Radikalisme, Narasi Pembegal Kebenaran

Ilustrasi Radikalisme,(Foto: mediaindonesia.com)

Oleh: Irma Ismail
(Aktivis Muslimah Balikpapan)

Belum pulih dari ingatan, ketika baru saja dilantik menjadi Menteri Agama dengan pernyataannya yang menyakiti hati ummat Islam, kini tak ada angin, tak ada hujan, kembali Menag Fachrul Razi membuat pernyataan yang  menyakiti hati ummat dan juga melecehkan ajaran Islam. Pada Rabu, 2 Agustus 2020 seperti diansir dari CNN Indonesia, Fachrul Razi meminta kepada seluruh kementrian dan lembaga  pemerintahan untuk tidak menerima peserta yang memiliki pemikiran dan ide mendukung Khilafah sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN)  atau Pegawai  Negara Sipil (PNS).

Dalam kesempatan yang sama Menag dalam acara webinar bertema “Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara”  menyatakan bahwa salah satu masuknya radikalisme ke masjid Pemerintah, BUMN maupun masyarakat melalui penghafal Qur’an  atau hafidz. Dimana akan dikirimkan hafidz  yang good looking, bahasa arabnya bagus dan ini akan menarik simpati jamaah dan  pengurus masjid, sehingga dipercaya menjadi Imam Masjid, menjadi pengurus dan akhirnya merekrut rekannya yang radikal masuk ke pengurus masjid.  Dan untuk menghindari maraknya radikalisme ini maka, Menag pun mengusulkan   ada sertifikasi bagi  penceramah (Islamtoday, 3/9/2020).

Pernyataan ini jelas menjadi bahan perbincangan dan mendapatkan respon negative dari masyarakat luas. Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzilli meminta Menag tidak menggeneralisasi karena bisa memunculkan kekeliruan di masyarakat, menurutnya Menag harusnya mempelajari lebih kajian yang ada terkait radikalisme (detiknews, 4/9/2020). Wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH.Tengku Zulkarnain meminta agar Menag berbicara dengan memakai data. Menurutnya bandingkan dengan yang tidak belajar agama, banyak yang terlibat sejumlah kejahatan dan penyimpangan. Misal pesta seks kaum gay yang tertangkap beberapa waktu lalu, apakah ada yang hafidz qur’an dan Imam masjid yang berasal dari masjid-masjid kantor pemerintahan? Tidak pernah terbukti ada.(fin.co.id 3/9/2020). Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya, pakar Fiqh Kontemporer juga Pembina Pesantren Tahfidzul Qur’an, Prof. DR. KH. Ahmad Zahro.MA, jika Menag tidak meralat pendapatnya, akan berhadapan dengan para hufadz yang jumlahnya ratusan ribu, mereka tidak berdemo, tapi cukup berdo’a dan do’anya amat dahsyat, jadi jangan main-main (portal islam, 6/9/2020).

Baca Juga:  Soal Radikalisme, KSAD Jenderal Dudung: Saya akan Berlakukan Seperti Zaman Pak Soeharto Dulu

Apa yang dikatakan oleh Menag Fachrul Razi memang bukan lagu baru, bahkan itu adalah lagu lama yang kembali didendangkan dengan orang yang baru meski kali ini dengan lebih jelas dan nyaring. Setelah dilantikpun, Fachrul Razi langsung mengumumkan bahwa dirinya bukanlah menteri agama Islam, hal aneh yang dilontarkan oleh seorang Pejabat. Dalam negri yang berasas sekuler ini, kedudukan Menteri Agama hanyalah sebagai pejabat dalam hal keadminidtrasian, di ambil dari mayoritas agama yang di anut di negara tersebut. Dan Indonesia termasuk negri sekuler dimana jumlah muslimnya terbesar, maka Menagnya pun beragama Islam. Meski begitu, sangat disayangkan ucapan beliau yang selalu menyudutkan agamanya sendiri, menikam saudara seaqidahnya sendiri.  Dimana istilah radikal atau radikalisme belakangan ini pasti di hubungan dengan teroris atau terorisme dan Islam. Apapun narasinya pasti ditujukan kepada ummat muslim. Bahkan sampai harus mempermasalahkan cadar dan celana cingkrang, mewajibkan majelis taklim terdaftar, seolah tidak ada masalah yang lebih penting lainnya.

Lantas apakah permasalahan bangsa ini karena Khilafah ? Sehingga selalu menjadi kambing hitam atas kegagalan penyelesaian problematika ummat ?

Sebenarnya jika diperhatikan  bahwa permasalahan bangsa ini jelas, semakin lama semakin terlihat kebobrokannya dalam penyelesaian masalah yang tambal sulam, koruptor yang semakin menjadi, pergaulan bebas dan liar semakin menggila, kejahatan criminal menjadi pemandangan yang sudah biasa, hukum yang timpang sebelah, meningkatnya kasus positif corona dimana berguguran pula para dokter dan tenaga medis, sampai masalah ekonomi yang mengalami penurunan, dan semakin diperparah dengan bencana alam yang memang disebabkan oleh ulah tangan manusia. Saat musim kemarau akan terjadi kebakaran hutan, saat musim penghujan akan terjadi longsor dan banjir, begitu berulang tiap tahun. Adanya kerusakan hutan akibat dalam penguasaan kapitalis dalam mengeksplotasi hutan, baik untuk lahan ataupun pertambangan.

Melihat permasalahan di atas, jelas pasti ada sumber masalah dan pasti ada solusinya. Dan terbukti bahwa sistem kapitalisme ini, bahkan di semua negara pengusung ideologi ini tak mampu untuk menyelesaikannya dengan baik dan benar, yang ada malah masalah-masalah yang baru. Dan di saat bersamaan,  banyak kaum muslim yang kembali mempelajari Islam secara kaffah dan seolah menemukan aose dalam kehidupannya. Memahami bahwa Islam bukan hanya untuk agama ritual saja, tapi juga mengatur dalam aspek kehidupan yang lain. Mengatur bagaimana berekonomi yang tanpa ribawi, social, politik, mengatur bagaimana kepemilikan umum itu dikelola negara dan dikembalikan kepada masyarakat, mengatur bagaimana tujuan pendidikan dan lainnya. Geliat perubahan untuk menata hidup lebih sesuai syariatpun menggema, bukan hanya di kalangan orangtua bahkan dikalangan remaja atau pemuda.  

Islam berasal dari Allah, jelas sesuai dengan fitrah manusia. Maka hukum-hukum yang terkandung di dalam Alqur’an dan Assunah bisa di aplikasikan kepada manusia hingga akhir zaman, karena memang Islam adalah agama yang diridhoi oleh Allah dan menjadi agama yang terakhir nanti sampai akhir zaman. Pernah diterapkan dan menjadi peradaban yang agung selama 1300 tahun. Bahkan yang beragama non Islam pun merasakan kedamaian dan ketentraman. Dan  kesempurnaan ajaran Islam itulah yang membuat kepentingan para kapitalis di negri ini serasa mendapat ancaman besar, ya mereka para  kapitalis yang berlindung di bawah jabatan penguasa, atau penguasa yang berada di bawah bayangan para kapitalis. Karena mereka paham bagaimana nanti jika Islam tegak dalam institusi negara.

Baca Juga:  Sindir Yaqut, Tokoh Papua: Ini Menteri Agama atau Menteri Radikalisme?

Lihat saja sumber daya alam di negri kita ini yang melimpah dan dalam genggaman para kapitalis, maka ketika Islam nanti diterapkan secara kaffah, itu semua akan di ambil dan dikelola oleh negara. Prostitusi, transgender, pergaulan bebas dan tempat-tempat yang menjadi sarana untuk berkembangnya kemaksiatan jelas akan ditindak. Ribawi yang merebak dimana-mana, bahkan berdalih berbagi hutang yang ternyata juga sistem riba, jelas akan ditertibkan termasuk masalah kriminal. Dan selama ini semua itu memakai sistem ekonomi kapitalis, dimana standar dalam perbuatan adalah bermanfaat  atau tidak, untung apa rugi, makna bahagiapun adalah pencapaian materi. Maka sangat jauh berbeda dengan Islam, dimana standar berbuat adalah halal dan haram, untung banyak  tapi haram maka jelas tidak akan di ambil sebagai solusi. Makna bahagia adalah Ridho Allah.

Dari sini semakin jelas, adanya narasi-narasi radikalisme yang di sematkan kepada mereka khususnya pemuda/pemudi yang hafidz qur’an, rajin ke masjid, rajin beribadah, berbusana syar’I, menjaga batas pergaulan laki-laki dan perempuan, rajin taklim, termasuk membahas problematika ummat, hingga membahas sistem pemerintahan Islam yaitu Khilafah, adalah model pembegalan terhadap kebenaran yang hakiki yaitu menghalangi ummat untuk mendapatkan informasi yang benar dan utuh tentang ajaran Islam.

Jadi bangkitnya Islam dalam kehidupan nyata adalah bom waktu bagi para pemuja sistem kapitalis ini. Sudah saatnya kita melihat dan menerapkan aturan yang berasal dari Sang Maha Pencipta, niscaya keberkahan akan di dapatkan baik bagi muslim ataupun non muslim. Karena Islam adalah Rahmatan lil’alamin. Wallahu a’laamu bi ash-showab.(*)

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan