Oleh: Nahdoh Fikriyyah Islam
Dosen dan Pengamat Politik

Cyrus Network merilis hasil survei elektabilitas atau tingkat keterpilihan kandidat calon presiden (capres) pada Pemilu 2024 mendatang. Ketika responden dihadapkan tujuh nama, elektabilitas tertinggi diraih Prabowo Subianto, diikuti Sandiaga Uno, Ganjar Pranowo, Anies Rasyid Baswedan, Ridwan Kamil, Khofifah Indar Parawansa, dan Tito Karnavian. Survei ini dilakukan Cyrus Network pada 24-30 Januari 2020 kepada 1.230 responden dengan tingkat kepercayaan survei sebesar 95 persen dan margin of error sebesar kurang lebih 2,85 persen. Responden tersebar di 123 kelurahan/desa di 34 provinsi di Indonesia. Dalam pertanyaan terbuka terhadap 21 nama yang diajukan kepada responden, elektabilitas tertinggi diperoleh Prabowo, diikuti Joko Widodo (Jokowi), Sandiaga Uno, Anies, dan Ganjar. Sementara, ketika simulasi tujuh nama jadi capres 2024, maka Prabowo mengantongi suara sebesar 23,8 persen, Sandi 18,8 persen, Ganjar 13,2 persen, Anies 13 persen, Ridwan Kamil 8,2 persen, Khofifah 5,8 persen, dan Tito tiga persen. Eko menuturkan, dalam simulasi tujuh nama itu, elektabilitas Ganjar naik 4,5 poin sehingga angkanya unggul dari Anies. Sedangkan elektabilitas Anies turun dari survei Juli 2019 lalu sebesar 19 persen menjadi 13 persen saat ini, meskipun Anies memiliki portofolio sebagai Gubernur DKI Jakarta.(republika.co.id. 13/03/2020).

Rezim jilid II Jokowi-Amin baru berjalan mendekati setahun, namun kelihatannya sudah banyak yang tidak sabar dengan perhelatan pilpres periode berikutnya. Terbukti dengan adanya beberapa lembaga survey yang kini tengah berjalan untuk mencari sosok figure dengan perolehan simpatik terbesar dari masyarakat, yang dalam hal ini diwakili oleh para responden. Apakah hal tersebut salah? Tentu tidak. Sebagai rakyat, wajar jika sosok pemimpin ideal sedang dicari-cari dan dilirik-lirik bagi yang sedang punya nama dihati sebagian masyarakat hari ini. tetapi dalam menentukan sosok ideal bagi calon pemimpin tidaklah mudah. Sebab ada banyak hal yang harus diperhatikan.

Pertama, dari sisi penyelenggara survey terlihat memberikan batasan nama-nama calon pemimpin Indonesia ke depan adalah mereka yang sedang dan telah menmangku jabatan politik. Mulai dari Menteri,dan Gubernur kecuali Snadiaga Uno dari kalangan pengusaha. Masyarakat tentu kenal dan mudah saja memilih. Tidak ada nama baru yang disodorkan yang mungkin bisa saja lebih melejit dari ke 7 sosok yang ditentukan survey Cyrus Network. Katakanlah misalnya Habib Riziq, Ustadz Abdul Samad, jenderal Gatot Nurmantyo dan sebagainya. Atau nama 7 orang tersebut tidak diikutkan. Pasti yang muncul cuma nama HRS, Gatoto, dan UAS. Hasil survey dengan objek survey pada hakikatnya bukanlah pandangan atau pilihan final. Sangat subjektif. Apalagi ke 7 nama tersebut tentu tidak semua dipilih karena alasan intelektual atau kemampuan kerja. Melainkan hanya sekedar kenal wajah karena sering nongol di media.

Baca Juga:  Hari Perempuan Sedunia, Menistakan Kaum Perempuan

Kedua, selain ketujuh orang yang disayembarakan Cyrus Network, ada nama lain yang juga tidak kalah pamor. Yaitu BTP alias Ahok. Tambahkan saja menjadi 8 orang. Dari ke 8 orang yang dianggap menjadi sosok calon pemimpin Indonesia, adakah diantara mereka yang bisa menjamin bahwa Indonesia akan selamat dan lebih baik jika mereka pimpin? Adakah  diantara mereka yang berani menjamin Indonesia akan berdiri tanpa hutang luar negeri? Tanpa kerjasama investor asing? Tanpa pajak dan pungutan-pungutan menyiksa rakyat lainnya? Lihat saja bagaimana mereka bekerja sekarang saat menjabat Gubernur atau menteri. Prestasi apa yang mereka bisa berikan kepada rakyat dan negeri ini agar selamat dari cengkaraman asing? Adakah wilayah kerja mereka lebih baik dari wilayah-wilayah lainnya? Kenyataannya sama saja bukan?

Ketiga, pasti akan muncul pertanyaan, lalu siapa yang layak? Jawabannya bukanlah pada soosk semata, namun pada visi-dan misi serta tingkat kesadaran yang dimiliki masing-masing calon yang dijagokan. Memiliki fisik yang sempurna dan modal materi yang banyak, tidaklah cukup untuk menjadi sosok pemimpin bangsa yang besar ini. Mereka harus punya kecakapan iman dan kecerdasan intelektual sebagai modal utama. Lalu visi-misi yang visisoner dan revoluioner untuk melakukan perubahan mendasar dan menyeluruh terhadap Indonesia. Kecakapan iman sebagai makhluk yang diciptakan harus dimiliki sepenuhnya dan sesadar-sadarnya. Kemudian kecerdasan intelektual dalam hal memahami konsep kehidupan dan pengelolaan manusia, alam semesta dan kehidupan sesuai fitrah manusia diciptakan ke muka bumi. Dengan kedua bekal tersebut, sosok pemimpin ideal itu akan terwujud. Namun pertanyaannya adalah, bagaimana Indonesia akan bisa menemukan sosok pemimpin seperti itu?

Maka jawabannya adalah saat pandangannya kembali kepada aturan Islam. Islam mengajarkan bagaimana tatacara memilih pemimpin. Mulai dari sosok hingga menilai dengan visi-misinya. Islam memiliki seperangkat edukasi tentang memilih seorang pemimpin khususnya pemimpin Negara. Dalam perspektif khazanah keislaman, pemimpin Negara disebut “Khalifah”. Khalifah adalah wakil ummat bukan wakil Tuhan, sebab Khalifah adalah jabatan politik bukan jabatan spiritual. Ia bisa dikoreksi bahkan  dijatuhkan jika tidak menjalankan fungsinya sebagai pengatur dan pelindung ummat/rakyatnya. Ia juga bukan wakil Rasulullah, juga bukan penerus jabatan Khalifah sebelumnya. Sebab Khalifah terlahir bukan dari sistem monarki/kerajaan yang mewarisi tahta/jabatan. Khalifah juga bukan petugas partai yang harus mendahulukan pimpinan partainya ketimbang kebutuhan rakyatnya. Ia adalah perisai dan pelayan rakyat. Khalifah diangkat dengan metode ‘baiat” dihiasi kerelaan rakyat, bukan pewarisan apalagi penugasan dari partai.

Islam sangat memperhatikan urusan kepemimpinan. Sebab adanya seorang pemimpin ditengah-tengah masyaakat/ummat adalah fardh untuk diangkat. Maka, jika ummat Islam tidak punya pemimpin ditengah-tengah mereka, sesungguhnya ummat telah lalai. Untuk menjadi seorang pemimpin Negara (Khalifah) menurut ajaran Islam, wajib memenuhi 7 syarat in’Iqad (legal) dalam dirinya. Syarat itu meliputi (1) adalah laki-laki; maka tidak ada kewajiban ummat Islam mengangkat kepala pemerintahan dalam hal ini kepala Negara dari kalangan wanita. Bahkan dilarang. Jadi, kesetaraan gender menuntut kesamaan hak untuk menjadi pemimpin Negara, telah digugurkan oleh Islam. semata-mata demi kebaikan kaum wanita juga keselamatan manusia. Nah, berarti nama Ibu Khafifah gugur, tidak boleh masuk polling lagi. Allah swt lebih tahu mana yang baik dan buruk untuk manusia. Bukan untuk memandang wanita sebelah mata. (2) Adalah muslim; maka jelas haram hukumnya ummat Islam mengangkat pemimpinnya dari kalangan orang kafir/nonmuslim. Sebab hal itu sudah diperintahkan. Apakah ini ayat diskriminasi atau rasis? Tentu bukan. Semata-mata karena ini adalah ajaran Islam, perintah Allah, maka sebagai ummat Islam wajib menjalankannya. So, BTP/ Ahok harus di delete berdasarkan ajaran Islam. (3) Adalah merdeka; berstatus sebagai budak juga tidak dibenarkan menjadi sorang Khalifah/pemimpin Negara. Sebab bagaimana mungkin ia memimpin sementara dirinya saja dikuasai oleh Tuannya?

Syarat berikutnya (4) adalah baligh; tidak sah mengangkat seorang pemimpin Negara dari kalangan kanak-kanak. Sebab menjadi pemimpin adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan. Sementara bagi kanak-kanak semua perbuatannya masih diangkat pena/belum dituliskan baginya pahala-dosa. (5) Adalah berakal; orang setengah waras pun tidak bisa memimpin. Jika terdapat penyakit akal menimpanya, maka gugur syarat yang ia miliki untuk maju menjadi calon Khalifah/pemimpin Negara. (6) Adalah adil; bukan orang fasiq. Maknanya disini adalah ia orang yang bisa membedakan benar dan salah dengan standar wahyu (Islam). Sebab keeadilan hanya tegak dengan kesadaran yang demikian. (7) Terakhir adalah mampu mengemban jabatan; tidak lemah dan kosong ilmu tentang mengurusi rakyat. Kesimpulannya, jika calon-calon pemimpin yang diajukan telah memenuhi 7 syarat in’iqod, maka mereka  lewat dan layak diajukan. Eits, tapi masih segi syarat in’iqod. Sebab masih ada syarat afdholiyah (keutamaan) sebagai peluang mencari yang lebih baik. Syarat itu meliputi keturunan yang masih bisa dicari dari keturunan Quraisy. Kemudian ia seorang mujtahid (yang punya kapasitas menggali hukum), atau ia adalah ahli menggunakan persenjataan. Sangat sempurna, Islam memberikan arahan untuk mencari sosok pemimpin kaum muslimin. Tidak sembarangan orang. Sampai disitu selesaikah? No! syarat in’iqod dan afdoliyah baru setngah paket. Masih ada setengah paket lagi untuk kelengkapan satu paket komplit yang juga sama pentingnya, yaitu visi-misinya (sistem yang akan diterapkan).

Baca Juga:  Kelor, solusi malnutrisi

Menjadi pemimpin yang mengelola wilayah yang luas dan besar seperti Indonesia, tentu tidak cukup hanya dengan 7 syarat tersebut. Menurut perspektif Islam, sistem atau aturan yang akan diterapkan oleh calon pemimpin Negara juga jadi pertimbangan ketat. Sebab kerusakan negeri ini bukan hanya smata-semata kesalahan memilih sosok, tetapi juga abai dalam melihat visi-misinya. Pemimpin itu haruslah satu paket dengan aturan yang akan ia terapkan. Sebab, sebaik apapun pemimpinnya, jika aturan yang ia terapkan salah (bathil), maka negeri yang ia pimpin akan celaka dan tertimpa malapetaka. Turki dipimpin presiden yang kharismatik, Afganistan juga demikian. Iraq juga sama. Pakistan tidak kalah sosok tenarnya, Palestina dengan presiden heroiknya Mahmud Abbas. Juga Iran dengan hanif -nya sang Imam. Malaysia juga punya PM very humble, ditambah Brunai yang garang bak singa. Namun, adakah semua Negara Muslim tersebut merdeka hakiki dari campur tangan asing? Atau, adakah Negara-negara muslim tersebut mampu saling menolong dengan mengirimkan pasukan mengusir Israel dari Palestina? Tentara Hindu dari Kahsmir? Militer Budha dari Rohingya? Atau menyerbu China dan menyelamatkan muslim Uyhgur? Jawabannya pasti tidak ada! Padahal, idealnya, pemimpi kaum muslimin itu harus mampu jadi pelindung dan perisai bagi ummat Islam seluruh dunia. Sebab apa mereka tidak mampu? Sebab tidak menjalankan aturan Islam yang hanya bisa tegak dalam sistem Islam (pemerintahan Islam). Negara–negara muslim tersebut juga tidak lepas dari cengkaraman imprealis dibidang ekonomi, politik, pendidikan dan juga kemanan. Semua terpenjara sebab disandera oleh nation state masing-masing sebagai alat pembungkam dan perusak persatuan ummat Islam oleh kaum penjajah (Barat sekuler). Oleh karena itu, menyelamatkan negeri muslim khususnya Indonesia sebagai bangsa besar dan bahkan jadi harapan muslim sedunia, tidak cukup hanya dengan mencari sosok-sosok yang dikenal lewat pencitraan media saja. Namun harus memenuhi paket komplit (syarat in’iqod sesuai ajaran Islam dan juga membawa perubahan sistem ). Membawa  visi-misi untuk menerapkan syariat Islam dalam bingkai bernegara. Barulah kelak perubahan yang akan dirasakan negeri ini dan muslim sedunia akan berbeda dan pasti sangat unik. Sebab perubahan itu mulai dari akarnya hingga merambat ke seluruh ranting dan daunnya. Jika ada sosok calon pemimpin yang lolos syarat in’iqod (apalagi punya syarat afdoliyah), dan membawa aturan Islam sebagai hukum ketika nanti ia terplih sebagai kepala Negara, maka layak lah bagi seluruh ummat Islam dan juga non muslim untuk memilih dan mendukungnya. Sebab, dengan demikian ia sedang berjanji kepada Sang Pencipta langit dan bumi untuk mengembalikan hakNya dalam menaati perintahNya demi keselamatan hidup manusia secara umum, khususnya kaum muslimin dunia-akhirat. Wallahu a’alam bissawab.

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan