Oleh: Hasna Johan
(Pemerhati kebijakan sosial dan ekonomi)

Kebijakan yang menimbulkan polemik di tengah wabah corona yang dikeluarkan oleh Kemenkum dan Ham Yasonna Laoly sungguh sangat menyayat hati. Pasalnya alih-alih memperhatikan kebutuhan APD rakyat serta para dokter yang khawatir dengan virus corona yang merebak, malah menambah kekhawatiran dengan membebaskan para napi narkoba dan koruptor.

Di sebutkan bahwa ada empat kriteria narapidana yang bisa dibebaskan melalui upaya revisi PP/2012. Salah satunya asimilasi yang diberikan kepada para koruptor di atas 60 tahun dan telah menjalani 2/3 masa pidana. Jumlah napi koruptor yang mencapai 300 orang inilah yang akan dibebaskan melalui revisi PP tersebut.

“Wacana ini dimunculkan bisa kita sebut aji mumpung, bisa juga kita melihat sebagai peluang, sehingga ada akal-akalan untuk mengaitkan kasus corona yang terjadi saat ini dengan upaya untuk merevisi PP 99/2012 agar narapidana kasus korupsi bisa menjadi lebih cepat keluar dari selnya,” kata Donald Fariz, koordinator ICW dalam konferensi pers, Kamis (2/4/2020) lalu. (Kompas.com, Minggu, 5/ 4/ 2020)

Pengistimewaan para napi koruptor sangat terlihat jelas mulai dari rumah tahanan yang berbeda, sel yang full fasilitas, napi yang masih dapat mencuri-curi waktu dengan plesiran ke beberapa tempat dan masih banyak lagi perlakuan istimewa lainnya.

Walhasil kebijakan pembebasan napi ini menuai kecaman publik. Karena rakyat menganggap pemerintah mencari momen untuk memperbanyak cara melepaskan koruptor dari jerat hukuman.

Baca Juga:  Asimilasi Kriminal, Gagal Jamin Rasa Aman

Akar masalah lemahnya hukum pidana bagi pelaku kriminalitas

Tidak adanya keseriusan pemerintah dalam mengatasi masalah kriminalitas khususnya terhadap pelaku korupsi. Dapat kita lihat dari lembaga hukum KPK. Lembaga ini pun telah di kebiri oleh pemerintah dengan mengatur gerak lembaga dari sisi penyadapan dan penangkapan para koruptor. Saat di persidangan pun hukum lebih tumpul ke atas dan runcing ke bawah. Sehingga untuk kasus-kasus tertentu para koruptor lebih dibebankan pada ganti rugi atau pengembalian dana korupsi saja.

Kebijakan pembebasan napi korupsi ini justru memunculkan masalah baru. Para mantan napi bisa menjadi orang-orang yang kebal hukum. Peluang kriminalitas mantan napi inipun nantinya bisa menambah kasus di tengah kondisi ekonomi yang buruk. Dengan berbagai upaya para kolega atau para sejawatnya akan mencarikan posisi di pemerintahan kembali. Seperti halnya contoh kasus eks. Basuki Cahaya Purnama (BTP) yang dapat dengan mudah menduduki suatu jabatan setelah keluar dari lapas.

Diskriminasi HAM, seolah-olah dalih HAM ini bisa dijadikan acuan sebagai bahan pertimbangan untuk memuluskan pembebasan napi koruptor yang telah berusia lebih dari 60 tahun. Sejatinya bila HAM ini tidak memihak dan adil maka seharusnya orang yang lebih dulu dibebaskan dari penjara adalah ustadz Abdul Ba’asyir seorang residivis terduga teroris yang telah lebih lama mendekam dalam penjara.

Dengan kondisi tubuhnya yang tua renta serta sakit-sakitan, beliau masih menjalani hukuman yang di vonis seumur hidup atau hukuman mati. Pemerintah tidak pernah melihat dari sudut pandang HAM terhadap beliau. Alih-alih membebaskan bahkan meringankan hukumannya pun tidak dilakukan pemerintah. Dengan dalih terduga teroris tidak termasuk dalam wacana revisi kebijakan PP/2012.

Hal ini seharusnya menjadi bahan pertimbangan bagi kita bahwa sistem demokrasi ini merusak dan harus di tinggalkan. Mengganti sistem kufur demokrasi buatan negara kafir penjajah dengan sistem Islam khilafah yang berasal dari Al Qur’an dan As sunnah yang telah dicontohkan Rasulullah SAW.

Cara Islam mengatasi masalah tanpa melahirkan masalah baru.

Islam sangat tegas terhadap pelaku korupsi. Dari sisi harta yang dikorupsi, wajib disita. Sementara orangnya dijatuhi hukuman ta’zir. Beratnya hukuman sesuai dengan tingkatan kejahatannya. Jika korupsi sangat besar, negara dalam keadaan krisis dan sebagainya, pelakunya bisa dihukum mati. Dengan adanya sanksi tegas melalui sistem Islam inilah mata rantai korupsi akan terputus.

Berbeda dengan demokrasi, khilafah adalah sistem pemerintahan yang mencegah dan memberantas korupsi. Sistem Islam menyandarkan prinsip-prinsip bernegara berdasarkan syari’ah Islam. Kedaulatan ada di tangan Allah, sementara kekuasaan ada di tangan manusia. Manusia hanya sekedar menjalankan hukum yang ada, bukan membuat hukum sesuai hawa nafsu dan kepentingannya.

Di laman ini saya sematkan sebuah kisah yang dapat dijadikan acuan oleh seorang pemimpin bagaimana cara memutus mata rantai masalah korupsi. Khalifah Umar bin Khattab saat menjabat ada beberapa kali membuat kebijakan yang tidak segan mencopot jabatan atau menyita harta bawahannya hanya karena hartanya bertambah. Apalagi, jika diketahui harta yang didapat bukan dari gaji yang diberikan oleh negara. Salah satu contohnya terjadi pada bawahan Umar yang bernama Atabah bin Abu Sufyan RA. Di mana, Umar mencopot Atabah dari jabatannya sebagai gubernur di Thaif disebabkan hartanya bertambah saat menjabat.

Baca Juga:  Jago Pencitraan Minim Tanggung Jawab, Apa yang Mau Diharapkan?

Kisah lain disebutkan bahwa anak dari Umar yang bernama Abu Hurairah RA saat menjabat sebagai gubernur di Bahrain. Tersiar kabar memiliki banyak harta setelah menjabat dan berakhir pula dengan pencopotan dari jabatannya. Bahkan dari sebagian harta Abu Hurairah diserahkan oleh Umar ke Baitul Mal (lembaga negara yang mengelola harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara).

Dari penggalan kisah seorang Khalifah Umar bin khattab inilah sepatutnya kita dapat bercermin dan mengambil contoh bagaimana sosok seorang pemimpin dan ketegasannya dalam memberantas korupsi tanpa pandang bulu. Dengan demikian, tidak ada sistem yang lebih baik selain sistem Islam. Sistem ini wajib diterapkan dan pasti akan membawa kebaikan dan keberkahan bagi seluruh rakyat Indonesia. Wallahu a’lam bisshowab.

*Tulisan ini adalah ‘Surat Pembaca atau Opini‘ kiriman dari pembaca. IDTODAY.CO tidak bertanggung jawab terhadap isi, foto maupun dampak yang timbul dari tulisan ini. Mulai menulis sekarang.

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan