Said Didu: BUMN Makin Hancur karena Kebijakan Diatur Oligarki!

Foto: Muhammad Said Didu, mantan pejabat di Kementerian ESDM/Net

IDTODAY.CO – Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu mengomentari terkait Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) yang dikabarkan berpotensi merugi.

Rugi yang dimaksud adalah karena penyaluran beras lebih rendah dibandingkan dengan biaya penyerapan gabah dan beras petani. Termasuk juga, ongkos perawatannya.

Said mengatakan, kini BUMN semakin hancur lantaran segala kebijakannya diatur oleh oligarki.

“BUMN makin hancur krn kebijakan diatur oleh oligarki,” kata Said dalam cuitannya di Twitter, Selasa (19/10/2021).

Sebelumnya, perihal adanya potensi kerugian itu diungkapkan oleh Direktur Utama Bulog Budi Waseso.

“Tentunya, potensi Bulog merugi itu pasti. Kenapa? Ya, kita uangnya pinjam, bunga itu komersil berjalan terus,” kata Buwas, panggilan akrabnya, dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI terkait tata kelola beras, dilansir Antara, Senin (18/10).

Baca Juga:  Jalani Pemeriksaan, Sikap Kritis Said Didu Terhadap Pemerintah Tidak Akan Padam

Yang paling mendasar, kata Buwas, hilangnya pangsa pasar Bulog untuk menyalurkan cadangan beras pemerintah (CBP) yang diserap dari petani.

Hal ini dikarenakan bansos beras untuk rakyat sejahtera (rastra) disetop dan diganti dengan bantuan pangan non tunai (BNPT). Dari sana, Bulog kehilangan pangsa pasar sebanyak 2,6 juta ton setiap tahun untuk menyalurkan CBP.

Saat ini, Bulog hanya menyalurkan CBP untuk keperluan operasi pasar dan bantuan bencana alam yang jumlahnya sekitar 850 ribu ton per tahun. Di luar itu, Bulog menyalurkan CBP bila ada program yang dijalankan alias tidak rutin, seperti bantuan beras PPKM dan lain sebagainya.

Baca Juga:  Banyak Penugasan Tak Layak, Said Didu Prediksi Beberapa BUMN Akan Bangkrut

Di sisi lain, Bulog juga wajib menyerap gabah hasil panen petani untuk kebutuhan CBP minimal 1 juta ton dan maksimal 1,5 juta ton. Nah, penyerapan beras petani ini dilakukan lewat pembiayaan bank dengan bunga komersil.

Belum lagi, ongkos perawatan beras selama masa penyimpanan di gudang. Padahal, gudang yang digunakan pun gudang biasa. Bukan gudang khusus untuk menyimpan beras. Sehingga, kualitas beras semakin lama disimpan akan semakin turun mutu dan tidak bisa disalurkan ke pasar.

“Saya harus jujur bahwa gudang Bulog bukan gudang beras, tapi gudang pada umumnya. Jadi, bagaimana mau menyimpan suatu pangan bisa awet? Tidak mungkin. Supaya awet, perawatannya jadi mahal,” imbuh Buwas.

Sementara itu, Bulog, lanjut dia, tidak memiliki kewenangan untuk menyalurkan beras CBP, kecuali untuk kebutuhan operasi pasar guna menstabilkan harga beras. Penyaluran CBP harus melalui penugasan pemerintah karena CBP merupakan beras milik negara.

Karenanya, ketika BUlog diwajibkan untuk terus menyerap beras hasil panen petani, namun tidak bisa disalurkan ke pasar dan disimpan terlalu lama di gudang, maka perusahaan merugi.A

Sumber: lawjustice

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan