IDTODAY.CO – Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (Infus), Gde Siriana Yusuf angkat suara terkait upaya represif pemerintah membungkam suara kritis Ruslan Buton dengan menjemputnya secara paksa terkait surat terbuka yang berisi permintaan Jokowi turun dari jabatannya.

“Bila tidak mundur, bukan menjadi sebuah keniscayaan akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen masyarakat,” demikian cuplikan surat terbuka Ruslan Buton.

Ruslan Buton dijemput dari kediamannya di Desa Wabula 1, Kecamatan Wabula, Buton, Sulawesi Tenggara, Jumat kemarin (29/5).

Gde sangat menyayangkan Sikap yang diperlihatkan rezim Jokowi terhadap masyarakat yang kritis. Menurutnya, setiap orang berhak menyampaikan kritik kepada pemerintahan Jokowi, dan hak itu dilindungi Pasal 28 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Termasuk juga Ruslan Buton.

“Jika melihat hasil survei terakhir, lebih dari 50 persen tidak puas dengan Jokowi tangani Covid-19. Artinya mayoritas masyarakat tidak puas pada Jokowi. Di situlah ada potensi kritik. Hanya orang kan berbeda-beda style dalam menyampaikan kritik. Ya dipahami saja sebagai dinamika demokrasi,” ujar Gde Siriana sebagaimana dikutip dari Rmol.id, Sabtu (30/5).

Baca Juga:  Mungkinkah Presiden RI 2024 Dari Kalangan Pebisnis Muda?, Said Didu: Kita Tidak Bisa Berteori Terlalu Banyak

Gde mengatakan, sikap rezim Jokowi berlebihan dalam menanggapi kritikan masyarakat. Alih-alih mengedepankan pasal hukum, justru malah main tangkap.

Padahal, seharusnya dialog politik dikedepankan oleh pemerintah. Tapi justru selama ini pemerintah memperlihatkan sikap yang terbalik dan sangat berbeda dengan sistem pemerintahan demokratis.

“Misalnya memutuskan kebijakan atau menerbitkan UU. Kalau pun ada partisipasi publik, seringkali hanya sebatas formalitas persyaratan saja, tidak representasi kelompok-kelompok masyarakat yang akan terdampak,” jelasnya.

“Mungkin ini karena banyak orang sudah punya agenda masing-masing di pusat kekuasaan. Apakah itu kepentingan ekonomi atau politik. Jadi terlihat sangat kuat unsur paksanya,” imbuhnya.

Baca Juga:  Epidemiolog UI Kritisi Pengumuman Pemerintah Soal Kasus Covid-19: Kebohongan Terjadi Setiap Hari dan Publik Menikmati

Sebagai kesimpulannya, mengatakan, pemerintahan Jokowi hanya berkutat dalam sebuah label, tapi kinerjanya nol.

Lebih lanjut, Gde Siriana mengatakan bahwa pemerintahan Jokowi bangga berlevel negara maju, walaupun demokrasi nol.

“Jokowi begitu bangga RI dikatakan sudah menjadi negara maju, tapi soal demokrasinya nol, tidak mencerminkan negara maju,” pungkas Board Member of Bandung Innitiaves Network ini.[Brz]

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan