IDTODAY.CO – Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat, setelah pendanaan proyeknya diputuskan Presiden Joko Widodo boleh menggunakan APBN

Keputusan menggunakan APBN sebagai sumber pendanaan proyek tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) 93/2021 Perubahan atas Perpres 107/2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.

Padahal, pada tahun 2015 silam Jokowi menuturkan bahwa proyek kereta cepat tidak akan menggunakan APBN lantaran menggunakan skema bussiness to bussines (B2B).

Aktivis Rocky Gerung berpendapat, keputusan membangun proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tidak rasional. Karena menurutnya, jarak tempuh yang ada sangat pendek.

“Seluruh ekonom yang punya otak itu sudah menyatakan ini irasional. Masih enggak percaya, dia sewa konsultan dunia yang hebat, boston consulting. Intinya sama,” kata Rocky Gerung dalam acara diskusi virtual Indonesia Leaders Talk bertema Plin Plan Janji Pemimpin yang diselenggarakan PKS TV, Jumat malam (15/10).

Dia mencurigai ada udang di balik batu dalam proyek kereta cepat ini. Pasalnya, dari segi keuntungan jelas tidak ada, sehingga dipastikan negara akan merugi.

Baca Juga:  Rocky Gerung: Secara Kualitas Perubahan Melalui AHY, Gak Mungkin Anies dengan Cak Imin

“Jadi, kita dibuat bingung, apa alasan rasional di balik proyek ini? Jadi kalau secara ekonomi dia tidak bisa dibuktikan kemasuk-akalannya, maka kita mesti cari keterangan lain,” tuturnya.

Rocky menduga ada dua hal yang melatarbelakangi Presiden Joko Widodo terkesan ngotot mendorong proyek kereta cepat Jakarta-Bandung terlaksana dan cepat selesai.

“Itu adalah upaya untuk memamerkan arogansi, ambisi kedunguan sehingga kereta ini mesti jalan demikian juga ibu kota baru. Atau ini bisikan dukun? Jadi begitu cara melihat,” tegasnya.

Baca Juga:  Sudah Mangkrak Sarat Korupsi, Mahfud MD Ditantang Bongkar Proyek Food Estate-nya Jokowi

Rocky mengatakan dua proyek strategis milik pemerintah yakni kereta cepat dan ibu kota negara baru tidak ada urgensinya untuk rakyat Indonesia. Sehingga dia memandang itu sebagai ambisi Jokowi lantaran dalam waktu dekat kepemimpinannya akan berakhir.

“Dasar rasionalitasnya enggak ada. Hitungan skala ekonominya enggak masuk. Tapi, hendak dilanjutkan,” tukasnya.

Sumber: rmol.id

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan