Kritik keras dan sorotan tajam kini mengarah kepada Presiden Jokowi Widodo (Jokowi).

Hal itu terkait bantuan untuk masyarakat miskin dan rentan miskin terdampak wabah corona atau Covid-19.

Paket sembako itu dikemas ke dalam sebuah tas warna merah putih bertuliskan ‘Bantuan Presiden’.

Bantuan itu kemudian tersendat lantaran tas yang digunakan untuk mengemasnya belum rampung dibuat.

Dengan melebeli bantuan semacam itu, secara politik, adalah haram hukumnya.

Demikian disampaikan pengamat politik dari Universitas Nasional (Unas) Andi Yusran kepada RMOL, Rabu (29/4/2020).

“Presiden secara konotatif bermakna jabatan struktural dalam sistem pemerintahan yang diberi mandat tugas-tugas kenegaraan dengan menjalankan fungsi-fungsi eksekutif di ‘high level’ dan tidak di tataran operasional,” jelasnya.

Andi melanjutkan, menyebut kata ‘Bantuan Presiden’ untuk sebuah kebijakan yang bersifat operasional adalah sesuatu yang tidak tepat.

“Lebih tepat jika bantuan tersebut di-labeli ‘Bantuan Pemerintah’,” tegas doktor Politik Universitas Padjajaran ini.

Karena itu, ia menduga bahwa bantuan itu kemungkinan besar dialokasikan dari anggaran kementerian atau lembaga.

“Dan bukan alokasi anggaran yang berasal dari sekretariat kepresidenan,” ujarnya.

Kritik senada juga disampaikan Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun.

Dirinya menilai, fenomena itu semakin menunjukkan bahwa Presiden Jokowi masih mementingkan pencitraan dibandingkan mengatasi penderitaan rakyat.

Baca Juga:  ‘Bantuan Presiden’ Bukti Jokowi Kena Penyakit Akut Manusia Modern

“Fenomena itu menunjukan bahwa Jokowi terkena penyakit akut manusia modern yaitu haus pencitraan dan hidupnya terombang-ambing, gundah-gulana oleh citra, oleh realitas semu, oleh hyper realitas,” ujarnya.

Karena itu, ia mengaku miris melihat Presiden Jokowi masih melakukan pencitraan. Padahal, Jokowi sudah menjadi presiden dua periode.

“Tentu sebagai akademisi yang mencoba menjaga jarak dari hiruk pikuk kekuasaan citra, melihatnya jadi miris. Masa sekelas presiden dua periode masih haus pencitraan?” tegasnya.

Menurutnya, wajar jika kemudian kritik keras ditujukan kepada orang-orang di sekitar Jokowi.

Yang menurutnya, tidak sanggup bicara jujur mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dibanding pencitraan.

Baca Juga:  Pak Jokowi, Apa Bapak Senang Nonton Rakyat Lari-Lari Ngejar Sembako?

“Saat ini sudah tidak zaman pencitraan ditengah derita rakyat banyak,” tuturnya.

Sebanyak 1,3 juta bantuan sosial untuk keluarga miskin dan rentan miskin tengah dipersiapkan oleh Kementerian Sosial.

Nilai bantuan sebesar Rp300 ribu per paket itu akan disalurkan dua kali dalam sebulan itu disiapkan di sejumlah tempat.

Belakangan, pengepakan sempat tersendat karena kantong bertulis ‘Bantuan Presiden’ tidak cukup.

Pengepakan sempat hanya 5 ribu bungkus sehari. Padahal targetnya 20 ribu paket.

Adapun tas bertuliskan ‘Bantuan Presiden’ diambil dari pabrik tekstil di Sukoharjo, Jawa Tengah, Sritex.

Sumber: pojoksatu.id

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan