PKS: Pemerintah Stop Mempermainkan Nasib Rakyat

Wakil Ketua FPKS DPR RI, Dr. H. Mulyanto M. Eng (Istimewa)

IDTODAY.CO – Serpong (21/6) Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Bidang Industri dan Pembangunan, Mulyanto menilai manajemen isu Pemerintah buruk dan cenderung membahayakan. Berbagai isu yang dilontarkan Pemerintah saat ini sering menimbulkan kontroversi dan membuat rakyat gelisah.

Mulyanto meminta Pemerintah mampu menahan diri untuk tidak mengobral isu sensitif. Di tengah pandemi Corona yang masih melanda, sebaiknya Pemerintah fokus untuk menuntaskan masalah besar ini. Daripada memunculkan isu baru yang tidak produktif lebih baik Pemerintah fokus memikirkan solusi agar bangsa ini segera keluar dari krisis kesehatan yang sedang dihadapi.

“Negara ini seperti tidak punya pemimpin yang dapat menyaring dan menyusun skala prioritas pekerjaan. Semua ingin dikerjakan dalam waktu yang sama. Tapi sayang caranya sangat tidak profesional.

Isu kenaikan iuran BPJS belum selesai, tagihan listrik PLN melonjak, penyelenggaraan ibadah haji dibatalkan, harga BBM yang seharusnya disesuaikan dengan harga minyak global belum terealisasi, sudah muncul isu penghapusan solar dan premium serta rencana pencabutan subsidi gas melon 3 kg.

Baca Juga:  PKS: Biofuel, Prioritas Pemerintah Adalah Rakyat Kecil, Bukan Pengusaha Besar

Ditambah lagi isu tentang tabungan perumahan rakyat atau Tapera, yang kesemuanya mengarah pada tekanan pengeluaran bagi rumah tangga miskin dan mendekati miskin.

Daya tahan publik bisa jebol jika terus menerus dihantam serangkaian isu ini. Alih-alih mereka bisa berpikir sehat dan rasional, yang ada mereka malah bisa nekat berbuat tindakan yang destruktif, yang tidak kita harapkan,” jelas Mulyanto yang anggota Komisi VII DPR RI.

Mulyanto berharap Pemerintah dapat memperbaiki pola komunikasi ini segera. Jangan sampai berbagai isu itu berkembang secara bebas dan mengakibatkan kepanikan masyarakat.

“Hari ini misalnya, badai penolakan terhadap RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) sudah sangat meluas. Bukan saja dari kalangan Purnawirawan TNI dan Polri; ormas-ormas Islam besar termasuk MUI; kerukunan beragama seperti PGI dan KWI; ormas pemuda; rumah Pancasila, tetapi juga para akademisi dan lain-lain.

Tuntutan mereka, adalah agar pemerintah tidak sekedar menunda pembahasan RUU tersebut, tetapi lebih tegas lagi, yakni menolak membahasnya.

Karena masyarakat khawatir, kalau pemerintah sekedar menunda, maka kelak pada masanya, pembahasan RUU ini dimunculkan lagi.

Alasan masyarakat tersebut cukup masuk akal, apalagi secara bersamaan muncul isu penghapusan mata pelajaran agama, yang akan digabungkan menjadi mata pelajaran agama, kepercayaan dan nilai-nilai Pancasila,” jelas anggota DPR RI daerah pemilihan Banten III ini.

Tidak sampai di situ, Mulyanto juga menyoroti isu lain berpotensi membuat masyatakat panik. Seperti isu RUU Cipta Kerja dan berbagai dampak turunannya. Jika Pemerintah tidak mengelola dengan baik, Mulyanto khawatir akan menimbulkan gejolak sosial yang dapat merugikan masyatakat.

“Sebentar lagi isu jaminan produk halal akan menyeruak, karena Pemerintah melalui RUU Cipta Kerja bermaksud menghapus otoritas tunggal Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai satu-satunya lembaga pemberi fatwa halal.

Baca Juga:  Surat Terbuka Presiden PKS: Pak Jokowi, Jangan Dengarkan Bisikan 'Pembantu' Yang Sarat Kepentingan

Selain itu dalam RUU tersebut diusulkan, bahwa usaha mikro dan kecil boleh mendeklarasikan secara sepihak (self declaration), bahwa produk/barang yang diproduksinya halal, tanpa melalui proses sertifikasi. Tentu ini akan menjadi isu krusial bagi konsumen Muslim.

Memang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kita tidak boleh menghindari masalah yang muncul di tengah-tengah kita. Berbagai masalah yang datang tersebut harus dihadapi dengan hati tenang dan kepala dingin.

Kita tidak ingin menjadi bangsa yang pengecut lari dari berbagai masalah berbangsa dan bernegara ini. Namun demikian, sebagai bangsa yang berbudaya dan bermartabat, dengan berbagai keterbatasan sumber daya yang dimiliki, berbagai isu tersebut penting untuk dikelola dengan baik, secara proporsional, profesional dan tepat momentum.

Jangan sampai masyarakat “meledak” kepalanya karena datang isu yang bertubi-tubi mencekam mereka,” tandas Mulyanto. [bdr/sa]

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan