Oleh: Mila Nur Cahyani

Adanya wabah virus corona yang melanda dunia, menimbulkan berbagai permasalahan. Untuk memutus mata rantai penyebaran virus Corona, di Indonesia terjadi prrdebatan. Ada yang menginginkan lockdown, karantina wilayah. Bahkan sempat ada wacana untuk memberlakukan darurat sipil. Pada akhirnya keputusan yang diambil hanyalah menetapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dengan kekarantinaan kesehatan untuk mengatasi masalah ini.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku telah mengusulkan kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait perlunya lockdown atau karantina wilayah di Ibu Kota. Dia mengaku kewenangannya hanya bisa mengusulkan karantina wilayah sementara Pemerintah Pusat yang memutuskan. (Tagar.id : 31/03/2020)

Akan tetapi, Presiden Joko Widodo menolak usulan Gubernur Anies Baswedan agar DKI Jakarta dikarantina alias lockdown untuk menghentikan laju penyebaran wabah virus corona. Dikutip dari akun Twitter Juru Bicara Presiden @fadjroel hari ini, Senin (30/3/2020), bahwa tahapan baru dalam meredam pandemi Covid-19 adalah pembatasan sosial berskala besar dengan kekarantinaan kesehatan. Fadjroel memberi catatan bahwa jika keadaan sangat memburuk, Presiden akan menetapkan darurat sipil. (Bisnis.com: 30/03/2020)

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra Mohamad Taufik menyebut status bukanlah hal yang penting. Menurutnya apa pun istilahnya, mau karantina wilayah atau apa. Ketika kita minta masyarakat tinggal di rumah, yang penting subsidi hidup masyarakat yang tinggal di rumah, yang kerja harian, itu penting segera cairkan. Apa pun namanya.  (DetikNews.com: 31/3/2020).

Baca Juga:  Menyoal Disahkan RUU Minerba di Tengah Wabah, Untuk Siapa?

Diberitakan Liputan6.com pada 21 Maret 2020, Penggerak Komunitas Indonesia Bergerak, Yaya Nurhidayati menilai pemerintah lambat dalam menangani pandemik virus Corona atau Covid-19 yang melanda Indonesia. Yaya menilai, Indonesia sudah memasuki krisis kesehatan. Dia melihat hal ini berdasar tingkat kematian akibat kasus Corona. Angka kematian akibat Covid-19 Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia, yaitu mencapai 8,67 persen. Dia berharap pemerintah bisa dengan cepat mengambil tindakan untuk melakukan test secara masif.

Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli baru-baru ini bertemu dengan tokoh senior Jawa Barat, TjeTje Hidayat Padmawinata. Rizal lantas membagikan petuah dari sang tokoh senior tersebut mengenai kondisi Indonesia saat ini. “Menurut Kang TjeTje Hidayat Padmawinata, Tokoh Senior Jawa Barat, “Indonesia hari ini ‘A Nation without a Leader’, Krisis Kenegarawanan”.  Wah in tondo2,” tulis Rizal Ramli melalui akun Twitternya, @RamliRizal, dikutip VIVAnews, Minggu, 15 Maret 2020. ( https://www.vivanews.com/berita/politik/40520-rizal-ramli-indonesia-hari-ini-negara-tanpa-pemimpin?medium=autonext )

Inilah wajah muram demokrasi. Rakyat dibuat bingung dengan keputusan pemerintah yang berubah-ubah. Apalagi rakyat harus menjaga diri sendiri dan tetap harus menghidupi keluarga sendiri ditengah-tengah naiknya angka penderita Covid-19 seperti diberitakan liputan6.com pada 3 April 2020, di Jakarta saja yang mencapai 909 kasus dan data tersebut berdasarkan website corona.jakarta.go.id yang diakses Liputan6.com, Rabu, 09.30 WIB. Yang menyedihkan, pemimpin berlepas tangan dari tanggung jawab pemenuhan kebutuhan dasar untuk rakyatnya yang berada ditengah-tengah wabah virus corona.

Sistem ini tidak mampu memcetak generasi pemimpin yang mampu menyelesaikan permasalahan umat dan mengayomi rakyatnya. Pendidikan sekuler gagal dalam mencetak generasi pemimpin yang beriman dan bertakwa serta mau menerapkan Islam dalam segala kehidupan. Pada akhirnya, umat seperti terombang ambing tidak tentu arah dan tidak punya sandaran untuk berlindung.

Pendidikan sekuler menciptakan manusia dengan kepribadian sekuler yakni memisahkan agama dari kehidupan sehingga tidak terbentuk kepribadian Islam. Pendidikan hanya berbasis kebebasan semata-mata untuk meraih materi semata. Pada akhirnya yang ingin dicapai adalah kenikmatan dunia saja. Untung rugi menjadi patokan dalam mengambil keputusan sehingga pada akhirnya kembali masyarakat yang dikorbankan.

Berbeda halnya dengan Islam yang merupakan ajaran praktis yang sangat menekankan pada amal shaleh, maka dengan Islam akan terbentuk pribadi yang beriman dan bertakwa. Tidak hanya itu, siswa pun tetap akan diberikan keterampilan yang sangat ditekankan sebagai bekal kemandirian dalam partisipasinya di tengah ummat dengan tulus dan ikhlas. Maka, akan lahirlah generasi yang paham Al Quran dan sunnah serta terampil. Generasi inilah yang akan menerapkan seluruh ajaran Islam dalam kehidupannya. Dengan keterampilan dan keimanan yang dimiliki, maka menghindarkan dirinya menjadi pengangguran dan tidak akan menjadi beban bagi masyarakat.

Dari sinilah akan lahir pemimpin-pemimpin unggul yang mampu mengayomi rakyatnya dan mau menerapkan Islam secara menyeluruh. Dengan pemahaman Islam yang dimilikinya, maka ia tidak akan membiarkan rakyatnya terlantar dan menjadi kelaparan.

Apalagi ditengah wabah virus Corona pada saat ini, maka pemimpin dengan kepribadian Islam akan mampu untuk mengambil keputusan dengan cepat untuk kepentingan umat. Ia pastinya akan bersegera mengambil keputusan terbaik, sehingga wabah tidak akan terus menyebar. Ia akan mengambil keputusan berdasarkan Islam sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah dalam mengatasi wabah, yaitu melakukan karantina wilayah/lockdown.

Tidak hanya itu, ia pun akan tetap memenuhi kebutuhan rakyatnya sehingga rakyatnya tidak perlu khawatir akan kelaparan selama masa karantina. Umat pun akan menjadi tenang dalam menghadapi wabah dan ini disebabkan kerena umat memiliki pemimpin yang bisa dijadikan sandaran walaupun mereka dalam keadaan susah. Sungguh kita merindukan pemimpin seperti itu.

Wallahu A’lam bisshowwab

*Tulisan ini adalah ‘Surat Pembaca atau Opini‘ kiriman dari pembaca. IDTODAY.CO tidak bertanggung jawab terhadap isi, foto maupun dampak yang timbul dari tulisan ini. Mulai menulis sekarang.

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan