KPK Tak Hanya Sekali Gagal Penggeledahan, ICW Nilai Dampak Buruk UU KPK Baru

Gedung KPK. (Foto: KOMPAS.com/DYLAN APRIALDO RACHMAN)

IDTODAY.CO – Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menduga ada pegawai internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang membocorkan informasi terkait rencana penggeledahan dalam penyidikan kasus suap pajak.

Akibatnya, KPK gagal menggeledah kantor PT Jhonlin Baratama di Kabupaten Tanah Bumbu dan sebuah lokasi lainnya di Kecamatan Hambalang, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan pada Jumat (9/4/2021).

Kejadian ini, kata Kurnia, bukan kali pertama. Dalam pengusutan perkara suap pengadaan bantuan sosial paket sembako di Kementerian Sosial hal serupa juga pernah terjadi.

“Ada beberapa tempat yang ketika dilakukan penggeledahan, ternyata tidak lagi ditemukan barang-barang apa pun,” kata Kurnia dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Minggu (11/4/2021).

Oleh sebab itu, ICW merekomendasikan adanya tindakan konkret dari KPK mulai dari pengusutan dugaan pelanggaran kode etik oleh Dewan Pengawas hingga penyelidikan terkait tindakan obstruction of justice.

Baca Juga: Ragukan Satgas Hak Tagih Dana BLBI Bentukan Jokowi, Mujahid 212: ‘Ciptakan’ Pekerjaan Bagi Pendukung Yang Belum Kebagian Jatah?

Hal itu, kata Kurnia, sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) baik yang dilakukan oleh pihak internal maupun eksternal KPK.

Dugaan bocornya informasi penggeledahan ini, menurut ICW, merupakan dampak buruk dari UU KPK baru.

Sebab, setelah berlakunya UU KPK yang baru, setiap tindakan penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik mesti melalui mekanisme perizinan di Dewan Pengawas.

“Hal ini mengakibatkan langkah penyidik menjadi lambat. Misalnya, ketika penyidik ingin menggeledah gedung A, akan tetapi barang bukti sudah dipindahkan ke gedung B,” ucap Kurnia.

“Maka, penyidik tidak bisa langsung menggeledah gedung B, sebab, mesti melalui administrasi izin ke Dewan Pengawas, ” ucap dia.

Hal itu, kata Kurnia, berbeda dengan apa yang diatur dalam Pasal 34 KUHAP.

Regulasi itu, lanjut dia, menyebutkan bahwa dalam keadaan mendesak penyidik dapat melakukan penggeledahan, setelahnya baru melaporkan ke Ketua Pengadilan Negeri.

Adapun penggeledahan di Kalimantan dilakukan terkaitan dengan penyidikan kasus dugaan suap terkait dengan pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan 2017 pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.

“Tim Penyidik KPK melakukan penggeledahan di dua lokasi wilayah Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Kotabaru pada Provinsi Kalimantan Selatan,” ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulis , Jumat (9/4/2021).

Ali menyebut, dari penggeledahan di dua lokasi tersebut, tim penyidik tidak menemukan barang bukti yang dicari.

KPK, kata dia, menduga ada pihak yang sengaja menghilangkan barang-barang tersebut.

“Di dua lokasi tersebut, tidak ditemukan bukti yang dicari oleh KPK karena diduga telah sengaja dihilangkan oleh pihak-pihak tertentu,” kata Ali.

Oleh karena itu, KPK mengingatkan kepada pihak-pihak yang sengaja merintangi penyidikan dengan sengaja menghilangkan barang bukti dapat dijerat dengan Pasal 21 UU Tipikor tentang merintangi proses penyidikan.

“KPK mengingatkan kepada pihak-pihak yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan proses penyidikan yang sedang berlangsung dapat diancam pidana sebagaimana ketentuan Pasal 21 UU Tipikor,” ucap Ali.

Dalam penyidikan kasus ini, KPK juga telah menggeledah empat lokasi di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Kamis (18/3/2021).

Empat lokasi yang digeledah yakni Kantor PT Jhonlin Baratama (JB) di Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Tanah Bumbu. Kemudian tiga kediaman dari pihak-pihak yang terkait dengan kasus tersebut.

“Dari penggeledahan ini, ditemukan bukti diantaranya berbagai dokumen dan barang elektronik yang diduga terkait dengan perkara,” kata Ali.

Adapun pengumuman tersangka akan disampaikan saat tim penyidik KPK telah melakukan upaya paksa penangkapan atau penahanan.

KPK juga sudah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM untuk mencegah ke luar negeri terhadap dua pejabat Ditjen Pajak yang diduga terlibat suap, yaitu APA dan DR.

Selain itu, empat orang lainnya juga dicegah terkait kasus tersebut, yaitu RAR, AIM, VL dan AS. Pencegahan berlaku selama enam bulan terhitung 8 Februari hingga 5 Agustus 2021.

Baca Juga: PAN: Kementerian Investasi Harus Bisa Dorong Akselerasi Ekonomi Di Tengah Pandemi

Sumber: kompas.com

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan