Rakyat Panic Corona, Masihkah Pemerintah Santai?

Presiden Jokowi dan Menkes Terawan

Oleh: Rindyanti Septiana S.Hi
(Pemerhati Sosial dan Politik)

Menurut data terakhir yang diumumkan pemerintah, hingga Minggu 15 Maret 2020. Jumlah warga Indonesia yang positif terinfeksi virus corona yakni berjumlah 117 orang. Juru Bicara Pemerintah terkait penanganan virus corona, Achmad Yurianto mengatakan ada delapan daerah di Indonesia tempat tersebarnya virus corona. Daerah-daerah tersebut, Jakarta, Bandung,Tanggerang, Solo, Yogyakarta, Bali, Manado, dan Pontianak. (makassar.terkini.id, 15/3/2020)

Direktur Utama Rumah Sakit Pusat Infeksi Sulianti Santoso (RSPI SS), Mohammad Syahril menjelaskan hingga saat ini belum ada satu obat, herbal, ataupun vaksinasi yang ditemukan untuk menyembuhkan COVID 19.  

Hingga 14 Maret 2020, jumlah kasus Covid-19 di seluruh dunia mencapai 145.695. Sebanyak 5.432 pasien meninggal dan 72.550 sembuh. Data menunjukkan orang tua, terutama yang berusia 70 tahun ke atas, paling beresiko bila terjangkit virus Corona.

Di Italia, jumlah kasus Covid-19 per Sabtu, 14 Maret 2020 mencapai 17.660 dan yang meninggal 1.266. Pada Senin, 9 Maret, Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte mengumumkan lockdown seluruh negeri, ketika jumlah kasus mencapai 7.400.

Namun, kebijakan yang berbeda saat ini diambil oleh Presiden Indonesia. Presiden Joko Widodo menegaskan belum akan ada lockdown atau penutupan akses total di Indonesia demi mengantisipasi penyebaran Virus Corona atau COVID-19. Jokowi masih enggan meniru langkah sejumlah negara seperti Italia dan Denmark, yang melakukan total lockdown. “Belum berpikir ke arah sana (lockdown),” kata Jokowi di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Jumat, 13 Maret 2020. (fokus.tempo.co,15/3/2020)

Baca Juga:  Kasus WNI Positif Corona di Luar Negeri Kembali Bertbah, Ini Rincian dan Daftar Sebarannya

Wajar saja jika publik menilai para pejabat begitu santai dalam memberikan perlindungan pada rakyatnya. Mengingat pemimpin negeri hingga jajaran menteri dengan tenangnya menginformasikan pada rakyat terkait wabah tersebut.

Menkes Terawan menungkapkan keheranannya terkait mengapa masyarakat begitu heboh dengan virus Corona. Menurutnya, angka kematian penyakit flu biasa justru jauh lebih tinggi dari virus Corona. Bahkan ia menyebut bahwa virus Corona sebenarnya adalah virus yang biasa saja. (pinterpolitik.com, 4/3/2020)

Kehebohan (Panic Game) yang terjadi di tengah masyarakat ditandai dengan meroketnya harga penjualan masker serta sulit mendapatkannya. Tak ketinggalan juga, masyarakat memborong cairan antiseptik, hand sanitizerdan sembako.

Anehnya, pemerintah justru ikut dalam penjualan masker hasil dari sitaan penimbunan. Bukannya bersikap empati dengan membagikan secara gratis malah sebaliknya mengambil keuntungan di tengah kepanikan rakyatnya.

Hingga saat ini belum ada langkah kongkrit yang dilakukan pemerintah untuk menghentikan sumber kepanikan. Bukankah seharusnya pemerintah lewat para pejabatnya meyakinkan publik bahwa pemerintah telah melakukan antisipasi atasi corona?

Raymond Saner dan Poppy S Winanti dalam tulisannya Policy Coordination and Consultation in Indonesia, juga menyoroti bahwa pemerintah Indonesia, khususnya para menteri memang memiliki kekurangan dalam hal koordinasi sehingga itu membuat pembuatan kebijakan publik menjadi tidak efektif. (pinterpolitik.com, 4/3/2020)

Baca Juga:  'Jokowi Bicara Hilangnya Sopan Santun, Justru Dialah Perusak Sopan Santun'

Hingga saat ini pun, Kemenkes sendiri belum mengumumkan akan membentuk crisis center ataupun tim penanggulangan lainnya. Meski telah wafat beberapa orang pasien positif corona, langkah yang jelas untuk menanggulangiya pun tidak ada. Sampai kapan rakyat diminta untuk tenang? Sementara bayang-bayang Corona terus menjadi momok menakutkan bagi rakyatnya.

Bahkan, yang lebih membuat miris hati publik ialah ketika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyatakan keinginannya agar tenaga kerja asing (TKA) asal Cina untuk bisa segera kembali ke Indonesia. Luhut bilang terhambatnya arus balik TKA Cina di Indonesia yang pulang saat imlek memberi dampak negatif ke perekonomian.

Ia berdalih tidak ada larangan WHO bagi orang dari Cina yang ingin datang ke Indonesia kecuali Wuhan provinsi Hubei yang menjadi pusat wabah itu. Maka penting untuk menyegerakan datangnya TKA Cina, hal itu disebabkan sejumlah proyek di Indonesia yang saat ini bergantung pada tenaga kerja asing asal Cina seperti proyek kereta cepat Jakarta-Bandung hingga aktivitas produksi di Morowali, Sulawesi Tengah. Hal ini juga mencangkup proyek PT Vale Indonesia yang seharusnya sudah bisa jalan beberapa bulan ini tetapi terpaksa tertunda. (tirto.id)

Pemimpin dalam Islam Berkhidmat untuk Umat

Kematian merupakan sesuatu yang pasti dalam kehidupan. Tapi mati dalam kondisi tanpa pengurusan yang baik dari pemimpinnya, hal itu sungguh  sangat menyedihkan dan menyakitkan. Karena abai atas penjagaan pada kesehatan rakyatnya.

Baca Juga:  Sigap Tangani Corona, Jokowi Puji Anies Baswedan

Pandangan Islam tentang kesehatan jauh melampaui pandangan peradaban manapun. Islam telah menyandingkan kesehatan dengan keimanan, sebagaimana sabda Rasulullah saw :

Mintalah oleh kalian kepada Allah ampunan dan kesehatan. Sesungguhnya setelah nikmat keimanan, tak ada nikmat yang lebih baik yang diberikan kepada seseorang selain nikmat sehat.” (HR Hakim).

Khalifah bersama aparaturnya, dan umat Muslim, telah diwajibkan untuk mencegah mudlarat dan menciptakan kemaslahatan bagi manusia, termasuk dalam bidang kesehatan. Semua itu dilakukan atas dorongan kemanusiaan (qimah al-insaniyyah).

Tidak ada pemimpin dalam Islam yang berani mengatakan “siapa suruh beli masker kalau mahal”. Bahkan menjual barang tersebut disaat rakyatnya membutuhkan untuk perlindungan diri dari wabah penyakit.

Tidak dijumpai pula para pejabat yang menyibukkan diri mencari keuntungan ekonomi meskipun mengorbankan keselamatan rakyatnya. Justru sebaliknya,  Khalifah Umar bin Khatthab mengalokasikan anggaran dari Baitul Mal untuk mengatasi wabah penyakit lepra di Syam. Tanpa meminta biaya pengobatan sepeser pun dari penderitanya.

Khilafah juga tidak luput melaksanakan tanggung jawabnya kepada orang-orang yang mempunyai kondisi sosial khusus, seperti yang tinggal di tempat-tempat yang belum mempunyai rumah sakit, para tahanan, orang cacat dan para musafir.

Untuk itu negara mendirikan rumah sakit keliling tanpa mengurangi kualitas pelayanan. Ini seperti pada masa Sultan Mahmud (511-525 H). Rumah sakit keliling ini dilengkapi dengan alat-alat terapi kedokteran, dengan sejumlah dokter. Rumah sakit ini menelusuri pelosok-pelosok negara.

Berjalannya fungsi pemimpin dalam Islam untuk melakukan riayah (pengurusan) dan junnah (perisai) dengan maksimal. Tanpa melewatkan satu pun dari rakyatnya tidak mendapatkan berbagai fasilitas dan layanan untuk kemudahan hidup. Kita berharap hidup tenang dan mulia dalam kepemimpinan Islam. Semoga Allah segerakan hari itu, saat Islam menaungi kita.

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan