadapan dunia. Pencabutan gelar tersebut tidak akan mempengaruhi apapun bagi seorang penjahat kemanusiaan Suu Kyi.

Ketiga, Suu Kyi sangat yakin dengan apa yang ia lakukan terhadap etnis muslim Rohingya adalah sebagai bentuk yang tidak melanggar aturan internasional. Karena Suu Kyi beralasan memerangi kelompok teroris dan radikal yang ada di Arakan. Seperti biasa, lagu lama dimainkan untuk memusnahkan dan memerangi kaum muslimin di wilayah minoritas dengan dalil WOT (war on terrorism).  WOT suatu agenda global yang menghalalkan pembunuhan dan pembantaian terhadap kelompok minoritas yang dianggap mengancam eksistensi kekuasaan yang sah karena membawa ajaran jihad dan Islam. dan Suu Kyi terus bersikeras bahwa Rohingya adalah urusan dalam negaranya, tidak perlu ada Negara lain yang ikut campur untuk hal itu.

Kesombongan Suu Kyi sangat terlihat jelas. Seorang wanita yang tidak punya rasa belas kasihan terhadap manusia lain. Membantai, membunuh, membakar hidup-hidup, hingga tentara Buddha Myanmar memperkosa gadis-gadis belia muslim Rohingya seperti binatang. Negara-negara di dunia ini tentu melihat bagaimana Myanmar membantai muslim Rohingya, namun semua bungkam. Rohingya terlupakan dan terusir dari tanah mereka sendiri dan terlunta-lunta d lautan untuk mencari tempat hidup yang layak bagi mereka.  Pemerintah Myanmar mengusir dan membakar rumah-rumah mereka agar tidak ada satupun etnis muslim Rohingya yang tersisa di Arakan. Padahal Rohingya adalah etnis indigenus pemilik pulau Arakan. Kenapa HAM bungkam? Dimana keadilan dunia? Sungguhb tidak akan pernah hadir jika yang korbannya adalah kaum musllimin.

Rohingya adalah salah satu catatan kemanusiaan yang kini senyap dan terlupakan. Bahkan mereka telah terusir dari tanah mereka sendiri. Keserakahan kapitalis Myanmar telah menguasai pulau Arakan yang konon subur dan kaya akan sumber daya alam. Myanmar tidak ingin jika penduduk muslim di Arakan yang mayoritas kelak meminta pemisahan diri dari pemerintahan Myanmar. Sebab jika itu terjadi, Myanmar pasti akan kehilangan aset berharganya di masa depan. Sebagaimana hukum rimba kapitalis berlaku, gold, glory, gospel. Gold menjadi salah satu misi untuk merampas tanah dan kekayaan alam. Menjajah, merampas, merampok dan membunuh adalah cara yang ditempuh untuk mendapatkannya.

Selain karena faktor kekayaan alam Pulau Arakan yang kaya, rasa benci orang-orang kafir terhadap kaum muslimin, menambah dendam dan keganasan mereka membantai ummat Islam khususnya yang berada di wilayah minoritas.  Perlakuan tidak manusiawi dan sewenang-wenang akan menimpa dan terus menghantui ummat Islam disana. Tidak ada ketenangan hidup dan bahkan sebagian mengalami kondisi hidup yang jauh dari kelayakan. Lebel-lebel teroris dan radikal menjadi senjata bagi orang kafir untuk menghalalkan aksi mereka melakukan perbuatan yang brutal dan amoral terhadap muslim di wilayah minoritas.

Kini, muslim Rohingya hidup hanya mendapatkan belas kasihan dari Negara tetangganya, seperti Bangladesh, Malaysia, juga ada yang sampai ke Indonesia meskipiun hanya sedikit. Tetapi hidup mereka tidak lebih baik daripada di Myanmar. Sebagai pengungsi yang memohon suaka, perlakuan zalim juga sering didapatkan. Hingga terkadang harus berpindah lagi dan lari untuk mencari suaka Negara lain. Hidup hanya bertumpu rasa belas kasihan orang lain dan juga masa depan yang gelap. Jangankan berpikir untuk pendidikan, makan saja sulit didapatkan. Sebab di Negara tumpangan pun mereka dianggap bak benalu. Banyak dari mereka yang menjadi pengemis untuk bertahan hidup. Siapa yang peduli dengan nasib muslim Rohingya?

Baca Juga:  Blak-blakan, Pandangan Hotman Paris Terhadap Agama Islam Setelah Ditanya Ustadz Das'ad Latif

Orang-orang kafir harbi dan kawanannya seperti Myanmar tidak akan berhenti menindas ummat Islam.  Allah swt telah menyampaikan dal demikian dalam Alqur’an. Tetapi putus asa bukanlah jawabannya. Allah swt juga berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh akan menjadikan mereka memimpin di muka bumi. Selama muslim Rohingya mempertahankan keimanan mereka, selama itu Allah akan member pertolongan. Dan pertolongan Allah kelak bukan hanya sebatas rezeki materi untuk bertahan hidup namun kehormatan dan kemuliaan. Kehormatan dan kemuliaan kaum muslimin khususnya muslim Rohingya akan kembali, jika Islam ditegakkan menjadi aturan hidup dalam suatu negara. Pemimpin Negara akan menyerukan jihad terhadap pemerintah Myanmar hingga Myanmar tak berkutik. Sebab, Myanmar sebagaimana Israel, China, dan Negara pembantai ummat Islam lainnya, tidak mengerti bahasa perdamaian. Mereka hanya mengerti satu kata “perang”. Dan Islam menjadikan perang (jihad) sebagai jalan untuk menjunjung kemuliaan agama Allah dan kaum muslimin.

Namun jihad dalam Islam bukanlah sembarang perang. Syariat Islam memiliki aturan yang rinci, siapa, kapan dan dimana boleh melakukan perang. Bahkan banyak benda-benda yang tidak boleh dirusak saat terjadi futuhat dan perang. Jihad ajaran Islam yang mulia untuk memelihara kehormatan Negara dan rakyatnya. Jika orang-orang pelanggar HAM dimaklumi memerangi Rohingya, Palestina, Kashmir, Uyhgur, kenapa ummat Islam dilarang mempelajari jihad? Bukankah ini berarti hanya yang berkuasa yang boleh perang, dan ummat Islam tidak diizinkan? Sementara korban kejahatan perang modern Barat dan koleganya adalah kaum muslimin. Oleh karena itu, tidak ada cara lain menyelamatkan kaum muslimin dari cengkaraman dan kejahatan Negara-negara pembantai yang sebenarnya merekalah yang layak dikatakan the real terrorist,  selain menegakkan Islam, mengangkat Khalifah lalu menyerukan jihad terhadap Negara-negara tersebut. Dengan demikian, jiwa, harta, kehormatan, dan juga agama rakyat dalam Negara yang menerapkan Islam menjadi terlindungi. Baik untuk muslim maupun non muslim. Wallahu a’lam bissawab.

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan