Stop Islamophobia!

Sekelompok pemuda yang tergabung dari universitas di Jakarta menggelar aksi kemanusiaan bertajuk ”Stop Islamophobia” di samping Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (22/3/2019). Mereka mengecam aksi penembakan terhadap umat Islam di Masjid Dean Ace dan Masjid Linwood di pusat kota Christchurch, Selandia Baru.(Foto: kompas.com)

Oleh: Irma Setyawati, S.Pd
(Pemerhati Masalah Sosial dan Pendidikan)

Pada 2/09/2020, Majalah Charlie Hebdo kembali menerbitkan karikatur Muhammad Saw. Bukan kali pertama majalah sayap kanan ini menghina Nabi dan ajarannya. Walaupun mendapatkan banyak kecaman dari berbagi negara, nyatanya pemerintah Prancis mendukung ulah Majalah tersebut.

Nahasnya, kali ini berujung pada tewasnya guru sejarah di salah satu sekolah di Paris pada 16/10/2020. Samuel Paty, tewas setelah mengajar materi kebebasan berekspresi. Pety menggelar diskusi di kelas dan menampilkan kartun Muhammad Saw. yang ada di majalah Charlie Hebdo.

Presiden Prancis langsung memanfaatkan momen tersebut dengan menyebutnya sebagai bentuk serangan dari teroris Islam. Akhirnya, warga Prancis beramai-ramai mengutuk kejadian tersebut. Mereka sengaja menutup mata atas sumber tragedinya yaitu penghinaan terhadap Nabi.

Macron menegaskan pembunuhan ini dilakukan kelompok Islamis yang ingin merebut masa depan Prancis. Islamofobia akut yang dihembuskan penguasa Prancis telah menyulut kebencian warganya terhadap Islam.

Hingga pada 18/10/2020, terjadi peristiwa penusukan kepada dua orang muslimah di bawah menara Eiffel. Mereka ditikam beberapa kali hingga menembus paru-parunya, hanya karena mereka berhijab. Bahkan, pelaku menyebut muslimah tersebut dengan panggilan “orang arab kotor”. (republika, 22/10/2020)

Baca Juga:  Akhiri Kedzoliman Terhadap Pasien Covid-19

Prancis saat ini seperti menjadi ‘musuh bersama’ bagi negara-negara Muslim. Demonstrasi menentang Macron marak di sejumlah negara.  Aksi boikot juga dilakukan terhadap produk Prancis , di sejumlah negara seperti Kuwait dan Qatar serta Turki. Padahal boikot bisa berdampak pada ekonomi negeri itu yang tengah resesi.

Terbaru Prancis mengeluarkan warning ‘nasihat keselamatan’ ke warganya yang berada di sejumlah negara agar berhati-hati. Warga diminta menjauhi protes terkait Prancis di negara mayoritas muslim.

Sungguh menyakitkan dan menyayat hati, karena di saat kita sedang memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, justru Nabi Muhammad SAW di hinakan. Wajar jika hingga detik ini  dunia Islam masih  ramai ramai marah dan mengutuk Rezim Pemerintah Perancis pimpunan Marcon . Karena Rezim Mereka memajang kartun-kartun sampah di tempat – tempat umum.

Pantas umat Islam marah, bahkan wajib marah.  Justru jika kita muslim tidak marah melihat Rasulullah SAW di hinakan, maka patut di pertanyakan keimanan kita. Karena hal ini di tegaskn oleh Allah SWT di dalam ayat ayat Al Qur’an bahwa kcintaan kepada Allah dan Rasulullah harus d utamakan lebih dari kecintaan kepada selainNya.    

Baca Juga:  Ketika Pejabat Negara Tak Lagi Peka

Perancis maupun negara negara Eropa lainnya yang membenci Rasulullah SAW maupun simbol simbol Islam lainnya adalah karana kebencian mereka telah mendarah daging karena kebencian tersebut telah di tiupkan oleh leluhur mereka akibat kekalahan mereka pada perang salib dan juga di karenakan negara mereka pernah di taklukkan oleh Islam pada masa keemasan Islam di bawah Kekhilafahan.

Mereka terserang virus Islamophobia (ketakutan terhadap Islam) yang kemudian mereka asumsikan bahwa Islam itu bengis,  haus darah, dll. Sehingga mereka kerap melakukan tindakan self defensif ( menyerang Islam terlebih dahulu sebelum di serang oleh Islam).  Padahal Islam tidak seperti yang mereka asumsikan.

Apa yang menjadi ketakutan Perancis dan negara negara Eropa lainnya sangatlah ahistoris. Semua hanya fitnah. Mereka benci ketika melihat Umat Islam yang jumlahnya 1,7 Milyar dan tersebar di 53 negeri bersatu. Mereka lupa akan kontribusi Khilafah bagi dunia Barat dan Timur.

Khilafah sebagai penguasa dunia pada masa keemasannya banyak memberikan kontribusi bagi dunia. Di Barat, Khilafah pernah membebaskan daerah-daerah jajahan Romawi. Atas permintaan rakyat yang daerahnya ingin ditaklukkan, mereka lebih ikhlas menjadi bagian Khilafah Islam daripada Romawi yang menerapkan pajak atau upeti yang mencekik. 

Baca Juga:  Apel Siaga Perubahan Nasdem Jelas Upaya Menampar Jokowi Sekerasnya

Khilafah juga pernah membebaskan rakyat Eropa dari bencana kelaparan besar (The Great Famine). Juga bencana kelaparan di Amerika selama masa perang AS-Inggris demi merebut kemerdekaan AS dari penjajah Inggris. Jutaan orang akan mati, jika bantuan makanan dari Khilafah tidak segera disalurkan. 

Perjanjian yang diberikan ditandatangani dalam sebuah surat dengan menggunakan bahasa Arab. Apakah kontribusi Khilafah hanya ke Barat saja? Ternyata ke Timur pun sama karena hakikatnya bagi Khilafah Timur dan Barat adalah milik Allah SWT.

Di Timur, atas permintaan Sultan-Sultan di Sumatera, Khilafah mengirim kapal induk militernya untuk mengusir Penjajah Portugis dari Malaka. Kisah nyata heroik ini masih tersimpan dalam sejarah rakyat Indonesia. Benua Afrika pun menjadi benua “emas” pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz tak ada satu pun orang miskin. 

Dari sepenggal kisah di atas, maka apa yang di takuti barat jelas ahistoris. Islam justru memberi kontribusi positif baik bagi barat maupun timur.(*)

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan