Perseteruan antara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan (LBP), dengan mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, berujung pemidanaan.

Melihat itu, Direktur HRS Center, Abdul Chair Ramadhan, ikut angkat suara. Menurut Abdul Chair, pernyataan yang disampaikan Said Didu bukan perbuatan melawan hukum.

“Pernyataan Said Didu ‘Luhut hanya pikirkan uang, uang dan uang’ bukan merupakan perbuatan melawan hukum berupa penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, sebagaimana dimaksudkan Pasal 27 Ayat 3 jo Pasal 45 Ayat 3 UU ITE atau pun Pasal 310 jo 311 KUHP,” beber Abdul Chair Ramadhan kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (5/5).

Karena kata Abdul Chair, norma penghinaan atau pencemaran nama baik dalam Pasal 27 Ayat 3 Jo Pasal 45 Ayat 3 UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP sebagai genus delict yang mensyaratkan adanya pengaduan untuk dapat dituntut.

Baca Juga:  Analis: Mungkin Luhut Perlu Diingatkan Ada Jutaan Anak Muda Ibu Pertiwi Ini Menganggur

“Dengan perkataan lain, delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik pada Pasal 27 Ayat 3 jo Pasal 45 Ayat 3 UU ITE merupakan ‘delik berpasangan’, oleh karenanya tidak berdiri sendiri,” jelas Abdul Chair.

Selain itu, unsur penghinaan mempersyaratkan harus adanya tuduhan kepada seseorang. Tuduhan tersebut diarahkan pada perbuatan tertentu dengan maksud agar tuduhan itu akan tersiar atau diketahui orang banyak.

“Di sini, pernyataan Said Didu sama sekali tidak mengandung tuduhan dimaksud,” tegas Abdul Chair.

Dalam pasal tersebut, kata Abdul Chair, juga menyebutkan secara expressive verbis ‘tanpa hak’ sebagai unsur delik. Frasa ‘tanpa hak’ menunjuk pada suatu informasi yang didapatkan secara tidak sah atau ilegal.

“Pada pernyataan tersebut tidak ditemukan adanya informasi tidak sah atau ilegal. Substansi pernyataan Said Didu merupakan pendapat dalam menyikapi kebijakan pemerintah terkait dengan penyelamatan ekonomi dan Pandemik Covid-19,” terangnya.

Sedangkan dalam ilmu hukum pidana, sambung dosen Universitas Krisnadwipayana program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum ini, perihal ‘kesalahan’ menunjuk sikap batin melalui penggunaan pikiran secara salah telah mengarahkan pikiran pada perbuatan.

“Tanda adanya kesalahan adalah kesengajaan dalam hal ini ‘dengan maksud’. Pendapat Said Didu tidak termasuk penggunaan pikiran yang salah. Dikatakan demikian, oleh karena tidak adanya tuduhan yang mengarah pada penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Said Didu tidak berkehendak dengan maksud untuk menghina dan/atau mencemarkan nama baik,” ungkap Abdul Chair.

Selanjutnya, dalam Pasal 14 dan 15 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana mempersyaratkan harus ada akibat terjadinya keonaran di kalangan rakyat yang demikian meluas.

Dengan demikian, delik Pasal a quo adalah delik materil, sedangkan keonaran menunjuk adanya kegemparan, kerusuhan atau keributan.

“Pada pernyataan Said Didu, tidak ada kondisi sebagaimana dipersyaratkan. Pernyataan Said Didu tidak layak untuk diproses secara hukum, sebab tidak terpenuhinya unsur delik sebagaimana dilaporkan,” pungkasnya.

Sumber: rmol.id

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan